Pada akhirnya, Sutrisno membawa bawahannya pergi dengan murka. Winola menghela napas lega, tetapi masih belum melepaskan tangannya dari Yoga. Dia berujar, "Suamiku, antar aku ke kamar yuk."Yoga tidak berani menatap Karina ataupun Nadya. Dia memaksakan diri untuk membawa Winola ke kamar tamu di lantai atas.Setelah masuk dan menutup pintu, Winola sontak mendorong Yoga. Dia menggertakkan gigi sambil memaki, "Berengsek! Siapa suruh kamu menyentuh perutku?""Jangan marah-marah dong. Nanti janinmu kenapa-napa," goda Yoga."Tutup mulutmu! Pergi sana! Jangan sampai aku melihatmu lagi!" hardik Winola."Kamu punya wajah cantik, tapi hatimu busuk sekali. Kamu kira aku mau sekamar dengan harimau betina sepertimu? Cepat beri tahu aku informasi tentang ayahku. Setelah itu, aku baru pergi," ucap Yoga."Kamu mengataiku harimau betina?" tanya Winola sambil menggertakkan giginya."Sudah, sudah, anggap aku salah bicara. Cepat beri tahu informasi tentang ayahku," ujar Yoga."Ayahmu belum mati. Dia masih
"Kalau kamu bersikap baik dan menunjukkan nilaimu, aku bisa mempertimbangkanmu bergabung dengan Keluarga Bramasta," ucap Winola.Yoga merasa lucu. "Bergabung dengan Keluarga Bramasta? Kamu nggak malu mengatakan ini? Oh ya, apa pendapatmu tentang kedua wanita di luar tadi?""Sangat cantik," jawab Winola."Mereka bukan cuma cantik, tapi juga kaya. Aku bisa menikahi mereka berdua sekaligus dan nggak perlu bekerja seumur hidup. Aku akan menikmati pelayanan layaknya seorang raja.""Masa aku melepaskan kehidupan bahagia seperti itu dan memilih bergabung dengan keluargamu cuma untuk diinjak-injak? Mungkin aku bisa menerima tawaranmu kalau otakku bermasalah," cela Yoga."Kamu ...." Wajah Winola memerah lagi. Dia berkata, "Mereka cuma manusia biasa yang rendahan. Masa kamu membandingkannya dengan keluarga kultivator kuno yang mulia?"Mulia? Yoga terkekeh-kekeh dan bertanya, "Biar kutanya dulu, apa Tuan Bimo kultivator kuno?""Bukan, dia ahli bela diri di dunia pesilat kuno," sahut Winola."Seta
Yoga sampai tidak tahu harus mengatakan apa. Ternyata semua ibu sama. Mereka ingin semua wanita cantik menjadi menantu mereka.Yoga segera mengalihkan topik pembicaraan. "Ibu, aku punya kabar baik untukmu. Ayah mungkin masih hidup."Ayu tidak terlihat terkejut. Dia bertanya, "Kenapa kamu kelihatan begitu yakin?"Yoga memberi tahu Ayu tentang informasi yang diberikan Winola. Ayu mengangguk sambil berkata, "Sebenarnya aku sudah menebaknya sejak awal.""Oh ya? Gimana kamu bisa tahu Ayah masih hidup?" tanya Yoga dengan heran."Kalau bukan karena dia, kamu rasa kamu bisa menemukanku secepat itu dan menolongku? Kamu bertemu peluang besar dan selamat dari musibah juga mungkin karena pengaturannya," sahut Ayu.Yoga terkesiap. Pantas saja, dia selalu merasa ada kekuatan misterius yang membantunya. Sepertinya memang ayahnya diam-diam mengatur semua ini. Ayahnya mengatur permainan sebesar ini tanpa diketahui oleh siapa pun. Sungguh hebat dan misterius!"Ibu, Ayah mungkin dalam bahaya besar. Aku a
Sorot mata Karina dan Nadya yang sudah membaik sontak dipenuhi niat membunuh lagi. Yoga benar-benar lelah! Lagi-lagi ada wanita yang datang! Bagaimana dia bisa hidup tenang?Wenny termangu melihat tindakan Hilda. Hilda berinisiatif memeluk Yoga? A ... anak ini benar-benar jatuh cinta pada Yoga? Sialan! Apa yang dilakukan Yoga pada sahabatnya ini?Yoga buru-buru menjelaskan, "Semuanya, tolong jangan salah paham. Biar kuperkenalkan dulu. Ini Hilda, ini Wenny. Kami cuma teman biasa. Aku menganggap mereka sebagai adikku.""Benar, kalian jangan salah paham. Aku menganggap Kak Yoga sebagai kakakku," jelas Hilda segera.Yoga tentu merasa lega mendengarnya. Namun, Hilda tiba-tiba berujar, "Omong-omong, aku sudah memikirkan nama untuk anak kita nanti. Kalau anak perempuan, kita namai dia Leah. Kalau anak laki-laki, kita namai dia Gavin. Gimana?"Ini benar-benar gawat! Yoga akan sulit untuk menjelaskannya. Situasi macam apa ini? Kenapa para wanita ini terus menyiksanya?Karina dan Nadya sampai m
Selesai berbicara, kedua wanita itu menatap Yoga lekat-lekat, menunggu jawaban darinya. Yoga sungguh kewalahan sekarang. Ini benar-benar pilihan yang mematikan.Pada akhirnya, Yoga menginjak Asta dan membatin, 'Sahabatku, kamu harus membantuku sekarang. Aku dalam masalah besar!'Asta menyesal karena sudah berjanji akan membantu Yoga. Situasi jauh lebih rumit daripada yang dibayangkannya. Dia awalnya mengira hanya perlu menghadapi 2 wanita, tetapi sekarang ada 4. Bagaimana bisa orang biasa seperti dia mengatasi masalah ini?Saat ini, ponsel Asta tiba-tiba berdering. Asta pun merasa lega. Dia segera bangkit dan berkata, "Aku jawab telepon dulu."Usai mengatakan itu, Asta bergegas pergi, meninggalkan Yoga menikmati medan perang sendirian. Wajah Yoga sungguh masam. Asta sialan! Berani sekali dia!Ketika Yoga masih kewalahan, Asta tiba-tiba kembali dan meraih lengan Yoga. Dia menarik Yoga dan berteriak, "Cepat ikut aku! Terjadi sesuatu pada ibuku!""Apa? Cepat, cepat sedikit!" seru Yoga sam
Yoga berkata, "Bibi, ini aku, Yoga. Beri tahu aku apa yang terjadi. Tenang saja, aku pasti akan memberimu keadilan.""Yoga?" Friska memfokuskan pandangannya, lalu segera mengenali Yoga. Dia meraih tangan Yoga dengan antusiasme sambil berujar, "Yoga, ternyata kamu masih hidup. Kukira kamu meninggal dalam kebakaran waktu itu. Syukurlah! Keluarga Kusuma masih punya keturunan."Friska terharu hingga meneteskan air mata. Dia menggenggam tangan Yoga untuk waktu lama. Dia telah menganggap Yoga sebagai putranya, makanya begitu terharu sekarang.Yoga menenangkan Friska, lalu berkata, "Bibi, beri tahu aku apa yang terjadi. Tenang saja, aku pasti memberimu keadilan.""Nggak ada kok. Aku cuma nggak sengaja terjatuh," sahut Friska sambil mengalihkan pandangannya. Dia tidak ingin memberi tahu kebenarannya kepada mereka."Asta, ayo kita pulang. Kita harus merayakan kepulangan Yoga. Aku akan masak untuk kalian," ujar Friska.Asta melirik Yoga dengan bingung. Dia tidak tahu harus melakukan apa untuk se
Saat berikutnya, kedua perawat itu akhirnya bereaksi kembali. Mereka membentak, "Siapa yang menyuruh kalian masuk? Cepat keluar!"Yoga berkata dengan dingin, "Kalian terluka saat mengurus pasien. Sebagai kerabat pasien, mana mungkin kami nggak menjenguk kalian?""Jangan sok baik. Kami nggak butuh kalian menjenguk kami! Kami mau kalian bayar kompensasi!" hardik kedua perawat itu."Tapi, kalian nggak terluka. Kenapa kami harus membayar?" tanya Yoga dengan tidak acuh."Apa maksudmu? Kamu nggak mau bayar ya? Kalau begitu, beri tahu saja direktur rumah sakit ini!" sahut kedua perawat itu dengan galak."Aku nggak bilang nggak mau bayar. Aku bisa saja membayarnya. Tapi, kalian harus terluka dulu," bantah Yoga.Ketika melihat sorot mata Yoga yang dipenuhi niat membunuh, kedua perawat itu sontak panik."Jangan mendekat! Diam di sana!""Apa maumu? Jangan macam-macam ya!"Yoga telah berdiri di depan mereka. Kedua perawat itu ingin kabur, tetapi tidak bisa bergerak saking takutnya. Mereka hanya bi
Kanaya melirik kedua orang itu, lalu terkekeh-kekeh dan berkata, "Kukira siapa. Ternyata Asta dan Yoga."Ketika melihat wajah Kanaya yang tampak bangga, Asta sontak mengepalkan tangannya. Dulu Kanaya adalah anak yatim piatu. Ayah Asta mengadopsinya karena merasa kasihan padanya. Kanaya hanya anak angkat, tetapi diperlakukan layaknya anak kandung.Semua barang yang dimiliki oleh Asta pasti dimiliki oleh Kanaya juga. Di beberapa aspek, perlakuan yang didapat Kanaya bahkan jauh lebih baik daripada Asta.Setelah Keluarga Sitorus diserang oleh Keluarga Fatah, Kanaya pun mengkhianati mereka dan berdiri di pihak Keluarga Fatah. Parahnya, wanita ini menggugat ayah dan kedua kakak Asta, mengatakan mereka menjadikannya alat pelampiasan hasrat dan memperlakukannya dengan kasar.Semua ini sudah pasti rencana Keluarga Fatah. Seketika, kabar ini tersebar ke seluruh Provinsi Sadali. Ayah dan kedua kakak Asta pun dihujat habis-habisan hingga akhirnya masuk penjara.Di dalam penjara, ayah dan kedua kak