Yoga berkata, "Bibi, ini aku, Yoga. Beri tahu aku apa yang terjadi. Tenang saja, aku pasti akan memberimu keadilan.""Yoga?" Friska memfokuskan pandangannya, lalu segera mengenali Yoga. Dia meraih tangan Yoga dengan antusiasme sambil berujar, "Yoga, ternyata kamu masih hidup. Kukira kamu meninggal dalam kebakaran waktu itu. Syukurlah! Keluarga Kusuma masih punya keturunan."Friska terharu hingga meneteskan air mata. Dia menggenggam tangan Yoga untuk waktu lama. Dia telah menganggap Yoga sebagai putranya, makanya begitu terharu sekarang.Yoga menenangkan Friska, lalu berkata, "Bibi, beri tahu aku apa yang terjadi. Tenang saja, aku pasti memberimu keadilan.""Nggak ada kok. Aku cuma nggak sengaja terjatuh," sahut Friska sambil mengalihkan pandangannya. Dia tidak ingin memberi tahu kebenarannya kepada mereka."Asta, ayo kita pulang. Kita harus merayakan kepulangan Yoga. Aku akan masak untuk kalian," ujar Friska.Asta melirik Yoga dengan bingung. Dia tidak tahu harus melakukan apa untuk se
Saat berikutnya, kedua perawat itu akhirnya bereaksi kembali. Mereka membentak, "Siapa yang menyuruh kalian masuk? Cepat keluar!"Yoga berkata dengan dingin, "Kalian terluka saat mengurus pasien. Sebagai kerabat pasien, mana mungkin kami nggak menjenguk kalian?""Jangan sok baik. Kami nggak butuh kalian menjenguk kami! Kami mau kalian bayar kompensasi!" hardik kedua perawat itu."Tapi, kalian nggak terluka. Kenapa kami harus membayar?" tanya Yoga dengan tidak acuh."Apa maksudmu? Kamu nggak mau bayar ya? Kalau begitu, beri tahu saja direktur rumah sakit ini!" sahut kedua perawat itu dengan galak."Aku nggak bilang nggak mau bayar. Aku bisa saja membayarnya. Tapi, kalian harus terluka dulu," bantah Yoga.Ketika melihat sorot mata Yoga yang dipenuhi niat membunuh, kedua perawat itu sontak panik."Jangan mendekat! Diam di sana!""Apa maumu? Jangan macam-macam ya!"Yoga telah berdiri di depan mereka. Kedua perawat itu ingin kabur, tetapi tidak bisa bergerak saking takutnya. Mereka hanya bi
Kanaya melirik kedua orang itu, lalu terkekeh-kekeh dan berkata, "Kukira siapa. Ternyata Asta dan Yoga."Ketika melihat wajah Kanaya yang tampak bangga, Asta sontak mengepalkan tangannya. Dulu Kanaya adalah anak yatim piatu. Ayah Asta mengadopsinya karena merasa kasihan padanya. Kanaya hanya anak angkat, tetapi diperlakukan layaknya anak kandung.Semua barang yang dimiliki oleh Asta pasti dimiliki oleh Kanaya juga. Di beberapa aspek, perlakuan yang didapat Kanaya bahkan jauh lebih baik daripada Asta.Setelah Keluarga Sitorus diserang oleh Keluarga Fatah, Kanaya pun mengkhianati mereka dan berdiri di pihak Keluarga Fatah. Parahnya, wanita ini menggugat ayah dan kedua kakak Asta, mengatakan mereka menjadikannya alat pelampiasan hasrat dan memperlakukannya dengan kasar.Semua ini sudah pasti rencana Keluarga Fatah. Seketika, kabar ini tersebar ke seluruh Provinsi Sadali. Ayah dan kedua kakak Asta pun dihujat habis-habisan hingga akhirnya masuk penjara.Di dalam penjara, ayah dan kedua kak
Masalah ini tentu tidak akan berakhir begitu saja. Asta menarik Kanaya yang sekarat ke UGD dan Yoga melepaskan para satpam itu. Sebelum pergi, dia memperingatkan, "Pergi sana! Siapa pun yang berani ikut campur akan kubunuh!"Karena merasakan niat membunuh dari sosok Yoga, orang-orang itu pun ketakutan. Mereka merasa lega dan buru-buru kabur. Apakah pemuda ini bukan manusia? Kenapa tubuh mereka seperti lepas kendali tadi?Setelah memasuki UGD, Kanaya merasakan ancaman besar. Dia segera bersujud kepada Asta sambil memohon, "Kak, aku minta maaf. Aku sudah salah. Aku memang nggak pantas disebut manusia. Ampuni aku. Aku nggak akan mengulanginya lagi."Wajah Asta tampak gusar. Dia membentak, "Kamu sudah membunuh ayah dan kedua kakakku! Kamu kira semua bisa selesai hanya dengan permohonan maafmu? Gimana kalau aku membunuhmu dulu, baru minta maaf padamu?"Kanaya memohon lagi, "Kak, bukan aku yang membunuh mereka. Daniel yang mencari orang untuk mendesak mereka hingga mati di penjara. Ini bukan
Pukulan Asta yang bertubi-tubi saja tidak sesakit ini. Akan tetapi, Kanaya masih bisa menahan rasa sakit ini. Asalkan bertahan dari 5 jarum itu, dia akan memperoleh kebebasan.Yoga menancapkan jarum kedua dan ketiga pada saat bersamaan. Kanaya sontak berteriak histeris saking sakitnya.Begitu kedua jarum itu ditancapkan, rasanya seperti ada aliran lahar yang bergolak di dada Kanaya. Organ dalamnya seperti akan matang! Sakit sekali!Kanaya yang tidak tahan lagi akhirnya berkata dengan lantang, "Aku akan memberi tahu semuanya. Cepat cabut jarumnya dari tubuhku!"Ekspresi Yoga tampak tidak puas. Dia berujar, "Ini baru jarum ketiga. Masih ada 2 jarum. Bertahanlah sebentar lagi. Nanti kamu bisa bebas lho.""Nggak bisa lagi. Sakit sekali. Huhu ...." Kanaya kesakitan hingga berguling-guling di lantai. "Aku akan memberi tahu kalian semuanya ...."Sebelum selesai berbicara, Kanaya sudah kehilangan kesadarannya. Yoga pun memaki dan hendak mencabut ketiga jarum itu dari tubuh Kanaya.Akan tetapi,
Daniel ini sungguh hina!Yoga berkata, "Aku nggak percaya pada omonganmu, kecuali kamu bisa memberiku bukti.""Aku punya buktinya!" Kanaya segera mengeluarkan ponselnya. Ada banyak video yang tersimpan di sana."Supaya merasakan rangsangan yang berbeda, Daniel selalu menyuruhku merekam di samping. Dia menggunakan video ini untuk mengancam para mahasiswi itu. Kalau mereka berani membocorkan masalah ini, dia akan menyebarkan video itu," jelas Kanaya.Yoga melirik sekilas video itu. Bukan hanya ada Daniel dan pasangan ranjangnya, tetapi masih ada orang lain. Yoga langsung merebut ponsel itu. Video ini sudah cukup untuk membuat Daniel dijatuhi hukuman mati.Saat ini, terdengar makian seseorang dari luar. "Asta, beraninya kamu membuat kekacauan di rumah sakit Pak Daniel! Keluar! Akan kuhabisi kamu!"Kanaya segera memberi tahu, "Yang datang adalah pengawal pribadi Daniel, Malaikat Maut. Orang-orang yang kalian utus untuk menjaga Ibu ditangkap oleh mereka. Dia juga yang mengambil ginjal kedua
Malaikat Maut menatap Asta dengan ekspresi mencemooh. "Majulah, biar kulihat sehebat apa kamu. Kudengar kamu jadi kuli sekarang. Pasti tenagamu sangat besar, 'kan? Sayangnya, tenaga besarmu itu nggak ada apa-apanya di mata kami."Kedua pria kekar itu menggulung lengan baju mereka dan memperlihatkan aura terkuat. Mereka bersiap-siap untuk mematahkan tangan dan kaki Asta. Mereka sudah mencapai tingkat kaisar master.Sayangnya, di hadapan Yoga, pesilat dengan tingkatan seperti ini tidak ada bedanya dengan semut. Yoga turut mengerahkan aura dahsyatnya untuk menekan aura kedua pria kekar itu.Seketika, Malaikat Maut merasa dunia mereka seolah-olah akan runtuh. Ada tekanan besar yang menekan mereka, membuat mereka sesak napas dan tidak bisa berkutik.Pada akhirnya, mereka berlutut di lantai. Tulang lutut mereka pun remuk dan terlihat lubang besar di lantai.Kini, mereka sungguh keheranan. Mereka telah berkecimpung di dunia persilatan selama bertahun-tahun, tetapi tidak pernah bertemu ahli be
Begitu merasakan aura ini, Malaikat Maut langsung tercengang. Bimo, sang dewa dunia seni bela diri kuno. Ini aura Bimo yang terkenal itu!Bagaimana Yoga bisa melepaskan aura Bimo? Apakah dia Bimo, orang yang belum lama ini membuat teror di dunia persilatan?Malaikat Maut benar-benar panik. Cecunguk kecil seperti mereka mana sanggup memprovokasi orang sehebat ini?Yoga berkata, "Ini kesempatan terakhir ....""Nggak, nggak mungkin! Tuan Bimo itu petarung dari era seni bela diri kuno. Kamu jelas orang dari dunia modern, kamu nggak mungkin dia!" sela Malaikat Maut."Kalian pernah mendengar tentang pengambilalihan tubuh?" tanya Yoga.Pengambilalihan tubuh! Ya, pasti begitu. Tidak ada penjelasan lain selain itu. Malaikat Maut langsung percaya.Bimo adalah sosok yang mereka puja dan sembah. Tidak ada yang lebih hebat dari kepercayaan absolut di dunia ini. Keduanya seketika tunduk pada Yoga."Tuan Bimo, kami bersedia menjelaskan semuanya," ucap Hitam.Putih pun menimpali, "Mati di tangan Tuan
Sutrisno dan Winola langsung menganggukkan kepala, lalu segera berlari ke ruang makam di depan.Tanpa adanya beban yang mengganggu, pandangan Yoga perlahan-lahan beralih ke arah Farel. Kali ini, tempat ini akan menjadi tempat untuk mengakhiri dendam antara dia dan Farel."Serang!" teriak Yoga sambil mengentakkan kakinya dan langsung menyerang. Aura yang tajam di sekitar pun menghantam tubuhnya, tetapi hanya pakaiannya yang koyak-koyak. Sementara itu, tubuhnya sendiri tetap seperti semula, tidak terluka sedikit pun."Apa-apaan ini? Kamu pakai senjata ajaib tingkat jumantara sebagai pelindung?" tanya Farel yang langsung terkejut. Selain itu, dia tidak bisa memikirkan alasan lain. Bagaimana mungkin serangannya yang begitu kuat malah tidak melukai Yoga sedikit pun?"Huh! Untuk apa aku pakai benda seperti itu?" kata Yoga dengan cuek. Kekuatan fisiknya sudah mencapai tingkat yang tidak bisa dipahami oleh orang biasa. Bagaimana mungkin kekuatan seorang kultivator jenderal bisa menyakitinya?
"Apa hebatnya kultivator prajurit itu? Tapi, kamu nggak perlu tahu soal itu, kamu hanya perlu tahu kamu akan mati di sini," kata Yoga dengan aura membunuh yang menyebar dan perlahan-lahan mendekati Farel dengan langkah yang sangat berat."Kamu berani membunuhku?" teriak Farel dengan marah dan mata yang membelalak."Kenapa kalau aku membunuhmu?" kata Yoga dengan senyuman yang menyindir."Ibumu pun nggak berani menyentuhku, kamu malah berani membunuhku? Kalau dia tahu, kamu pasti akan menerima akibatnya. Apalagi kalau Keluarga Husin yang tahu masalah ini, ibumu akan mendapat masalah," ancam Farel dengan segera. Seperti sebelumnya, Yoga sebenarnya bisa membunuhnya. Namun, Ayu menghentikannya, sehingga Yoga tidak bisa bergerak.Namun, Yoga tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Dia menunjuk pada Sutrisno dan berkata sambil tersenyum, "Keluarga Salim yang merupakan salah satu dari empat keluarga besar di dunia kultivator kuno pun kamu berani membunuh. Bukankah tadi kamu sendiri yang mengatakan a
Yoga menunjuk ke satu arah dan berkata dengan tenang, "Sudah mati. Pergi lihat saja sendiri, sekalian ikut mati di sana.""Apa?"Farel menjadi makin marah karena dia tidak bisa menerima kenyataan itu dan memerintahkan kultivator prajurit lainnya, "Bunuh dia!"Ekspresi kultivator prajurit itu menjadi serius dan merasa sangat tegang. Dia menatap Yoga, tetapi dia tidak bisa melihat dengan jelas kekuatan lawannya itu. Seolah-olah ada lapisan kabut tipis yang menyelimuti sosok Yoga."Kamu nggak mungkin bisa membunuh mereka. Hari ini aku akan melihat sendiri apa yang sebenarnya telah terjadi," kata kultivator prajurit itu dengan dingin dan langsung menyerang Yoga. Tidak ada yang percaya Yoga memiliki kekuatan untuk melawan seorang kultivator prajurit."Huh!" Yoga tersenyum dingin dan tatapannya terlihat menyindir. Menghadapi serangan lawan, dia tidak menghindar dan hanya berdiri di tempat dengan diam. Seolah-olah, dia sengaja menunggu lawannya menyerang."Matilah!" teriak kultivator prajurit
Farel tersenyum dengan sangat sombong. Dia mengira Sutrisno dan Winola bisa datang ke sini karena melarikan diri. Sementara itu, Yoga sudah ditangkap dan dibunuh dengan kejam oleh tiga kultivator prajurit itu."Farel, aku ini tuan muda Keluarga Salim, kamu cari mati atau ingin membawa bencana bagi Keluarga Husin?" kata Sutrisno dengan nada dingin dan melangkah maju. Bagaimanapun juga, Keluarga Salim adalah keluarga nomor satu di dunia kultivator kuno, sehingga Keluarga Husin tidak bisa menandingi reputasi dan kekuatan mereka. Dia tidak percaya Farel ini berani membunuhnya."Huh! Ini adalah ruang rahasia, kenapa kalau kamu mati? Tempat ini sudah seperti dunia yang terpisah, nggak ada orang yang akan tahu kalau kamu mati. Bukan hanya kamu, Keluarga Bramasta juga begitu. Semuanya harus mati di sini," kata Farel sambil tertawa terbahak-bahak dengan sangat liar. Kata-katanya yang dingin membuat suasana di seluruh makam ini penuh dengan aura membunuh.Ekspresi Sutrisno dan Winola langsung me
"Jangan menahan diri lagi! Selama orang ini nggak mati, kita semua nggak akan tenang!"Sekejap kemudian, ketiga kultivator prajurit itu serentak menyerang Yoga dengan penuh amarah dan kebencian. Wajah mereka memancarkan kemarahan yang meluap-luap. Setiap langkah mereka dipenuhi dengan niat membunuh.Namun, kekuatan Yoga saat ini sudah mencapai puncak kultivator jenderal tahap jumantara. Dia hanya tinggal selangkah lagi untuk menembus ke tingkat kultivator raja, bahkan bisa dibilang satu kakinya sudah berada di sana. Mana mungkin ketiga kultivator prajurit ini bisa menjadi lawannya?Dengan tenang, Yoga mengangkat tinjunya yang memancarkan kilatan petir terang. Listrik memelesat ke segala arah.Hanya dengan satu pukulan, ketiganya langsung terpental keras ke tanah. Kekuatan penghancur yang dahsyat itu membuat mereka muntah darah. Tubuh mereka dipenuhi luka-luka yang begitu mengerikan hingga membuat siapa pun bergidik ngeri.Ketiga kultivator prajurit itu menatap Yoga dengan wajah penuh k
Dalam sekejap, suasana di sekitar mereka menjadi tegang dan mencekam. Udara terasa begitu berat, seperti ditindih sesuatu yang menakutkan.Yoga dan yang lainnya segera menoleh ke arah suara itu dan memandang orang-orang yang baru tiba. Begitu melihat bahwa itu adalah tiga orang kultivator prajurit, mereka langsung mengernyit."Kalian balik lagi?" Yoga dan yang lainnya terkejut. Perlu diketahui, kemunculan sisik hitam sebelumnya yang menyelamatkan mereka dari serangan para kerangka. Fakta bahwa tiga orang ini berhasil sampai di sini pasti berkaitan dengan ledakan besar barusan."Farel di mana? Kenapa dia nggak bareng kalian?" tanya Yoga sambil menatap mereka dengan tenang."Hmph! Membunuhmu cukup dengan kami bertiga. Bersiaplah untuk mati!" ucap salah satu dari mereka dengan dingin sambil langsung menyerang Yoga.Winola dan Sutrisno langsung tertegun. Raut wajah mereka menunjukkan ekspresi kaget. Mereka tidak menyangka, para kultivator prajurit ini begitu tegas dan langsung mengejar mer
Semua orang segera bergerak maju karena ingin melihat apa yang tersembunyi di depan. Pada saat yang sama, mereka menemukan sebuah lubang yang dalam di tanah. Itu tepat di lokasi tempat para kerangka tadi berada."Gawat! Mayat Yoga dan yang lainnya nggak ada!" seru Farel. Dia langsung merasakan bulu kuduknya berdiri, seolah menyadari sesuatu.Ketika yang lain melihat situasi itu, mereka juga merasa ngeri dan heran. Di momen itu juga, mereka semua menyadari bahwa Yoga pasti telah melarikan diri."Mana mungkin? Kenapa mereka nggak mati?""Apakah kerangka-kerangka itu sengaja menghindari Yoga dan yang lainnya?""Sialan! Yoga pasti sudah pergi ke tempat lain. Kita nggak boleh membiarkan dia mendapatkan harta karun itu!"Semua orang mulai panik dan marah. Kalau Yoga berhasil menemukan harta itu, siapa yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya?Farel segera memberi perintah sebelum berbalik dan masuk ke dalam lubang, "Kalian kejar Yoga! Aku akan masuk ke dalam lubang ini!"Para kultivator p
Yoga menatap Sutrisno dengan ekspresi yang makin aneh. Wajahnya memancarkan campuran rasa bingung dan canggung. Lukisan Masa Pijat? Apakah dua orang senior itu benar-benar melakukan hal yang sekeren itu?Dengan ekspresi muram, Winola berucap dengan nada dingin, "Itu namanya Lukisan Masa Depan! Bukan masa pijat. Lukisan Masa Pijat cuma trik pemasaran dari tempat-tempat pijat itu.""Oh, begitu ya? Aku benar-benar nggak tahu soal itu," jawab Sutrisno dengan raut rajah kebingungan."Kamu diam saja dulu!" seru Yoga yang memberi Sutrisno tatapan tajam. Dia tidak ingin mendengar lagi ucapannya."Lukisan Masa Depan adalah karya mereka berdua. Itu adalah 60 gambar yang meramalkan masa depan. Banyak di antaranya telah terbukti benar-benar terjadi," jelas Winola.Winola menambahkan, "Mereka bahkan menyatakan bahwa sejarah manusia akhirnya akan menuju dunia yang damai, di mana nggak ada lagi perbedaan antara hitam dan putih, utara dan selatan, kota dan desa, aku dan kamu. Semuanya akan bersatu dal
Aura kuat yang terpancar dari sosok itu membuat ketiga orang tersebut merasakan getaran dalam hati mereka. Orang itu berada di posisi yang jauh lebih tinggi, bahkan jauh di atas mereka semua.Yoga menatap bayangan itu dengan rasa penasaran yang makin besar. Dia mengerucutkan bibirnya, lalu menunjuk ke arah sosok tersebut dan bertanya dengan penasaran, "Ini ... bukannya ... Tuan Bimo?""Betul sekali!" Winola dan Sutrisno mengangguk bersamaan dengan ekspresi serius.Yoga tiba-tiba menyadarinya. Tidak heran sosok itu terlihat sangat familier. Ternyata, yang tergambar di lukisan itu adalah Bimo. Seribu tahun yang lalu, orang tua ini ternyata begitu terkenal?Yoga meledek, "Lihatlah, begitulah penampilanmu dalam catatan sejarah. Bikin iri deh."Bimo menimpali dengan bangga, "Sekarang, kamu baru sadar lagi berhadapan sama tokoh yang begitu luar biasa, 'kan?"Namun, Yoga langsung membalas, "Tapi ujung-ujungnya tetap kalah, 'kan?"Bimo kehabisan kata-kata. Sebuah kalimat dari Yoga langsung mem