"Kamu baru pulang,Nur?" Ternyata Mamak belum tidur, wanita yang telah melahirkan aku ke dunia ini, menatap penuh selidik."Oh–iya mak, tadi lembur di kantor, Mamak kenapa belum tidur? " "Macam manalah Mamak mau tidur,Nur, di lingkungan ini sudah beredar berita yang tidak-tidak tentang dirimu, sedari tadi Mamak menunggumu pulang, untuk menanyakan apakah benar berita miring tentang dirimu, dari tadi Mamak kepikiran, tetapi hendak menghubungi kau, pulsa Mamak pun habis, hendak keluar rumah untuk membeli pulsa di konter si Jul, rasanya Mamak tidak punya muka."Perasaanku sudah tidak enak saat Mamak berkata seperti itu, pasti keluarganya Fitri sudah berbicara dan menyebarkan fitnah yang tidak-tidak tentang diriku, bahkan wanita itu sudah berada di dalam penjara, pun, masih saja terus menyakiti."Berita apa yang sudah beredar di lingkungan ini Mak, sampai membuat Mamak kepikiran seperti ini dan tidak mempunyai muka untuk keluar rumah bertemu dengan orang. ""Apa betul kau ingin merebut si
Bu Beti membusungkan dadanya karena merasa sudah menemukan ide yang sangat brilian, tetapi Fitri, merasa ide ibunya itu sangatlah konyol, selama ini , ia sudah membangun image bahwa dirinya wanita cantik dan modis, jadi saat Bu Beti mengatakan kalau ia harus berpura-pura menjadi orang gila, berarti dia harus tampil lusuh dan bau, hati kecilnya sangat memberontak."Tidak Mak, Fitri tidak mau berpura-pura gila, omongan adalah doa, kalau Fitri gila beneran, bagaimana?" Protes Fitri."Jadi, harus bagaimana? Sedangkan kau terus merengek hendak keluar dari tempat ini.""Bujuk lagi si Nur itu Mak, kalau perlu menyembah-nyembah di kakinya, untuk saat ini kita jangan mikirin gengsi atau yang lain, yang penting Fitri bisa keluar dari sini."" Iyalah,nanti Mamak coba, tapi kalau tidak berhasil, kau harus ikuti ide Mamak yang berpura-pura menjadi orang gila."" Iya Mak, sekarang Mamak telp lah Bang Raihan,katakan kalau Fitri lemah dan muntah-muntah terus, Mamak bilang karena efek hamil muda, siap
Pagi itu, baru saja Nur menapakkan tungkai kakinya ke dalam ruangan kantor, terdengar suara berisik dari beberapa karyawan, jika dulu kehadirannya selalu diabaikan,kini, melihat Nur, mereka menganggukkan kepala tanda menyapa dengan hormat." May. Ada apa, kok rame!"" Ada kepala divisi baru, ganteng, biasa lah, para gadis itu berisik kalau tau ada yang ganteng," jelas Maya sambil matanya menunjuk ke arah gerombolan wanita yang tadi berkumpul dan bergosip, memang sebelum jam 8 pagi, para karyawan wanita biasanya berkumpul di salah satu meja karyawan yang lain, ada yang sambil makan, dan ada yang sambil bersolek, lima menit sebelum jam delapan, biasanya sudah pada bubar. Nur hanya tersenyum sekilas dan mengabaikan."May, kau udah sarapan? Ini aku ada jajanan pasar, tadi beli waktu mau berangkat ke kantor.""Wiii, kue lapis, terima-kasih, Nur!" seru Maya sambil membuka jajanan pasar terbungkus plastik dilapisi kertas nasi berwarna coklat, kini mulut Maya sibuk mengunyah."Baru saja Nur d
"Jangan Buk, jangan bawa aku, ini bukan keguguran, aku cuma minta pembalut saja, paling juga dalam lima atau enam hari, darahnya ga keluar lagi." "Loh, berarti kau menstruasi? Ga hamil? Tadi katanya udah test pack.""Hamil Buk, tapi ini sudah biasa, nanti hilang sendiri." Fitri masih berkilah. "Berarti kau menstruasi, ada-ada saja kau ah, menambah pekerjaan kami saja.""Bukan menstruasi, ini flek penebalan dinding rahim, biasa itu Buk saat awal kehamilan.""Astaga, bikin darah tinggi berdebat sama kau, kau itu menstruasi, bukan hamil!""Hamil Buk.""Ya udah, ayo ikut ke dokter kandungan, jangan banyak lagi cakapmu.""Tapi, aku ti—""Diam!"Dua sipir wanita itu sudah kehilangan kesabaran menghadapi Fitri, mereka menyuruh Fitri terlebih dahulu untuk mengganti celana dan memakai pembalut, sebelum dibawa ke dokter kandungan. Fitri terlihat gelisah sepanjang perjalanan, duduknya miring kiri dan kanan, apalagi posisi tangan di borgol. "Kami sudah menghubungi suamimu, mungkin dalam perja
"Percuma kau cari di segala sudut, Rai, Allah pasti menyembunyikan, selama ini engkau sibuk memperdalam agama, apakah kau tau, jika perceraian itu salah satu hal yang dibenci oleh Allah?""Bu, saya permisi dulu, seperti yang saya bilang tadi, saya tidak bisa lagi menjadi suaminya Fitri, Bu, maafkan saya," ucap Raihan sopan, sebelumnya ia memang mengatakan secara baik-baik pada Bu Beti maksud dan tujuannya, bahkan ia tidak datang seorang diri, ia datang bersama pakcik dan makciknya. "Oh, sudah panggil 'bu' kau sekarang, biasanya manggil mamak, coba kau pikirkan lagi dengan kepala dingin, dalam rumah tangga memang tidak selalu berjalan mulus, pasti ada badai dalam rumah tangga, nah, di saat ini, rumah tanggamu sedang ada badai menerpa, cobalah pertahankan, apalagi Fitri baru saja keguguran anak kalian, betapa hancur hatinya, dipenjara, kehilangan anak dan sekarang hendak kehilangan suami, dimana perasaanmu Raihan.""Bu, ini masalahnya beda, kesalahan Fitri sudah terlalu fatal, sulit ba
"Hai Nur, kok masam kali wajahmu." Maya menepuk pundak Nur yang sedari tadi memperhatikan wanita yang dalam dua hari lagi akan menjabat sebagai supervisor. "Nur, Fitri sedang sakit, dia keguguran." "Haiiss, dia lagi … dia lagi, sudah dipenjarapun masih saja bikin muak ya, kehamilannya saja masih diragukan, sekarang malah keguguran, dasar ratu drama.""Nanti, kita sempatkan yuk May, jenguk si Maya, mau ga?""Sebenarnya aku males Nur, cuma penasaran aku sama drama si kuntilanak itu.""Sama, aku pun May.""Pagi Nur," ucap seseorang, Nur dan Maya melihat ke arah sumber suara yang menyapa mereka, ternyata Rizki yang menyapa dengan membawa dua cup kopi dari brand ternama. "Assalamualaikum," ucap Nur sambil memutar kedua bola matanya. "Eh iya Assalamualaikum," ucap Rizki lagi dengan cengengesan, Nur dan Maya menjawab 'walaikum salam' dengan serentak. "Nur, ini ada abang bawakan kopi, oiya ini buat kakak juga, maaf, namanya siapa, kak?" tanya Rizki sambil meletakkan cup kopi di atas mej
Mendengar teriakan Maya, para sipir dan beberapa perangkat yang bekerja di rutan langsung dengan cepat pergi berhamburan ke ruangan jenguk vip dan segera mengamankan Fitri. Maya memeluk Nur yang meringis kesakitan karena darah terus mengalir. "Mati kau, Pelakor! Sengaja kau masukkan aku dalam penjara agar bisa merebut suamiku, perawan tua! Pelakor Syariah! Betina busuk, binatang!" Fitri terus berteriak memakis, wanita yang sudah seperti orang gila itu diseret masuk ke dalam sel, sedangkan Nur, dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. "Diam kau disitu, kalau kau bertingkah lagi, kami masukkan ke dalam sel bawah tanah, kalian hati-hati ya, dia baru saja menusuk orang yang menjeguknya," jelas sipir, teman satu sel Fitri menatap dengan raut wajah sinis dan bengis. "Kayaknya betah kau disini Fit, bukannya tobat, malah melakukan kesalahan yang lebih fatal, habislah kau Fit, siap-siap kau disini seumur hidup." ucap Deni salah satu teman satu sel Fitri. "Hahahaha, bentar l
Nur sedang tertidur dengan pulasnya, mungkin karena banyak kehilangan darah dan pengaruh obat, Bu Zubaidah menangis pilu melihat anaknya yang terbaring lemah seperti itu, berulang kali ia mengurut dada untuk menekan rasa sakit yang seolah menjalar di sanubari, Bu Zubaidah teringat kala Nur remaja, waktu itu hampir selalu pulang sekolah dengan wajah yang murung, setiap ibunya bertanya, jawaban Nur pasti karena perbuatan Fitri. Sampai suatu hari, Nur meminta kedua orang tuanya untuk pindah rumah, Bu Zubaidah dan suaminya tidak pernah menggubris, mereka menganggap hanya permasalahan anak remaja pada umumnya, apalagi pindah dan menjual rumah tidak semudah membalikkan telapak tangan, kini, Bu Zubaidah merasa gagal sebagai seorang ibu, karena tidak bisa memahami anaknya. "Bu, Nur pasti baik-baik saja, setau saya, anak ibu bukan wanita yang lemah," ucap Raihan menguatkan Bu Zubaidah. "Terima-kasih Raihan, bantu doa ya Nak, agar Nur baik-baik saja.""Pasti Bu, saya pasti mendoakan Nur," uc
Sehari sebelum lamaran, Nirmala dan ibunya sudah kembali ke rumah mereka, jangan ditanya rasa hati Bu Herlina, doa yang ia langitkan di sepertiga malam untuk anaknya, diijabah sama Allah, kini, Roni sudah kembali ke jalan yang benar, bukan lagi secara membabi buta marah-marah tidak jelas tanpa mencari tahu masalahnya dari dua belah pihak, padahal selama ini Bu Herlina selalu berkata pada Roni agar bertabayyun dalam menyikapi masalah, mencari kejelasan tentang sesuatu masalah hingga jelas dan benar keadaannya, karena selama ini, Roni hanya mendengar kata istrinya. Bu Herlina senang jika rumah tangga anaknya akur dan Roni begitu menyayangi istrinya tapi lihat dulu istri yang bagaimana, jika mempunyai istri seperti Melda yang banyak mudharatnya dan yang lebih parahnya tega berselingkuh, memfitnah dan ingin menghabisi nyawa Nirmala, jadi lebih baik dilepas/dicerai."Nirmala, kalau bisa nanti setelah lamaran, jangan terlalu lama jaraknya ke acara pernikahan, kalau bisa lebih cepat lebih b
Roni tidak langsung pulang kerumah, tiba-tiba saja hatinya dilanda rasa curiga yang datang menyerang begitu saja, saat itu Roni masih berada di rutan, tepatnya di parkiran, pikirannya berkecamuk, ia juga heran, biasanya ia selalu percaya pada Melda, tapi tidak kali ini.Roni kembali masuk ke dalam bukan untuk menemui Melda tetapi menemui sipir untuk meminta ponsel Melda yang dititipkan di bagian loker, siapa tau dengan memeriksa ponsel Melda, ia menemukan titik terang tentang kecurigaan yang baru saja datang menghinggap. "Saya ingin mengambil ponsel istri saya," ucap Roni."Maaf Pak, semua barang napi diberikan saat napi selesai masa jabatannya, eh, apa nih, Pak? Oh iya, iya, bisa diatur Pak. Selow saja Bapak," ucap penjaga sambil senyum sumringah menerima sejumlah uang dari Roni. Kini, ponsel dengan logo apel terbelah berwarna gold itu berada di genggaman Roni, ia tidak memeriksa ponsel itu sekarang, melainkan nanti saat di rumah. Bagai disayat sembilu, bagai mendengar petir di s
Roni terlihat keluar dari sebuah Bank sambil menenteng tas berisi sejumlah uang, ia dikawal oleh beberapa anggota ormas kelapa burung garuda. Lelaki berdarah Batak–Melayu itu terlihat masuk ke dalam mobil fortuner berwarna dark grey menuju kediaman AKP( Ajun Komisaris Polisi) Tegar Nasution. Maksud kedatangan Roni ke tempat AKP Tegar, untuk memberi uang sogok agar istrinya– Melda dapat keluar dari jeruji besi atas kasus yang menjeratnya, tak tega rasa hati Roni melihat kondisi Melda yang semakin hari badannya semakin menyusut, kulit glowingnya kini tampak menghitam disertai munculnya beberapa flek di area pipi, padahal Roni kerap kali membawakan semua kebutuhan Melda saat berada di dalam penjara, peralatan mandi, skincare, kosmetik tapi semua nihil dan tak berhasil membuat Melda tampak cantik, yang ada semakin tak terawat dan tak sedap dipandang mata. Melda tidak serasi dengan air yang ada di rutan tersebut, apalagi di dalam rutan ia harus bekerja bahkan kerap disiksa oleh beberapa
Pov Mela. Cantik, kaya, dan mendapatkan suami tampan dan tajir plus sholeh, sudah pasti menjadi impian semua wanita, tapi stock lelaki kaya di kampungku ini amatlah sedikit maklum karena rata-rata penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan, entah kenapa, padahal daerahku ini penghasil sawit yang lumayan tinggi di sumatera ini, bahkan pabrik kelapa sawit juga ada di daerah ini, apa karena tingkat pendidikan rendah? Adapun lelaki kaya yaitu Bang Roni–abang iparku, tapi aku tidak seberuntung Kak Melda, kakak kandungku yang bisa mendapatkan lelaki kaya, banyak yang mengatakan jika wajah Kak Melda lebih cantik daripada aku, tapi, menurutku sama cantiknya. Kak Melda berubah jadi cantik juga setelah bekerja di Pekan baru, katanya dia bekerja di sebuah perusahaan eksport import minyak, tapi aku tak yakin, secara Kak Melda cuma tamatan SD. Syarat masuk perusahaan itu pasti harus mengantongi ijazah perguruan tinggi. Ah, tidak perlu aku permasalahkan dia bekerja apa di Pekanbaru sana
Dia lagi, dia lagi, batin Raihan kesal. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau tidak suka jika aku memeluk calon suamiku, biasa aja lah melihatnya, nanti buta pulak mata kau itu karena tatapanmu kayak, setan! " Mela berbicara dengan nada judes pada Nirmala"Perasaan aku biasa saja menatapmu, kau Lah yang sinis melihatku.""Ya wajarlah aku sinis, ngapain kau dekat-dekat calon suamiku, apa selama ini kau buta, tidak bisa melihat tatapan mesra Bang Raihan padaku."Nirmala malas menanggapi Mela, wanita secantik purnama itu pun beranjak hendak pergi. "Nirmala, tunggu." Raihan mencegah. "Biarin saja dia pergi, Bang. Ada Mela disini," ujar Mela seraya bergelayut manja di lengan Raihan. "Jaga sikapmu, Mela.""Sikap apa? Sikap apa, Bang. Jangan sebut namaku Mela jika tidak bisa membuat Abang bertekuk lutut padaku!""Ya Allah!" Raihan menjerit seraya menutup wajahnya karena Mela menaburkan sesuatu ke wajahnya lalu mengenai mata. Melihat Raihan yang seperti kesakitan, cepat Nirmala berlari m
"Mela, hei! Jangan bertindak nekat, jauhkan pisau itu dari lehermu.""Enggak. Enggak mau. Sebelum Abang janji akan menikahiku, kalau perlu pakai perjanjian hitam di atas putih.""Ga mungkin Mela, menikah ga segampang itu.""Gampang kok, tinggal panggil penghulu, udah beres. ""Menikah harus dengan pasangan yang sesuai hati kita, tidak ada keterpaksaan diantara lelaki dan perempuan.""Aku ga terpaksa, aku ikhlas, Bang.""Tapi aku yang terpaksa." Mau tidak mau Raihan harus jujur, agar wanita itu mengerti, tapi yang namanya Mela, mungkin urat malunya juga sudah putus, dia malah berteriak seperti orang kesurupan. "Tidak! Tidaak! Aku akan bunuh diri sekarang.""Apalagi, cepatlah kau bunuh diri," ucap Afis dengan geram. "Diam kau, aku tidak bicara sama kau, marbot setan!""Astaghfirullah," ucap Raihan lalu mengajak Afis untuk meninggalkan tempat itu. "Bang Raihan! Bang Raihan! Baaaaanng!" Raihan terus keluar dan tidak memperdulikan Mela. Mela yang melihat Raihan keluar setelahnya mende
Mela menghubungi nomor Raihan sambil berjalan mundur agar jaraknya jauh dengan Roni. "Bang Roni, aku bukan, Kak Melda." "Melda Sayang," ucap Roni lagi dengan parau sambil tangannya berusaha menggapai tubuh Mela. Sambungan telepon tersambung. "Bang, Bang Raihan, tolong Bang! Aku hendak di nodai Bang Roni, tolong Bang!""Posisi kamu dimana?" tanya Raihan. "Di rumahnya, tolong Bang Raihan, sepertinya Bang Roni sangat menginginkanku karena kecantikanku yang pari–"Tut tut tut sambungan telepon dimatikan, sebelum Mela menyelesaikan ucapannya. Mela mendengus kesal, lalu melemparkan Roni dengan benda apapun yang bisa ia raih. Bugh. Botol parfum milik Melda berhasil mendarat dengan indah di kening Roni, lelaki setengah mabuk itu ambruk dan tergolek di lantai. "Bang. Bang." Mela memanggil, tapi Roni tanpa reaksi, lalu ia berjalan mendekat memeriksa kondisi lelaki itu, ia meraba hidung, ternyata masih ada nafas. "Huh, pake pingsan segala, padahal kan seru tuh kalau saat aku sedang din
"Ampun Mak! Ampun!" pekik Syifa. Terdengar suara tangisan Syifa memilukan hati, Nirmala mencoba untuk menolong tapi ponselnya berdering dan nama Abdul yang tertera di layar. "Assalamualaikum Dul, kamu dimana?""Kak, Kak Nirmala, tolong aku kak.""Dul, kamu dimana?""Masih mending Pak Dedi mau sama kau Syifa, kita ini orang miskin, jangan bermimpi terlalu tinggi, Mamak saja umur 15 tahun sudah menikah." Bu Salamah masih terdengar meracau sambil sesekali terdengar suara Syifa menjerit, mulut dan tangan Bu Salamah bekerja, mulut menyakiti hati, tangan menyiksa badan gadis kecil itu. Nirmala posisinya sudah di luar, karena tadi Bu Salamah sempat mendorongnya keluar dengan penuh emosi, lalu menutup pintu dengan kasar. Dalam keadaan bimbang, harus menolong siapa, Nirmala memprioritaskan Abdul terlebih dahulu, setelahnya baru dia mengurus masalah Syifa. Dengan perasaan sedih merintih, Nirmala melangkah dengan gamang meninggalkan kediamanan Syifa. "Aku tidak tau kak, tapi, disini gelap,
"Ya Allah … apalagi ini, pelakor?""Iya, kau lah pelakor, kau tau sedang makan sama siapa?" Mela berdiri dengan mengangkat dagu sambil tangan dilipat ke dada. "Sama, Bang Raihan.""Kau tau Bang Raihan itu, siapa? Nirmala memutar bola mata malas menanggapi Mela lalu mengangkat bahu, matanya fokus menatap makanan yang terhidang, ia tidak ingin berakhir sakit, sebisa mungkin ia harus makan karena kegiatannya akan padat, apa yang Raihan katakan tadi memang benar, ia tidak boleh menzalimi tubuhnya sendiri dengan tidak menjaga kesehatan, ketika rasa lapar dibiarkan, maka penyakit akan ramah menghampiri, beda konteks jika sedang berpuasa. "Heh! Aku sedang mengajak kau bicara! Jangan diam saja, sombong kali kau jadi manusia.""Mela, apa-apaan kau? Jangan mempermalukan dirimu sendiri seperti ini, lebih baik kau pulang saja." Raihan jengah juga dengan tingkah Mela yang menunjuk-nunjuk Nirmala seolah dialah nyonya besar yang sedang berbicara pada kacungnya. "Apa Bang? Abang menyuruhku pula