Alfian langsung berlutut di hadapan Risma. Keningnya bertumpu di lutut ibu mertuanya dengan ta'dzim."Saya minta maaf, saya mohon maafkan saya. Saya sangat mencintai Nurmala, Bu. Saya akan menerima apapun hukuman yang ibu berikan, asal jangan pisahkan kami. Saya tidak mau kehilangan istri dan anak saya, Bu." Alfian berharap ibu mertuanya mau memaafkan segala kesalahan yang pernah diperbuatnya pada Nurmala."Bu, Nur nggak mau pisah dari Alfian, Nur sayang Alfian. Kasihan bayi di perut Nur kalau tidak punya Ayah." Nurmala berucap disela tangisnya. "Bu, dosa besar menyuruh anak bercerai. Terlebih Mbak Nur sedang hamil. Jangan lupa, jodoh dan maut, Allah yang menentukan. Jangan menentang apa yang sudah ditakdirkan Allah. Kita hanya bisa menjalani." Nurmala menoleh ke belakang. Dia berpikir sejak kapan Azizah berdiri di bingkai pintu.Sejak tadi Azizah menguping pembicaraan Nurmala dan ibunya. Hanya saja rasa kecewa terhadap Nurmala lebih dominan daripada rasa kasihan, hingga membuatnya b
"Kamu bisa tidak sih, tidak ceroboh? Kalau jatuh bagaimana!" sentak Alfian sembari menatap Nurmala yang berada di gendongannya. Jantungnya hampir copot keluar saat melihat Nurmala terlempar dari kursi. Beruntung Alfian masuk kamar tepat waktu karena rasa penasaran melihat sikap aneh Nurmala. Alfian berlari menangkap Nurmala yang hampir terjatuh."Maaf," cuma kata itu yang bisa keluar dari mulut Nurmala, dia terlalu shock. Ibu hamil yang masih ketakutan itu melingkarkan tangannya di leher Alfian, hidungnya menyusup di ceruk leher suaminya, mencoba mencari ketenangan di sana."Lain kali jangan melakukan hal yang membahayakan dirimu dan anak kita," kata Alfian dengan nada tegas, ia berusaha meredam emosinya karena kecerobohan Nurmala."Eh." Nurmala menegakkan kepalanya, dia teringat sesuatu. Matanya melebar saat melihat foto Firman berserakan memenuhi lantai kamar. Alfian ikut menunduk mengikuti arah mata Nurmala."Jangan dilihat." Nurmala langsung menutup seluruh wajah Alfian dengan ked
"Iya, kamu yang jadi Setan!" ujar Alfian yang tiba-tiba muncul di sisi Nurmala. Bukannya marah di sebut 'Setan', mata Santi dan Bu Nanik malah berbinar melihat Alfian.Parasnya yang rupawan mampu menghipnotis mata ibu dan anak itu untuk tertarik pada pesona yang Alfian tonjolkan. Padahal bangun tidur tanpa cuci muka, wajah Alfian tetap menawan."Welah dalah, Bu. Gantenge." Santi mengguncang lengan ibunya, kemudian berlari kecil menghampiri Nurmala. "Nur, itu siapa? Kenalin, dong," bisik Santi di telinga Nurmala. Matanya sesekali curi pandang memperhatikan Alfian."Nur, itu siapa? Kok, baru lihat!" tanya Bu Nanik sembari tersenyum pada Alfian."Eh," Nurmala terkejut saat tangan Alfian menarik pinggangnya, Hingga tubuh mereka menempel erat. Santi dan Bu Nanik terbelalak melihat kedekatan Alfian dan Nurmala yang begitu mesra."Namaku adalah Alfian Laksmana. Putra sulung dari Lukman Laksmana, pemilik perusahaan Media entertainment. Jika tidak percaya, kalian bisa browsing di internet. Aku
"Maaf ya, udah bikin kamu capek." tutur Alfian sembari mengusap punggung polos Nurmala dengan lembut."Nggak apa-apa, aku suka." Nurmala menyembunyikan wajahnya bergumul ke dalam ke dada Alfian. Mereka sudah beberapa kali melakukan hubungan suami-istri setelah Nurmala pulang dari rumah sakit."Sudah malam, kamu jangan terlalu capek. Ayo tidur!" Alfian mengecupi puncak kepala Nurmala berulang kali. "Kan, kamu Mas yang bikin aku capek," balas Nurmala."Abis kamu enak, sih!" bisik Alfian di telinga Nurmala sambil terkekeh mendengar keluhan Nurmala.Bisikan Alfian membuat tubuh Nurmala terkesiap merinding. Dengan perlahan, Nurmala menyingkirkan tangan Alfian yang tengah membelit pinggangnya. Ia beringsut duduk, lalu menyisir rambutnya yang berantakan dengan jemari tangan, dan menggulungnya. Nurmala memunguti pakaiannya yang tergeletak di mana-mana."Mau kemana? Aku masih kangen." Alfian beringsut dud
"Maaf ya, udah bikin kamu capek." tutur Alfian sembari mengusap punggung polos Nurmala dengan lembut."Nggak apa-apa, aku suka." Nurmala menyembunyikan wajahnya bergumul ke dalam ke dada Alfian. Mereka sudah beberapa kali melakukan hubungan suami-istri setelah Nurmala pulang dari rumah sakit. "Sudah malam, kamu jangan terlalu capek. Ayo tidur!" Alfian mengecupi puncak kepala Nurmala berulang kali. "Kan, kamu Mas yang bikin aku capek," balas Nurmala."Abis kamu enak, sih!" bisik Alfian di telinga Nurmala sambil terkekeh mendengar keluhan Nurmala. Bisikan Alfian membuat tubuh Nurmala terkesiap merinding. Dengan perlahan, Nurmala menyingkirkan tangan Alfian yang tengah membelit pinggangnya. Ia beringsut duduk, lalu menyisir rambutnya yang berantakan dengan jemari tangan, dan menggulungnya. Nurmala memunguti pakaiannya yang tergeletak di mana-mana."Mau kemana? Aku masih kangen." Alfian beringsut
Lima hari sudah berlalu, sepanjang perjalanan pulang menuju kota Jakarta, bibir Nurmala terus mengulas senyum bahagia.Dia sudah tidak sabar untuk bertemu Alfian, dia sudah sangat merindukan suaminya yang manja. Nurmala pulang lebih awal dari hari yang dijanjikannya pada Alfian. Ia sengaja tidak memberitahukan kepulangannya pada Alfian karena ingin memberikan kejutan. Alfian pasti sangat senang saat melihat Nurmala pulang.Dua jam kemudian, Nurmala sudah sampai di rumah Alfian. Dia mengistirahatkan tubuh lelahnya di atas ranjang, rasa lelah membuatnya dengan mudah terlelap.Pukul 3 sore Nurmala terbangun, ia pun melaksanakan sholat ashar, kemudian pergi ke dapur untuk memasak bahan yang tadi dibelinya saat perjalan pulang.Nurmala mulai mengeksekusi bahan dan mengolah lauk pauknya yang akan dimasak. Nurmala ingin membuat makanan yang istimewa untuk Alfian. Setelah 2 jam berkutat di dapur, semua makanan sudah matang. Nurmala mulai menata satu persatu makanan di atas meja makan dengan r
"Izinkan aku menjenguk Vanessa. Aku ingin melihat keadaannya." Walau bagaimana pun, dulu Alfian dan Vanessa pernah menjalin hubungan baik."Nggak apa-apa?" Nurmala mengangguk."Kamu tidak marah?""Jangan khawatir, aku tahu jenis laki-laki seperti apa yang harus kubuang dan laki-laki seperti apa yang harus aku pertahankan." Nurmala kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dengan tenang, walaupun rasa cemburu sedang melandanya."Kamu tidak cemburu aku mau menjenguk mantan pacarku? Apa kamu tidak akan berusaha mempertahankan aku jika ada perempuan yang mendekatiku?" Alfian merasa gusar, dia menatap Nurmala dengan intens. Pikirannya bertanya-tanya kenapa Nurmala terlihat santai begitu? Apakah Nurmala tidak mencintai Alfian? Bukankah jika cinta harusnya ada rasa cemburu?"Tergantung. Suami baik pasti kupertahankan dan sebaliknya. Aku tidak akan mempertahankan sampah, karena sampah cocoknya dengan tong sampah. Perselingkuhan tidak akan terjadi kalau tidak sama-sama mau," jawab Nurmala d
Alfian merasa gelisah, ia terus saja memandangi wajah Nurmala yang terlelap di sampingnya. Saat melihat wanita yang hendak melahirkan di rumah sakit tadi, sebenarnya Alfian juga takut akan terjadi hal buruk yang menimpa istrinya. Namun, Alfian tetap bersikap tenang supaya Nurmala tidak cemas. Tanpa terasa air mata menetes di sudut mata Alfian saat membayangkan posisi Nurmala berada dalam posisi wanita tadi."Kenapa aku jadi cengeng begini, sih?" gumam Alfian pelan sembari mengusap air bening yang mengalir di sudut matanya.Alfian mengingat kejadian tempo, lalu saat kecelakaan yang terjadi di lokasi syuting. Ada orang yang berniat untuk mencelakainya. Alfian takut orang itu juga akan menyakiti Nurmala. Alfian beranjak dari ranjang, dia mengemasi pakaian Nurmala dan pakaiannya sendiri ke dalam koper.Ternyata aktifitas yang dilakukan Alfian mengusik tidur nyenyak istrinya. Nurmala mulai membuka mata, dilihatnya Alfian yang sedang mengemasi pakaian. Nurmala beringsut duduk, lalu menguap
“Kamu nggak apa-apa ‘kan?” tanya Kurnia setelah melepaskan lengan Dimas.“Tidak apa, terima kasih.” Jawab Dimas, kemudian menghampiri Tania yang menatapnya dengan kesal.Kurnia terkejut melihat Rian ada bersama Kanaya. Kurnia tak mempedulikan Rian, dia lebih memilih menyapa Kanaya dan Nurmala dengan mengurai senyuman hangat sebagai salam perkenalan. Kanaya dan Nurmala pun balas tersenyum.“Bu, kenapa anda ada di sini?” tanya Rian dengan sopan saat melihat Bos-nya. Rian merupakan karyawan di perusahaan Manufaktur yang didirikan oleh keluarga Kurnia.“Saya temannya Dimas, kamu sendiri kenapa di sini?” Kurnia balik bertanya.“Oh, Tania adalah anak dari tunangan saya.” Rian melirik Kanaya sebagai isyarat jika Kanaya adalah calon istrinya.“Oh.” Kurnia hanya menganggukkan kepala, hatinya memikirkan kacaunya perasaan Dimas yang ada dalam satu ruangan dengan mantan istri dan calon suaminya.“Kalian saling kenal?” tanya Nurmala.“Iya, beliau anak dari perusahaan Manufaktur tempat saya bekerj
“Dimas memang mantan pacarku, tapi hubungan kami sudah lama berakhir jauh sebelum Dimas kenal sama kamu, itu pun karena aku mengkhianati Dimas dan hanya mengincar uang Dimas. Setelah itu, kami nggak pernah punya hubungan apa pun lagi.Setelah bertahun-tahun nggak ketemu, akhirnya aku ketemu Dimas lagi saat Tante Lilis kenalin aku sama kamu dan keluarganya untuk dijodohkan dengan Ardi. Dimas nggak pernah mengkhianati kamu, aku memfitnah Dimas karena Dimas bongkar keburukanku sama Ardi, makanya Ardi nggak mau nikahin aku. Aku juga yang buat laporan palsu ke polisi kalau Dimas itu pengedar narkoba, aku dan Tante Lilis yang sudah bersekongkol karena kami punya dendam pada Dimas. Kami menyuap para penegak hukum supaya Dimas mendekam lama di penjara.”Kejujuran Sonya terasa seperti tamparan keras yang memporak-porandakan hati Kanaya. Ia menatap Sonya dengan tatapan penuh luka bercampur marah, andaikan dirinya lebih percaya pada Dimas, tentu saja Tania tidak akan kehilangan kasih sayang seor
“Padahal sudah minum obat, tapi demamnya nggak turun-turun, Ma.” Kanaya mengadu pada Nurmala sembari mengompres kening Tania dengan handuk basah.Kanaya sangat khawatir karena sudah 7 hari ini Tania sakit, akan tetapi semakin hari kondisinya semakin memburuk. Mata Tania terus terpejam, sementara bibirnya selalu memanggil ‘Papa’.“Nay, sepertinya Tania kangen sama Papanya. Suruh Papanya ke sini siapa tahu Tania bisa cepet sembuh,” Nurmala tidak ingin melihat kesehatan cucunya semakin menurun karena merindukan ayah kandungnya.“Tidak ada ruang untuk pria itu di sini.” Ujar Alfian yang baru tiba di bangsal setelah pulang dari kantor.“Walau bagaimana pun Dimas adalah orang tuanya Tania, dia berhak tahu kondisi putrinya.”“Aku tidak mau pria itu memberi pengaruh buruk pada Tania.” Alfian masih belum bisa memaafkan pengkhianatan Dimas pada Kanaya di masa lalu.“Yang penting kita selalu mengawasi Tania dan mendidiknya. Dengan memisahkan Tania dan Dimas, itu sama saja kamu menyiksa Tania. Ya
Bunyi ketukan pintu membuat Dimas yang sedang menulis terlonjak kegirangan. Ia buru-buru mengambil tongkat kruk dan langkah tertatih-tatih pergi ke pintu utama karena tidak ingin Kanaya menunggunya terlalu lama.“Kamu siapa?” senyum di wajah Dimas mendadak surut saat melihat bukan Kanaya yang datang ke apartemennya.“Saya Reno, Nyonya Kanaya menyuruh saya untuk menjaga dan membantu anda menulis terjemahan bahasa asing.” Reno tak kalah terkejutnya melihat pria yang harus dijaganya adalah mantan suami dari majikannya. Reno ingat betul dulu ketika selesai akad nikah, Dimas melumat ****** Kanaya dengan rakus.“Kenapa bukan Kanaya yang datang kemari?” tanya Dimas dengan kecewa.“Nyonya Kanaya sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Pak Rian.”DEGJantung Dimas sakit serasa disambar petir, dunia terasa berputar, kepalanya tiba-tiba pusing hingga membuat tubuhnya oleng. Beruntung Dimas berpegangan pada bingkai pintu untuk menopang berat tubuhnya.“Pak, anda baik-baik saja?” Reno deng
“Kapan kau akan bayar hutangmu?”“Beri aku waktu, sebentar lagi aku pasti akan mendapatkan uangnya. Aaaaghh...” Rian berteriak kesakitan saat tangannya dipelintir.“2 minggu yang lalu kau juga berkata begitu.” Rentenir itu merampas kontak mobil dan kunci rumah milik Rian. “Sita semua barang-barang di rumah ini.”“Jangan, Pak. Aku mohon jangan sita mobil saya, saya pasti akan melunasi semua hutang-hutang saya.”“Mau bayar pakai apa, hah? Ingat, kalau sampai 2 minggu kau belum membayar hutangmu, maka rumahmu akan aku sita.”Rian hanya bisa pasrah melihat satu-persatu barang dalam rumahnya digotong keluar. Usahanya yang bangkrut membuatnya terlilit hutang pada lintah darat. Satu-satunya harapan adalah dengan menikahi Kanaya dan menguras semua hartanya, akan tetapi wanita itu sangat sulit untuk didekati.***Satu minggu kemudian, Kanaya mengantarkan Dimas ke apartemennya karena Dimas ngotot ingin pulang. Ia takut tagihan rumah sakit akan membengkak dan Dimas tidak bisa membayarnya.Begitu
“Ini yang namanya musibah membawa berkah.” Dimas sangat ikhlas mendapat musibah seperti ini, jika Kanaya dan Tania bisa kembali padanya.“Maksudnya?” tanya Kanaya dengan kening berkerut.“Kalau bukan karena menambrakku, mungkin kamu tidak akan mau duduk di dekatku.”Kanaya mengedarkan pandangannya, atmosfir ruangan mendadak terasa panas meski AC sudah menyala. Kanaya menggigit bibir bawahnya, rasa canggung tiba-tiba merayap menyelimuti hati Kanaya.Dimas melihat makanan di atas nakas yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk pasien. “Itu makanan untukku?”Kanaya mengikuti arah mata Dimas memandang. “Iya.”“Aku lapar.” Dimas sengaja mengalihkan pembicaraan karena tidak mau melihat Kanaya terus larut dengan rasa bersalahnya. Kanaya mengambil makanan di laci, lalu menyodorkannya pada Dimas.“Bagaimana aku bisa makan kalau kedua tanganku tidak bisa bergerak?”“Bukannya cuma tangan kirimu yang cedera?” Kanaya menatap Dimas dengan tatapan memicing penuh selidik, sebab tangan Dimas yang d
“Pak Dimas, anda sedang apa di sini?” pertanyaan yang terlontar dari sekurity berhasil membuyarkan lamunan Dimas.“Siapa pria yang menggendong Tania?” tanya Dimas to the point.“Oh, dia Pak Rian. Temannya Tuan Ashraf.”“Suaminya Kanaya?” tanya Dimas lagi.“Oh, bukan, Pak. Nyona Tania belum menikah lagi setelah berpisah dari anda.”“Ok.” Perasaan lega seketika menyelimuti hati Dimas. “Jangan katakan pada siapa pun kalau aku datang kemari, aku hanya ingin melihat putriku dari jauh.”Sekurity tidak menanggapi permintaan Dimas, dia lebih setia pada majikan yang menggajinya tiap bulan. Dimas pergi dengan perasaan lega karena memiliki buah hati yang cantik.***“Ma, benar ya tadi itu Papaku?” tanya Tania yang sangat penasaran dengan sosok Dimas karena mengaku sebagai papanya.“Kamu nggak perlu tahu tentang dia. Pokoknya kamu nggak boleh dekat-dekat sama dia.”“Memangnya kenapa, Ma?”“Mama nggak mau dia misahin kita, Sayang.” Kanaya memeluk Tania yang rebahan di atas ranjang dengan erat.“Ma
“Apa maksudmu?” Kanaya pura-pura tidak tahu maksud dari perkataan Dimas.“Jangan membodohiku, aku tahu Tania adalah putriku.”“Dia anakku, bukan anakmu.” Kanaya berdiri, kemudian menyembunyikan Tania di balik tubuhnya.Sikap Kanaya malah membuat Dimas semakin kesal, dia sudah berani merahasiakan kelahiran Tania dan masih ingin menjauhkannya dari Dimas.“Bagaimana jika aku menuntutmu ke pengadilan karena sudah menyembunyikan kelahiran Tania dariku, lalu mengambil hak asuhnya?” Dimas menggertak Kanaya. Ia sama sekali tidak memiliki niat untuk memisahkan Kanaya dari putrinya.Kanaya tersentak kaget takut dengan ancaman Dimas. Raut wajahnya yang tegas berubah menjadi panik hingga membuat Dimas semakin yakin jika Tania adalah putri kandungnya.“Dia memang anak kita ‘kan?” tanya Dimas lagi dengan tatapan mata memicing.Dimas memang marah karena Kanaya sudah merahasiakan kelahiran Tania darinya, tapi ia juga berharap masih memiliki kesempatan untuk kembali pada Kanaya dan bersama-sama membes
"Dia bukan anakmu. Dia anakku," jawab Kanaya dengan tegas.Kanaya sangat mengenal watak Dimas yang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa pun yang dia inginkan, apalagi jika dia tahu Tania adalah darah dagingnya.“Apa kamu sudah menikah?” tanya Dimas dengan rasa sakit yang menusuk di hati. Dadanya sudah kembang kempis menunggu jawaban Kanaya.“I, iya.” Kanaya terpaksa berbohong karena takut Dimas akan merebut putrinya. Ia tidak mau kehilangan harta yang paling berharga dalam hidupnya.Jawaban Kanaya benar-benar melukai hati Dimas. Kanaya terpaksa berbohong karena tidak ingin berurusan lagi dengan Dimas, apalagi jika Dimas sampai merebut putrinya.“Semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu.” Dimas yang patah hati langsung memutus sambungan teleponnya secara sepihak. Dimas menghela napas berat, ini bukan saatnya untuk frustasi, ia harus mencari pekerjaan untuk melanjutkan sisa hidupnya.“Siapa yang telepon, Ma?” tanya Tania.“Teman Mama, Nak.” Jawab Kanaya membari mengusap ra