"Maaf ya, udah bikin kamu capek." tutur Alfian sembari mengusap punggung polos Nurmala dengan lembut."Nggak apa-apa, aku suka." Nurmala menyembunyikan wajahnya bergumul ke dalam ke dada Alfian. Mereka sudah beberapa kali melakukan hubungan suami-istri setelah Nurmala pulang dari rumah sakit. "Sudah malam, kamu jangan terlalu capek. Ayo tidur!" Alfian mengecupi puncak kepala Nurmala berulang kali. "Kan, kamu Mas yang bikin aku capek," balas Nurmala."Abis kamu enak, sih!" bisik Alfian di telinga Nurmala sambil terkekeh mendengar keluhan Nurmala. Bisikan Alfian membuat tubuh Nurmala terkesiap merinding. Dengan perlahan, Nurmala menyingkirkan tangan Alfian yang tengah membelit pinggangnya. Ia beringsut duduk, lalu menyisir rambutnya yang berantakan dengan jemari tangan, dan menggulungnya. Nurmala memunguti pakaiannya yang tergeletak di mana-mana."Mau kemana? Aku masih kangen." Alfian beringsut
Lima hari sudah berlalu, sepanjang perjalanan pulang menuju kota Jakarta, bibir Nurmala terus mengulas senyum bahagia.Dia sudah tidak sabar untuk bertemu Alfian, dia sudah sangat merindukan suaminya yang manja. Nurmala pulang lebih awal dari hari yang dijanjikannya pada Alfian. Ia sengaja tidak memberitahukan kepulangannya pada Alfian karena ingin memberikan kejutan. Alfian pasti sangat senang saat melihat Nurmala pulang.Dua jam kemudian, Nurmala sudah sampai di rumah Alfian. Dia mengistirahatkan tubuh lelahnya di atas ranjang, rasa lelah membuatnya dengan mudah terlelap.Pukul 3 sore Nurmala terbangun, ia pun melaksanakan sholat ashar, kemudian pergi ke dapur untuk memasak bahan yang tadi dibelinya saat perjalan pulang.Nurmala mulai mengeksekusi bahan dan mengolah lauk pauknya yang akan dimasak. Nurmala ingin membuat makanan yang istimewa untuk Alfian. Setelah 2 jam berkutat di dapur, semua makanan sudah matang. Nurmala mulai menata satu persatu makanan di atas meja makan dengan r
"Izinkan aku menjenguk Vanessa. Aku ingin melihat keadaannya." Walau bagaimana pun, dulu Alfian dan Vanessa pernah menjalin hubungan baik."Nggak apa-apa?" Nurmala mengangguk."Kamu tidak marah?""Jangan khawatir, aku tahu jenis laki-laki seperti apa yang harus kubuang dan laki-laki seperti apa yang harus aku pertahankan." Nurmala kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dengan tenang, walaupun rasa cemburu sedang melandanya."Kamu tidak cemburu aku mau menjenguk mantan pacarku? Apa kamu tidak akan berusaha mempertahankan aku jika ada perempuan yang mendekatiku?" Alfian merasa gusar, dia menatap Nurmala dengan intens. Pikirannya bertanya-tanya kenapa Nurmala terlihat santai begitu? Apakah Nurmala tidak mencintai Alfian? Bukankah jika cinta harusnya ada rasa cemburu?"Tergantung. Suami baik pasti kupertahankan dan sebaliknya. Aku tidak akan mempertahankan sampah, karena sampah cocoknya dengan tong sampah. Perselingkuhan tidak akan terjadi kalau tidak sama-sama mau," jawab Nurmala d
Alfian merasa gelisah, ia terus saja memandangi wajah Nurmala yang terlelap di sampingnya. Saat melihat wanita yang hendak melahirkan di rumah sakit tadi, sebenarnya Alfian juga takut akan terjadi hal buruk yang menimpa istrinya. Namun, Alfian tetap bersikap tenang supaya Nurmala tidak cemas. Tanpa terasa air mata menetes di sudut mata Alfian saat membayangkan posisi Nurmala berada dalam posisi wanita tadi."Kenapa aku jadi cengeng begini, sih?" gumam Alfian pelan sembari mengusap air bening yang mengalir di sudut matanya.Alfian mengingat kejadian tempo, lalu saat kecelakaan yang terjadi di lokasi syuting. Ada orang yang berniat untuk mencelakainya. Alfian takut orang itu juga akan menyakiti Nurmala. Alfian beranjak dari ranjang, dia mengemasi pakaian Nurmala dan pakaiannya sendiri ke dalam koper.Ternyata aktifitas yang dilakukan Alfian mengusik tidur nyenyak istrinya. Nurmala mulai membuka mata, dilihatnya Alfian yang sedang mengemasi pakaian. Nurmala beringsut duduk, lalu menguap
Alfian merasa gelisah, ia terus saja memandangi wajah Nurmala yang terlelap di sampingnya. Saat melihat wanita yang hendak melahirkan di rumah sakit tadi, sebenarnya Alfian juga takut akan terjadi hal buruk yang menimpa istrinya. Namun, Alfian tetap bersikap tenang supaya Nurmala tidak cemas. Tanpa terasa air mata menetes di sudut mata Alfian saat membayangkan posisi Nurmala berada dalam posisi wanita tadi."Kenapa aku jadi cengeng begini, sih?" gumam Alfian pelan sembari mengusap air bening yang mengalir di sudut matanya.Alfian mengingat kejadian tempo, lalu saat kecelakaan yang terjadi di lokasi syuting. Ada orang yang berniat untuk mencelakainya. Alfian takut orang itu juga akan menyakiti Nurmala. Alfian beranjak dari ranjang, dia mengemasi pakaian Nurmala dan pakaiannya sendiri ke dalam koper.Ternyata aktifitas yang dilakukan Alfian mengusik tidur nyenyak istrinya. Nurmala mulai membuka mata, dilihatnya Alfian yang sedang mengemasi pakaian. Nurmala beringsut duduk, lalu menguap
Alfian merasa gelisah, ia terus saja memandangi wajah Nurmala yang terlelap di sampingnya. Saat melihat wanita yang hendak melahirkan di rumah sakit tadi, sebenarnya Alfian juga takut akan terjadi hal buruk yang menimpa istrinya. Namun, Alfian tetap bersikap tenang supaya Nurmala tidak cemas. Tanpa terasa air mata menetes di sudut mata Alfian saat membayangkan posisi Nurmala berada dalam posisi wanita tadi."Kenapa aku jadi cengeng begini, sih?" gumam Alfian pelan sembari mengusap air bening yang mengalir di sudut matanya.Alfian mengingat kejadian tempo, lalu saat kecelakaan yang terjadi di lokasi syuting. Ada orang yang berniat untuk mencelakainya. Alfian takut orang itu juga akan menyakiti Nurmala. Alfian beranjak dari ranjang, dia mengemasi pakaian Nurmala dan pakaiannya sendiri ke dalam koper.Ternyata aktifitas yang dilakukan Alfian mengusik tidur nyenyak istrinya. Nurmala mulai membuka mata, dilihatnya Alfian yang sedang mengemasi pakaian. Nurmala beringsut duduk, lalu menguap
“Jangan melamun, nanti bisa kesambet.”"Eh!" Lamunan Revan buyar saat seseorang menepuk bahunya. Ia menoleh melihat seseorang yang berdiri di sampingnya dengan penyangga tongkat kruk di lengannya untuk menopang tubuhnya agar tidak jatuh."Roy," gumam Revan sembari memperhatikan tubuh Roy dari ujung kepala hingga kaki."Apa kabar? Lama tak jumpa," tanya Roy dengan ekspresi datar pandangannya lurus tertuju pada Vanessa yang terbaring tak sadarkan diri di ranjang."Baik, kau sendiri apa kabar?" Mata Revan fokus tertuju pada kaki Roy. Ia sudah salah sasaran, andaikan Roy tidak menyelamatkan Alfian waktu itu, nyawa Alfian pasti sudah melayang."Seperti yang kau lihat." Roy melihat kakinya sendiri yang pincang. Keduanya terlihat canggung tak seakrab dahulu."Om, supermarket di sini jauh nggak, Om?" Roy menoleh ke belakang melihat Toni yang duduk di kursi.“Cukup jauh kalau jalan kaki, Nak.”"Memangnya kau mau beli apa ke supermarket dengan kaki pincangmu itu?" tanya Revan.“Mau beli minum,
“Jangan melamun, nanti bisa kesambet.”"Eh!" Lamunan Revan buyar saat seseorang menepuk bahunya. Ia menoleh melihat seseorang yang berdiri di sampingnya dengan penyangga tongkat kruk di lengannya untuk menopang tubuhnya agar tidak jatuh."Roy," gumam Revan sembari memperhatikan tubuh Roy dari ujung kepala hingga kaki."Apa kabar? Lama tak jumpa," tanya Roy dengan ekspresi datar pandangannya lurus tertuju pada Vanessa yang terbaring tak sadarkan diri di ranjang."Baik, kau sendiri apa kabar?" Mata Revan fokus tertuju pada kaki Roy. Ia sudah salah sasaran, andaikan Roy tidak menyelamatkan Alfian waktu itu, nyawa Alfian pasti sudah melayang."Seperti yang kau lihat." Roy melihat kakinya sendiri yang pincang. Keduanya terlihat canggung tak seakrab dahulu."Om, supermarket di sini jauh nggak, Om?" Roy menoleh ke belakang melihat Toni yang duduk di kursi.“Cukup jauh kalau jalan kaki, Nak.”"Memangnya kau mau beli apa ke supermarket dengan kaki pincangmu itu?" tanya Revan.“Mau beli minum,