Share

Bab 5 : Si Manipulatif

Sempat hening beberapa saat sebelum akhirnya Baron kembali menjelaskan sebab Dorothy tampaknya belum paham. Sebetulnya selama seminggu ini Baron sudah merencanakan semuanya, bahkan tentang keputusan ini sudah ia pikirkan sejak lama.

“Aku tidak bisa lagi berpura-pura mencintaimu. Aku tidak bisa menjalani pernikahan yang didalamnya tidak ada cinta. Seharusnya sejak awal kamu tahu dan sadar diri siapa posisimu. Mana mungkin aku bisa jatuh cinta pada anak pembantu sepertimu?” jelas Baron mimik wajahnya yang dingin menunjukkan bahwa ia serius dengan ucapannya.

Dorothy merasa tercekat, nafasnya tersendat-sendat, rasa syok membuat dadanya penuh dan sesak. Ia masih berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh Baron.

Rasanya sulit sekali menerima semua perkataan itu setelah dua tahun menjalani kehidupan bersama, bahkan selama beberapa bulan terakhir pria itu memberikan perlakuan istimewa yang membuat Dorothy percaya hingga berhasil jatuh cinta padanya. Tapi sekarang semuanya sudah sirna, segala harap sudah patah.

“Aku mencintai wanita lain selama kita hidup bersama. Aku berencana untuk membawanya tinggal di sini. Dan tentunya kamu harus aku singkirkan. Tapi tenang, aku tidak akan mengusirmu hari ini juga. Demi menjaga nama baik kita bersama, aku akan mengizinkanmu tinggal di sini selama kurang lebih sampai satu bulan,” imbuh Baron.

Dorothy tertawa tanpa suara, menatap pria dihadapannya dengan penuh kekecewaan. “Kenapa? Kenapa kalau kamu tidak mencintaiku kita perlu berjalan sampai sejauh ini? Kenapa kamu harus berlaga seolah mencintaiku dan membuatku menaruh rasa padamu?”

Baron menyunggingkan senyum, kedua tangannya ia masukan ke dalam saku celana. “Apa perlu pertanyaan itu kujawab? Kamu pasti sudah tahu apa jawabannya. Kita menikah bukan karena keinginan kita. Tapi karena tanggung jawab yang harus aku lakukan. Aku rasa setelah dua tahun ini sudah cukup untuk membuatmu merasa bahagia dan dosaku telah gugur.”

Apa maksudnya itu? Dorothy menganggap bahwa Baron sudah gila. Kenapa Baron menyeret peran tanggung jawab dalam hal ini? Dan juga dosa apa yang dimaksud?

“Merasa bahagia?” Dorothy menekankan pertanyaan tersebut. “Apa yang bisa disebut bahagia jika akhirnya seperti ini? Aku benar-benar tidak mengerti. Dan katamu ini soal tanggung jawab, apa maksudnya itu? Kenapa seolah menikahiku sebuah keharusan?”

Baron mengorek telinganya yang tak gatal dengan kelingkingnya, merasa malas berada dalam obrolan ini. “Aku dan kamu tahu, bahwa dua tahun yang lalu kamu adalah gadis miskin yang diizinkan tinggal di sini dan bekerja sebagai pembantu.” Ia mulai membuka ingatan masa lalu, sama-sama mengingat kejadian yang sudah lama tidak pernah dibahas.

“Bagaimana jika kukatakan bahwa akulah yang sudah membunuh kedua orang tuamu?”

Saat mendengar hal tersebut, Dorothy membeku beberapa detik tanpa bisa berkomentar apa-apa. Merasa dadanya dihantam oleh benda tumpul secara berkali-kali, amat sesak dan pilu. Keringat dingin membuat telapak tangannya basah, lemas yang dirasakannya membuat kepalanya mendadak terasa pening.

“Ayahku secara mati-matian menutupi kasus itu dengan cara apapun, katanya aku juga mesti menebus dosa dengan cara menikahimu. Sampai sini kamu paham apa yang aku maksud?” sambung Baron, semakin memperjelas pengakuannya.

Dorothy tidak memberi respon apapun, kepalanya sudah tertekuk ke bawah. Kejadian menyakitkan yang sudah banyak merubah hidupnya itu berputar dalam ingatan bagaikan kaset rusak, padahal Dorothy hampir dibuat gila karena terus menerus dibayangi kejadian itu.

Tapi sekarang Baron membuka ingatan itu, mengaitkannya dengan alasan dibalik keputusannya yang ingin berpisah. Terlebih pria itu mengaku sebagai pembunuh kedua orang tuanya, jika tahu begini keadaannya mana mungkin Dorothy bisa tahan hidup satu atap dengan Baron.

“Jadi daripada kamu terus terluka, mari akhiri semua ini. Aku akan memberimu kompensasi, dengan syarat kamu jangan pernah menunjukkan dirimu lagi dan jangan berani untuk kembali datang ke sini. Anggap saja kamu sedang menerima sanksi sosial karena harus diasingkan, dan terima dengan lapang dada jika ada beberapa gosip yang beredar,” final Baron, tubuhnya sudah berbalik, siap untuk berlalu pergi.

Sebelum pria itu menghilang dari balik pintu, Dorothy mengangkat pandangan seraya menyeringai, menatap penuh benci punggung Baron. “Apa ini salah satu tujuanmu setelah berhasil membunuh ayah kandungmu sendiri, Baron?”

Mendengar pertanyaan itu, langkah kaki Baron terhenti. Pupilnya membesar, sepertinya istrinya itu tahu sesuatu yang dirinya sembunyikan.

Tapi Baron tidak menunjukkan rasa kaget, justru dia tetap memasang ekspresi tenang sambil kembali berjalan mendekati perempuan itu. Tidak mau membuat wanita itu merasa berhasil setelah menyudutkan.

Pria berambut gondrong itu memiringkan kepalanya, bibirnya menyerengeh menahan tawa jahat. “Benar, kamu pintar sekali. Selain ingin menguasai semua harta si tua penyakitan itu, aku ingin sekali menyingkirkanmu dari rumah ini. Tidak mau menampung tikus kotor sepertimu lama-lama. Hidupmu yang selayak Ratu kerajaan akan segera berakhir, jadi kembalilah hidup seperti keadaanmu sebelumnya.”

Dorothy menghapus air matanya, menyibak rambut panjangnya ke belakang dengan badas, tidak mau terlihat lemah. “Aku akui aktingmu cukup keren, tapi aku tetap melihat celahnya. Siapa sangka aku melihatmu yang sedang melakukan transaksi mengenai racun itu? Kasihan sekali Arjun, hidupnya berakhir buruk karena ulah iblis berwujud sepertimu.”

Baron meloloskan tawa puas, tidak ada rasa bersalah ataupun ketakutan yang terlukis di wajah dinginnya itu. Kemudian tangannya terjulur ke depan, mencengkram dagu Dorothy hingga pipi wanita itu mengkerut.

“Sebaiknya kamu tutup mulut sebelum hidupmu berakhir sama seperti Arjun. Dasar wanita tidak tahu diri, bisa saja aku mengirimmu ke neraka untuk menyusul kedua orang tuamu hari ini juga! Jadi jangan buat aku marah, aku paling benci wanita bermulut besar sepertimu!” tekan Baron sebelum akhirnya meludah dan pergi melenggang meninggalkan Dorothy yang sudah masam berapi-api.

“Sialan!” umpat Dorothy, mengelap wajahnya yang diludahi oleh Baron, merasa jijik.

***

Menuju lima hari setelah Baron mengatakan keputusannya yang meminta berpisah, Dorothy sudah diperlakukan bak pelayan. Semua pelayan yang ada di rumah pun tidak lagi memanggil Nyonya dan enggan bersikap hormat padanya.

Bahkan Dorothy tidak tidur di kamar khusus pelayan, melainkan gudang bekas yang luar biasa kotor dan bisa disebut sebagai ruangan pembuangan barang-barang dan tak pernah lagi terjamah. Baron benar-benar kejam, dia bisa mengubah nasib seseorang dalam sekejap mata.

Dorothy mengelap keringat yang menumpuk di dahi, wajahnya sudah pucat sebab sejak kemarin belum diberi makan. Tangannya yang sedang sibuk mengepel lantai menggunakan lap pun sudah gemetaran, hanya sedikit tenaga yang tersisa.

“Dia pantas diperlakukan seperti itu. Seharusnya memang sejak awal pengkhianat sepertinya ikut dihukum bersama kekasihnya itu!” Salah seorang pelayan mulai bergosip, obrolannya bisa didengar jelas oleh Dorothy.

“Benar. Bisa-bisanya dia berselingkuh dengan pria lain, parahnya lagi dengan Arjun, pria yang tidak bisa dibandingkan dengan Tuan Baron dan tega malah berkhianat. Mungkin itu sebabnya kenapa saat Arjun akan dihukum dia berusaha menahan-nahan,” timpal pelayan lain.

“Mungkin dia tidak bisa melupakan jati dirinya, dia kan murahan. Wanita murahan sudah diangkat derajatnya setinggi mungkin tetap saja seleranya tetap yang setara. Dia tak pantas mendampingi Tuan Baron,” sahutnya dan langsung diangguki oleh yang lain.

Lantas mereka bertiga berjalan melewati Dorothy tanpa merasa bersalah, bahkan sengaja alas kaki mereka yang kotor menginjak bagian lantai yang sudah di lap oleh Dorothy susah payah. Tanpa bisa melakukan apa-apa, Dorothy hanya bisa diam, tapi dalam hati ia menyumpah serapahi mereka dan berniat untuk balas dendam.

Seperti apa yang pernah dikatakan Baron sebelumnya, tentang gosip yang akan beredar, ternyata gosip menjijikkan itulah yang disebarkan oleh Baron. Dorothy dikabarkan berselingkuh dengan Arjun, membuat semua orang tidak lagi bersimpati dan mulai menghujaninya dengan banyak cemooh.

Dorothy bangkit dari posisi jongkok, lap basah di tangannya ia remat kuat-kuat. Lalu ia lempar ke sembarang arah dengan kesal, ketika terdengar suara seorang perempuan meringis, Dorothy buru-buru menoleh ke sumber suara.

Ternyata lap basah yang kotor tadi mengenai seorang perempuan cantik, secantik dress krem dengan renda dan penuh permata yang dikenakannya. Rambut panjang lurus hitam pekat itu sedikit terkibas angin sepoi-sepoi, alis tipis yang membingkai sempurna di parasnya tersebut mengerung, mulai menunjukkan ekspresi kesal.

“Maaf.” Dorothy merasa bersalah seraya berjalan menghampiri, ia tidak tahu jika lap yang dilemparkannya mengenai perempuan itu.

Tapi ngomong-ngomong, siapa perempuan tersebut? Mengapa ia ada di rumah ini? Dan juga siapa yang datang membawanya ke sini? Banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Dorothy.

“Maaf katamu?! Berani-beraninya pelayan rendahan sepertimu bersikap seperti itu. Memangnya kamu tidak tahu siapa aku?!” teriak wanita itu sambil berkacak pinggang.

Dorothy agak syok setelah mendengar suara wanita itu ketika mengomel, suaranya yang nyaring dan melengking mematahkan ekspektasi Dorothy yang mengira wanita itu memiliki perangai anggun dan lembut, tapi ternyata malah sebaliknya.

“Sekali lagi saya minta maaf. Tapi terlepas siapa anda, saya benar-benar tidak tahu. Selama ada di rumah ini, sekalipun saya tidak pernah melihat anda,” papar Dorothy menunjukkan rasa bersalah, pandangannya menunduk.

“Dia adalah kekasihku!” Bariton berat yang mendadak masuk ke dalam obrolan terdengar seiring dengan derap langkah kakinya yang berjalan mendekat.

Mendengar hal tersebut tentu Dorothy langsung mengangkat pandangannya, melihat bahwa Baron sudah berdiri di samping wanita itu sambil merangkul pinggang dengan mesra. Mungkin karena masih ada rasa yang tersisa dalam hatinya, Dorothy merasa relung hatinya dikoyak-koyak, belum bisa menerima bahwa memang ternyata memiliki perempuan lain.

“Dia Gracia, wanita yang akan menjadi istriku.” Baron menatap wanita di sampingnya kembali, melemparkan senyum, mereka melakukan kontak mata beberapa detik.

Pemandangan yang menjengkelkan. Dorothy komat-kamit di dalam hatinya, menyayangkan betapa sialnya menyadari fakta bahwa dirinya sempat jatuh hati pada Baron.

Tak lama Baron kembali menjatuhkan pandangannya pada Dorothy, melanjutkan ucapannya, “Setelah dipikir-pikir sepertinya satu bulan terlalu lama, aku sudah muak melihat wajah dekil itu setiap hari. Jadi aku ingin hari juga kamu segera angkat kaki, pergi yang jauh, uang yang kujanjikan akan segera aku berikan. Tidak perlu berkemas, sejak awal kamu tidak memiliki apa-apa kan di rumah ini?” Seringai mengejek terpampang.

Dorothy mengangguk meng-iyakan, ia pun merasa lebih baik cepat pergi dari rumah ini. Memilih untuk hidup sendiri dan lepas dari jeratan pria itu, setidaknya jika hidup miskin pun batin dan mentalnya tak tersiksa sebab tak perlu lagi menjadi babu tanpa gaji di rumah ini.

“Tanpa kamu suruh aku akan pergi. Aku tak membutuhkan uangmu meski sepeser. Aku akan pergi dari rumah ini tanpa membawa apapun. Ingin berdoa agar hidupmu tenang dan baik-baik saja, tapi hukum alam selalu bekerja.” Dorothy memejamkan mata sejenak sebelum menyambung ucapannya.

“... Kamu sudah banyak membuatku menderita, Baron. Dari segala sisi kamu sudah menghancurkan diri ini hingga tak bersisa. Bahkan untuk membuat namamu tetap baik, kamu tega menjatuhkan harga diriku. Menuduh bahwa aku selingkuh, tapi tanpa rasa malu kamu terang-terangan membawa wanita yang akan kamu jadikan istri ke rumah ini!” Suara Dorothy terdengar bergetar.

Pandangan Dorothy berpindah pada Gracia. “Kalau aku jadi dirimu, aku akan berpikir ribuan kali untuk menjadi istri dari pria manipulatif ini.” Telunjuknya mengarah pada Baron, tapi matanya tetap menyorot wanita itu.

Baron berdecak, menarik kasar tubuh Dorothy agar menjauh dari kekasihnya. Lalu mendorongnya tanpa perasaan hingga tersungkur ke lantai.

Gracia bersuara, “Siapa yang peduli? Semua itu pantas kamu dapatkan!”

Baron ikut menimpali, “Pergilah tanpa banyak membual! Dilihat dari manapun kamu amat jauh berbeda dengan Gracia. Kalian tidak bisa dibandingkan!” Tangannya merengkuh pinggang kekasihnya dengan posesif.

Dorothy hanya menyunggingkan bibir, menggunakan sisa tenaga yang dimiliki untuk bangkit. Lalu menyeret tubuhnya sendiri yang lesu, berjalan keluar rumah.

“Sialan! Aku tidak akan memaafkan kalian. Aku bersumpah, suatu hari nanti kamu yang akan mengemis maaf di bawah kakiku, Baron!” gumam Dorothy penuh amarah di sela langkah kakinya yang terus berjalan meninggalkan kediaman Adhelmar.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status