Share

Bab 5

Penulis: Vodka
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-28 17:02:58
Nadya akhirnya tidak tahan lagi. Dia berteriak dengan suara pelan, “Petugas keamanan, usir orang gila ini keluar!”

“Baik.” Dua petugas keamanan berjalan mendekat dan ingin mengusir Yoga keluar.

Sebelum mereka bisa melakukannya, Yoga sudah menghitung sampai angka ‘satu’.

Begitu kata ‘satu’ terucap, tiba-tiba saja terjadi perubahan yang aneh.

Bocah laki-laki itu membuka mulutnya dan memuntahkan darah kotor. Pada saat yang bersamaan, tubuhnya juga kejang-kejang dan mulutnya berbusa. Napasnya tersengal-sengal dan wajahnya menjadi pucat pasi.

Adegan yang terjadi secara tiba-tiba itu, langsung membuat ibu si bocah laki-laki menangis. “Kamu kenapa, Nak? Jangan menakuti Ibu?”

Danu sendiri juga takut dan bingung. “Profesor Hendra, apa yang terjadi? Ini … ini gejala normal, ‘kan? Tolong jelaskan padaku.”

Profesor Hendra buru-buru memeriksa bocah tersebut. “Jangan khawatir, Pak Danu …”

Setelah selesai memeriksa, Profesor Hendra menjadi pucat pasi. “Bagaimana ini bisa terjadi? Seharusnya ini nggak boleh terjadi.”

“Si*lan!” Nadya mengumpat pelan dan langsung berlari untuk memeriksa kondisi bocah tersebut.

Selesai memeriksa, tangan dan kaki Nadya terasa dingin.

Bocah itu sulit untuk bernapas. Menurut kondisi saat ini, dia tidak akan bisa bertahan lebih dari lima menit lagi.

Jika bocah ini mati … Nadya tidak berani lagi memikirkannya.

Melihat reaksi mereka berdua, Danu tahu jika terjadi sesuatu yang buruk.

Dia berteriak dengan marah, “Nadya, nggak peduli metode apa pun yang kamu gunakan, kamu harus menyelamatkan anakku! Kalau nggak, tanggung sendiri akibatnya!”

Ibu bocah laki-laki itu juga merasa remuk redam. Dia mengacungkan kuku jarinya ke wajah Nadya, “Dasar b*jingan jahat! Kamu harus mengganti kerugian anakku! Ganti rugi!”

Nadya memejamkan matanya dengan putus asa. Sekarang, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan hanyalah membiarkan mereka melampiaskan amarahnya. Lalu, memohon pengampunan pada mereka.

Namun, kuku jari lawan bicaranya tidak kunjung menyentuh wajahnya. Nadya pun membuka matanya karena terkejut.

Terlihat sebuah tangan yang kokoh tengah mencengkeram kuat-kuat tangan ibu bocah laki-laki itu dan melindungi Nadya.

Menyusuri tangan yang kokoh itu, Nadia menemukan jika tangan tersebut adalah tangan Yoga.

Pada saat itu, muncul perasaan aneh di dalam hati Nadya.

Ada begitu banyak orang di ruangan tersebut. Tidak sedikit teman dan orang kepercayaan Nadya. Namun, pada akhirnya malah orang asing yang melindungi Nadya. Benar-benar ironis.

Ibu bocah laki-laki itu berteriak dengan marah, “Lepaskan aku, b*jingan! Aku akan membunuh b*jingan jahat itu!”

“Kalau anakmu adalah sukarelawan dalam uji klinis, seharusnya kalian sudah menandatangani surat pemberitahuan risiko sebelumnya,” kata Yoga dengan santai. “Grup Magani nggak bertanggung jawab atas semua kecelakaan medis yang terjadi selama uji coba klinis. Kalian nggak punya hak untuk meminta pertanggungjawaban mereka. Apalagi merenggut nyawa mereka.”

“Omong kosong!” Ibu bocah laki-laki itu mengumpat, “Kamu melindunginya. Kamu juga harus mati!”

“Kalau aku mati, bocah ini juga pasti akan mati,” kata Yoga. “Sebaliknya, kalau sekarang kamu meminta bantuanku, mungkin dia masih punya kesempatan untuk bertahan hidup.”

“Kalian semua diam!” teriak Danu. Mata Danu tertuju pada Yoga. “Kamu bilang, kamu bisa menyelamatkan anakku?”

Yoga mengangguk.

Danu melirik anaknya yang menggeliat kesakitan. Sambil menggertakkan giginya, dia pun mengambil keputusan. “Baiklah. Kalau begitu, selamatkan anakku.”

“Aku nggak setuju!” Nadya langsung berteriak, “Dia hanya sopir, yang tahu cara mengendarai mobil. Dia sama sekali nggak tahu apa-apa tentang ilmu kedokteran. Menyuruhnya menyelamatkan orang adalah omong kosong!”

Kemudian, Nadya merendahkan suaranya dan berkata kepada Yoga, “Kamu nggak tahu, seberapa berbahayanya situasi ini. Sebaiknya kamu nggak terlibat dalam masalah ini. Cepat pergi.”

Nadya tidak ingin melibatkan orang yang tidak bersalah.

Danu merasa ragu-ragu. Dia menatap Profesor Hendra. “Profesor Hendra, bagaimana menurutmu?”

“Melihat kondisi pasien saat ini, sekalipun guruku, Dewa Medis, ada di sini, dia juga nggak akan bisa berbuat apa-apa. Apalagi, dia hanya sopir yang nggak tahu ilmu kedokteran,” kata Profesor Hendra.

Harapan terakhir di hati Danu ikut hancur. Dia benar-benar bertindak gegabah karena panik, dengan menaruh harapan kepada seorang sopir.

“Tidak tahu ilmu kedokteran? Lantas, aku menghitung mundur tadi untuk apa?” tanya Yoga dengan dingin.

Tiba-tiba saja, semua orang langsung mengerti.

Ya, barusan Yoga menghitung mundur sampai angka sepuluh. Tiba-tiba saja, pasien mengalami kejadian yang tidak terduga. Hal ini menunjukkan Yoga sudah tahu bahwa pasien akan mengalami kejadian seperti itu.

Bagaimana mungkin mengatakan bahwa Yoga tidak mengetahui ilmu kedokteran?

Kata-kata Yoga inilah yang membuat Danu benar-benar membulatkan tekadnya. “Baiklah. Kamu yang akan menyembuhkannya. Segera lakukan sekarang juga!”

Nadya ingin kembali mencegahnya. Namun, Yoga sudah terlanjur berjalan menghampiri pasien dan memeriksanya.

Nadya menghela napas. Kamu sendiri yang cari masalah. Jangan salahkan orang lain.

Setelah memeriksa pasien, di dalam hatinya Yoga tahu apa yang terjadi pada pasien tersebut. Dia mengeluarkan sebatang rokok, menyalakannya, mengisapnya dalam-dalam, dan mengembuskan asapnya ke wajah pasien.

Apa yang dilakukan Yoga tersebut langsung memancing kemarahan semua orang. Amarah Danu meledak. “Apa yang ingin kamu lakukan?”

Nadya juga merasa takut hingga berkeringat dingin. “Cepat matikan rokoknya, ini ruang steril!”

Tanpa diduga, Yoga malah melemparkan semua sisa rokoknya kepada Danu. “Bagikan rokok itu. Siapa pun yang mau merokok, silakan merokok. Oh ya. Tutup pintu dan jendela, agar asapnya nggak keluar.”

“Kamu sebenarnya mau apa?” tanya Danu dengan marah.

“Aku sedang mengobatinya,” jawab Yoga. “Lantaran kamu memintaku untuk mengobatinya, sebaiknya kamu memercayaiku sepenuhnya.”

“Kamu …” Napas Danu tersengal-sengal. Dia tidak tahu apakah mau mengambil risiko atau tidak.

Danu melirik anaknya. Napas anaknya sudah sangat lemah. Wajahnya benar-benar pucat pasi, tanpa ada rona merah sedikit pun di sana. Jelas, anaknya tersebut tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi.

Jika tidak dicoba, anaknya pasti akan mati. Danu membagikan semua rokok tersebut dengan enggan. “Isap rokoknya. Berikan asap yang banyak untukku!”

“Oh ya. Abu rokoknya jangan dibuang. Dikumpulkan saja,” kata Yoga. “Hidup dan matinya pasien, tergantung pada abu rokok ini.”

Tak lama kemudian, laboratorium tersebut dipenuhi asap rokok, layaknya ‘negeri dongeng’.

Nadya dan beberapa wanita lainnya mengeluarkan air mata karena asap ini. Namun, mereka tidak mau pergi. Mereka berharap ‘keajaiban’ akan terjadi … jika memang ada keajaiban di dunia ini.

Rokok itu habis dalam sekejap mata. Yoga mengumpulkan abunya dan mencampurnya dengan garam, hingga membentuk adonan. Kemudian, Yoga langsung memasukkan adonan tersebut ke dalam perut pasien.

Yoga melakukannya dengan begitu cepat, sehingga semua orang tidak mampu menghentikannya.

Rentetan tingkah laku membingungkan yang dilakukan Yoga tersebut, membuat semua orang bingung.

Seseorang bergumam dengan suara pelan, “Aku tahu, ini pasti resep kuno untuk mencelakai orang, atau praktik takhayul. Anak ini bukan dukun keliling, ‘kan?”

Mendengar hal tersebut, ibu bocah laki-laki itu benar-benar remuk redam. Dia bergegas maju dan mencengkeram kerah Yoga. “Katakan padaku, kamu mencelakakan orang apa nggak?”

Yoga tidak menghiraukannya dan kembali mulai menghitung mundur. “Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh …”

Apa lagi yang ingin dilakukan Yoga?

Bab terkait

  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 6

    Setelah sepuluh detik yang menyiksa. Baru saja Yoga mengucapkan kata ‘satu’, pasien yang awalnya kehilangan vitalitas, tiba-tiba saja bangun dalam posisi setengah duduk. Kemudian, dia membuka mulutnya dan mengeluarkan banyak dahak kental.“Huaaaaa …” Tangisan anak itu bergema di laboratorium untuk waktu yang lama. Suaranya jelas, nyaring, dan bertenaga.Hidup!Benar-benar hidup!Terjadi keajaiban.Momen ini membuat semua orang bersemangat dan menjadi gembira.Ibu bocah laki-laki itu langsung menerjang dan memeluk anaknya sambil menangis, “Kamu sudah membuat Ibu takut setengah mati, Nak …”Danu juga merasa begitu emosional, hingga tidak bisa menahan diri. Dia menggenggam tangan Yoga dan berkata dengan suara tercekat, “Tuan Penolong, kamu adalah penyelamat keluarga Wirawan. Keluarga Wirawan berutang nyawa padamu. Aku … aku … bagaimana aku harus berterima kasih padamu?”Yoga menarik kembali tangannya. “Hanya masalah kecil.”Danu cepat-cepat mengeluarkan kartu namanya dan menyerahkannya ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 7

    Gatot menatap Yoga dengan tajam. “Hmph, anggap saja kamu sedang beruntung, Nak.”Pada saat yang bersamaan, ponsel Gatot berdering. Dia menjawab telepon tersebut. “Halo, Kak Bondan. Aku sudah sampai di perusahaan dan akan segera melakukan wawancara. Apa? Ada yang lebih dulu melamar sebagai sopir dan berhasil? Siapa? Yoga Kusuma? Si*lan, jangan-jangan Yoga si manusia tidak berguna itu?”Setelah menutup teleponnya, Bondan berlari beberapa langkah dan menghentikan Yoga. “Yoga, apa kamu datang kemari untuk ikut wawancara sebagai sopir?”Yoga menganggukkan kepalanya.Amarah Gatot langsung meledak. “Si*lan, berani-beraninya kamu merebut pekerjaanku. Nyalimu besar sekali! Undurkan diri sekarang juga. Serahkan pekerjaannya padaku. Kalau nggak, kamu akan menyesal.”Tika juga marah besar. “Dasar ber*ngsek! Apa kamu tahu, berapa banyak yang sudah kami lakukan untuk mendapatkan kesempatan kerja ini? Kamu sudah merusak rencana kami. Aku perintahkan padamu untuk segera berhenti kerja. Sekarang juga!”

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 8

    Nguunngg!Otak Karina langsung meledak.Ternyata Grup Magani benar-benar memasukkannya ke dalam daftar hitam.Entah berapa banyak usaha yang sudah dilakukannya, berapa banyak orang yang dihubunginya, dan berapa banyak koneksi yang dijalinnya untuk membangun hubungan kerja sama dengan Grup Magani.Sekarang, semua usaha dan pengorbanan yang dilakukan Karina tersebut sia-sia, hanya karena kata-kata yang diucapkan oleh Yoga.Yang paling penting, besok akan diadakan acara makan malam untuk menyambut Raja Agoy yang Perkasa. Grup Magani akan memilih tamu di antara para mitranya untuk menghadiri acara makan malam tersebut.Sekarang, Karina juga kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan Raja Agoy yang Perkasa.Praktis, Yoga sudah menghancurkan hidup Karina.Karina tidak bisa menerima pukulan seperti itu. Dia langsung jatuh lemas.Setelah itu, dari pagi hingga matahari terbenam, Karina berbaring di tempat tidur dengan tatapan kosong. Dia tidak mau makan, minum, dan bicara.Karina benar-benar ti

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 9

    Orang yang kalian sanjung dan puji itu, tidak lebih dari sekadar cecunguk di mataku.Selain itu, ‘orang penting lainnya’ yang kamu maksud adalah aku.“Terima kasih atas niat baikmu. Tapi, aku nggak pantas menerimanya. Seseorang mengundangku makan malam. Aku pergi dulu.” Yoga melangkah pergi.“Kamu …” Karina berkata dengan kesal. “Apa kamu akan terus menjadi sopir seumur hidup? Kamu nggak bisa jadi sukses, karena kamu nggak punya kemampuan!”Karina merasa sangat kecewa pada Yoga. Yoga, Yoga … kalau saja kamu sedikit saja seperti Reza, punya sedikit ambisi. Aku pasti nggak akan pernah menceraikanmu.Melihat Yoga pergi, Gatot merasa tidak tahan lagi. “Yoga, berhenti di situ! Apa aku mengizinkanmu untuk pergi?”Reza buru-buru menghalangi Gatot, “Biarkan saja dia pergi, Gatot. Nanti, kita adukan dia depan tiga orang penting itu. Aku jamin dia nggak akan punya tempat lagi di Kota Pawana ini.”Gatot langsung mengangguk setuju. “Kak Reza memang benar. Hmph, bukankah Yoga hanya mengandalkan sta

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 10

    Mereka bertiga tercengang. Pak Iwan mengira jika dirinya sudah salah mengerti. “Yoga, maksudmu kamu menyuruhku untuk minum?”Yoga menganggukkan kepalanya. “Harus minum tiga kali sehari. Nggak boleh kurang satu gelas pun.”Mitha langsung menjadi cemas. “Yoga, aku rasa kamu jelas-jelas nggak bermaksud baik. Dengan kondisi fisik kakekku, segelas alkohol saja mungkin bisa … apa yang sebenarnya kamu inginkan?”“Resep yang kuberikan seperti ini. Kalau nggak percaya, nggak perlu meminumnya,” kata Yoga.“Aku percaya!” Pak Iwan mengambil gelas anggurnya dan langsung meminumnya sekaligus. Mitha tidak kuasa untuk menghentikannya, meski dia sebenarnya ingin melakukannya.Mitha tercengang dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia berkata, “Kek, Kakek … Kakek sedang kacau. Begitu banyak dokter terkenal yang menyuruh Kakek untuk nggak minum alkohol, tapi Kakek malah melupakannya. Cepat, cepat telepon ambulans! Pergi ke rumah sakit dan pompa perutnya.”Mitha mengeluarkan ponselnya dengan gugup dan ingin m

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 11

    “Baik, Baik.”Reza menguatkan diri untuk berjalan menghampiri Yoga dan menuangkan segelas penuh anggur untuknya. “Pak … Yoga, aku … aku akan bersulang tiga gelas anggur untuk menghormatimu.”Yoga bahkan sama sekali tidak melihat ke arah Reza. “Aku nggak minum.”Reza merasa malu dan tidak enak hati. “Kalau … kalau begitu, aku akan minum tiga gelas ini sendiri. Anggap saja aku melakukannya untuk menghormati Pak Yoga.”Reza menenggak tiga gelas berturut-turut. Kemudian, dia kembali bersulang untuk Danu dan Pak Iwan.Selanjutnya giliran Karina.Karina merasa otaknya kacau. Dia berjalan menghampiri Yoga. Beberapa kali dia mencoba mengatakan sesuatu, tetapi merasa ragu.Karina bahkan tidak berani menatap Yoga.Setelah beberapa saat, akhirnya Karina berkata dengan suara pelan, “Pak … Yoga, aku … aku bersulang tiga gelas anggur untukmu.”Oh!Yoga menghela napas.Dia selalu merasa tidak tega melihat Karina berada dalam kesulitan.Siapa yang sudah membuat Karina menemani dirinya melalui masa-mas

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 12

    “Nggak mau menyerah? Ayo pukul aku!” kata Bondan dengan sombong. “Kita lihat siapa yang pukulannya lebih keras.”“Oke.” Yoga melepas jaketnya. “Aku akan memenuhi keinginanmu.”Mereka berdua siap untuk berkelahi.“Berhenti!” Pada saat yang kritis seperti itu, terdengar suara Nadya. Dia buru-buru datang mendekat. Melihat keadaan Yoga yang berantakan, Nadya pun mengerutkan kening. “Apa yang terjadi?”“Nggak ada apa-apa.” Bondan tersenyum dan berkata. “Adik pegawai baru ini nggak sengaja menumpahkan sendiri sarapannya. Aku hanya membantunya bersih-bersih.”“Oh.” Nadya menganggukkan kepalanya sambil berpikir. “Lain kali hati-hati.”Yoga menghela napas. Nadya jelas-jelas melihat jika Bondan sengaja mencari gara-gara. Namun, dia masih pura-pura tidak tahu.Bagaimana bisa seorang presdir yang terhormat takut pada karyawannya sendiri seperti ini?Sudahlah, siapa suruh aku menerima gaji darimu? Hari ini, aku akan membantumu memberi pelajaran pada karyawanmu ini.Yoga pun menampar wajah Bondan de

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 13

    Dengan sangat terpaksa, Nadya berjalan menghampiri Bondan dan berkata, “Kak Bondan, kali ini aku hanya bisa mengandalkanmu. Kalau kamu bisa memenangkan pertarungan ini, aku akan memberimu hadiah yang sangat besar.”Tanpa diduga, Bondan malah menolaknya. “Maafkan aku, Bu Nadya. Barusan aku dihajar oleh pegawai baru itu dan mengalami gegar otak. Aku harus ke rumah sakit. Aku takut, aku nggak bisa bertarung untukmu.”Tentu saja Nadya tahu apa yang dipikirkan oleh Bondan. Dia pun berkata, “Bondan, asalkan kamu mau bertarung, kamu boleh melakukan apa pun pada Yoga. Aku bahkan juga bisa mengeluarkannya dari perusahaan.”Demi Grup Magani, Nadya hanya bisa mengorbankan Yoga sekarang.Paling-paling yang terjadi, dia hanya perlu memberikan ganti rugi yang besar kepada Yoga nanti.Setelah itu, barulah Bondan merasa puas. “Oke. Mendengar kata-kata Bu Nadya ini, aku jadi merasa lega.” Kemudian, Bondan berjalan perlahan-lahan menghampiri Legam dan berkata, “Legam, Legam … Benar-benar seperti namanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28

Bab terbaru

  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 1177

    "Jangan menahan diri lagi! Selama orang ini nggak mati, kita semua nggak akan tenang!"Sekejap kemudian, ketiga kultivator prajurit itu serentak menyerang Yoga dengan penuh amarah dan kebencian. Wajah mereka memancarkan kemarahan yang meluap-luap. Setiap langkah mereka dipenuhi dengan niat membunuh.Namun, kekuatan Yoga saat ini sudah mencapai puncak kultivator jenderal tahap jumantara. Dia hanya tinggal selangkah lagi untuk menembus ke tingkat kultivator raja, bahkan bisa dibilang satu kakinya sudah berada di sana. Mana mungkin ketiga kultivator prajurit ini bisa menjadi lawannya?Dengan tenang, Yoga mengangkat tinjunya yang memancarkan kilatan petir terang. Listrik memelesat ke segala arah.Hanya dengan satu pukulan, ketiganya langsung terpental keras ke tanah. Kekuatan penghancur yang dahsyat itu membuat mereka muntah darah. Tubuh mereka dipenuhi luka-luka yang begitu mengerikan hingga membuat siapa pun bergidik ngeri.Ketiga kultivator prajurit itu menatap Yoga dengan wajah penuh k

  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 1176

    Dalam sekejap, suasana di sekitar mereka menjadi tegang dan mencekam. Udara terasa begitu berat, seperti ditindih sesuatu yang menakutkan.Yoga dan yang lainnya segera menoleh ke arah suara itu dan memandang orang-orang yang baru tiba. Begitu melihat bahwa itu adalah tiga orang kultivator prajurit, mereka langsung mengernyit."Kalian balik lagi?" Yoga dan yang lainnya terkejut. Perlu diketahui, kemunculan sisik hitam sebelumnya yang menyelamatkan mereka dari serangan para kerangka. Fakta bahwa tiga orang ini berhasil sampai di sini pasti berkaitan dengan ledakan besar barusan."Farel di mana? Kenapa dia nggak bareng kalian?" tanya Yoga sambil menatap mereka dengan tenang."Hmph! Membunuhmu cukup dengan kami bertiga. Bersiaplah untuk mati!" ucap salah satu dari mereka dengan dingin sambil langsung menyerang Yoga.Winola dan Sutrisno langsung tertegun. Raut wajah mereka menunjukkan ekspresi kaget. Mereka tidak menyangka, para kultivator prajurit ini begitu tegas dan langsung mengejar mer

  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 1175

    Semua orang segera bergerak maju karena ingin melihat apa yang tersembunyi di depan. Pada saat yang sama, mereka menemukan sebuah lubang yang dalam di tanah. Itu tepat di lokasi tempat para kerangka tadi berada."Gawat! Mayat Yoga dan yang lainnya nggak ada!" seru Farel. Dia langsung merasakan bulu kuduknya berdiri, seolah menyadari sesuatu.Ketika yang lain melihat situasi itu, mereka juga merasa ngeri dan heran. Di momen itu juga, mereka semua menyadari bahwa Yoga pasti telah melarikan diri."Mana mungkin? Kenapa mereka nggak mati?""Apakah kerangka-kerangka itu sengaja menghindari Yoga dan yang lainnya?""Sialan! Yoga pasti sudah pergi ke tempat lain. Kita nggak boleh membiarkan dia mendapatkan harta karun itu!"Semua orang mulai panik dan marah. Kalau Yoga berhasil menemukan harta itu, siapa yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya?Farel segera memberi perintah sebelum berbalik dan masuk ke dalam lubang, "Kalian kejar Yoga! Aku akan masuk ke dalam lubang ini!"Para kultivator p

  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 1174

    Yoga menatap Sutrisno dengan ekspresi yang makin aneh. Wajahnya memancarkan campuran rasa bingung dan canggung. Lukisan Masa Pijat? Apakah dua orang senior itu benar-benar melakukan hal yang sekeren itu?Dengan ekspresi muram, Winola berucap dengan nada dingin, "Itu namanya Lukisan Masa Depan! Bukan masa pijat. Lukisan Masa Pijat cuma trik pemasaran dari tempat-tempat pijat itu.""Oh, begitu ya? Aku benar-benar nggak tahu soal itu," jawab Sutrisno dengan raut rajah kebingungan."Kamu diam saja dulu!" seru Yoga yang memberi Sutrisno tatapan tajam. Dia tidak ingin mendengar lagi ucapannya."Lukisan Masa Depan adalah karya mereka berdua. Itu adalah 60 gambar yang meramalkan masa depan. Banyak di antaranya telah terbukti benar-benar terjadi," jelas Winola.Winola menambahkan, "Mereka bahkan menyatakan bahwa sejarah manusia akhirnya akan menuju dunia yang damai, di mana nggak ada lagi perbedaan antara hitam dan putih, utara dan selatan, kota dan desa, aku dan kamu. Semuanya akan bersatu dal

  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 1173

    Aura kuat yang terpancar dari sosok itu membuat ketiga orang tersebut merasakan getaran dalam hati mereka. Orang itu berada di posisi yang jauh lebih tinggi, bahkan jauh di atas mereka semua.Yoga menatap bayangan itu dengan rasa penasaran yang makin besar. Dia mengerucutkan bibirnya, lalu menunjuk ke arah sosok tersebut dan bertanya dengan penasaran, "Ini ... bukannya ... Tuan Bimo?""Betul sekali!" Winola dan Sutrisno mengangguk bersamaan dengan ekspresi serius.Yoga tiba-tiba menyadarinya. Tidak heran sosok itu terlihat sangat familier. Ternyata, yang tergambar di lukisan itu adalah Bimo. Seribu tahun yang lalu, orang tua ini ternyata begitu terkenal?Yoga meledek, "Lihatlah, begitulah penampilanmu dalam catatan sejarah. Bikin iri deh."Bimo menimpali dengan bangga, "Sekarang, kamu baru sadar lagi berhadapan sama tokoh yang begitu luar biasa, 'kan?"Namun, Yoga langsung membalas, "Tapi ujung-ujungnya tetap kalah, 'kan?"Bimo kehabisan kata-kata. Sebuah kalimat dari Yoga langsung mem

  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 1172

    "Apa?" tanya Yoga yang terkejut. Dia memandang kedua orang itu dengan tatapan kosong.Sutrisno membalas dengan bingung, "Kamu nggak tahu?""Apa aku seharusnya tahu?" ucap Yoga sambil mengerucutkan bibirnya. Dia merasa bingung sekaligus tak berdaya. Ini pertama kalinya dia mendengar tentang semua ini."Nggak aneh. Hal-hal ini cuma disebutkan di dunia kultivator kuno. Di dunia bela diri kuno, hanya sekte-sekte besar yang punya catatan tentangnya," jelas Winola dengan ekspresi serius dan suara berat."Coba aku lihat!" ucap Yoga. Dia menjadi tertarik dengan apa yang mereka bicarakan. Dia langsung menatap lukisan di dinding dan mulai memeriksanya. Gambar-gambar itu terpahat dengan sangat hidup, meskipun lebih menyerupai fragmen-fragmen peristiwa yang tidak saling berhubungan."Ada yang bisa menjelaskan ini?" tanya Yoga sambil menoleh ke arah keduanya."Biar aku saja!" Sutrisno segera maju, lalu menunjuk gambar pertama dan mulai menjelaskannya kepada Yoga, "Gambar pertama ini menunjukkan awa

  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 1171

    "Apa!" Farel luar biasa terkejut. Matanya dipenuhi rasa tak percaya. Mana mungkin? Anak ini ternyata sekuat itu? Hanya dengan satu serangan?Akan tetapi, Farel tidak mau mengakui kekalahan. Tatapan dinginnya menyapu ke arah Winola dan Sutrisno. Kalau memang harus menghabisi mereka, semuanya harus mati!"Nggak akan ada yang keluar hidup-hidup dari sini hari ini!" ucap Farel dengan dingin.Seketika, Farel bergerak. Dia mengulurkan tangannya dari kejauhan. Kekuatan yang luar biasa tiba-tiba meledak, lalu langsung menarik Winola dan Sutrisno ke arahnya.Berhubung kekuatan mereka tidak cukup, keduanya dengan mudah diseret mendekat. Farel mencengkeram leher mereka dengan kuat. Meski terus meronta, mereka sama sekali tidak bisa melepaskan diri."Yoga, aku mau lihat, apa kamu akan memilih untuk menyelamatkan mereka!" ucap Farel sambil tertawa keras, lalu melemparkan keduanya dengan kasar.Winola dan Sutrisno dilemparkan ke dalam lubang besar. Mereka langsung menuju kumpulan pasukan tengkorak y

  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 1170

    Pasukan prajurit tengkorak bergerak serempak dan menciptakan kegemparan besar di seluruh ruangan. Mereka memegang pedang panjang dan senjata tajam, lalu menyerbu ke arah semua orang.Farel dan kelompoknya yang merupakan para kultivator prajurit, tentu tidak takut. Mereka segera terjun ke dalam pertempuran.Seseorang berseru kaget, "Aneh, makhluk-makhluk ini ternyata punya kekuatan setara sama kultivator dasar. Di luar nalar banget!"Orang lain bertanya dengan penuh takjub, "Ada begitu banyak kultivator dari dunia bela diri kuno mati di sini? Siapa sebenarnya yang melakukan ini?"Para prajurit tengkorak itu terus ditumbangkan satu per satu oleh kelompok Farel. Pada awalnya, mereka terlihat seperti mampu mengalahkan para tengkorak itu dengan mudah. Namun, jumlah tengkorak yang sangat banyak mulai menjadi masalah."Astaga! Apa yang sebenarnya terjadi? Tengkorak-tengkorak ini bisa kembali ke bentuk semula!" seru salah satu orang dengan wajah pucat ketakutan.Semua kultivator prajurit di te

  • Pembalasan sang Menantu Tertindas   Bab 1169

    "Apa kita sudah memicu jebakannya?" kata salah seorang lagi dengan cemas dan ragu.Saat ini, semua orang cemas karena merasa ada sesuatu yang tidak beres.Namun, raksa yang mengalir di langit itu hanya berkumpul dan mengisi lengkungan karena mutiara bercahaya yang tercabut saja. Setelah itu, raksanya tidak mengalir lagi."Sepertinya nggak ada apa-apa lagi. Syukurlah," kata salah seorang sambil menghela napas lega."Ayo pergi," kata Farel sambil mengernyitkan alis dan berusaha menahan amarahnya. Semua ini karena sekelompok sampah ini, sehingga jebakannya terpicu. Jika seluruh istana ini dipenuhi dengan raksa, mereka akan mati. Namun, sekarang yang paling penting adalah segera mencari harta karun itu.Semua orang segera melanjutkan perjalanan dengan langkah yang terburu-buru. Namun, mereka mendengar ada suara langkah kaki lainnya di tempat itu. Seorang kultivator prajurit memiliki indra yang lebih tajam, sehingga mereka bisa mendengar lebih banyak suara di ruangan tertutup seperti ini."

DMCA.com Protection Status