Di tahun ketiga pernikahan Baron dan Gracia, mereka berdua memutuskan untuk bercerai. Lebih tepatnya Gracia yang menginginkan untuk berpisah, alasannya karena ia mengira sudah tidak ada lagi yang bisa dimanfaatkan dari Baron.
Dan juga tujuan Gracia sejak awal sudah tercapai. Usaha keluarganya kembali pulih, ekonominya kembali stabil, tapi sebaliknya Baron yang kini berada di ambang kesusahan. Separuh tanah peninggalan sang ayah sudah habis terjual, usaha perkebunan pun banyak mengalami kerugian.“Jadi selama ini kamu tidak pernah mencintaiku?” Baron memasang wajah nelangsa, teringat apa saja yang sudah ia korbankan hanya untuk bisa bersama Gracia dan sekarang berakhir sia-sia.Karena kenyataannya memang inilah balasannya. Gracia merampas habis semua yang dimiliki Baron, lalu mencampakkannya persis seperti Baron membuang Dorothy tanpa manusiawi. Gracia juga terang-terangan mengakui sudah memiliki lelaki lain, makinlah Baron menggila.“Sudahlah, jangan terlalu dramatis.” Gracia terus memasukan pakaiannya ke dalam tas, bersiap untuk angkat kaki dari rumah. “Bukankah kamu pun melakukan hal yang sama pada mantan istrimu dulu? Ayolah, sejak awal aku tidak pernah tertarik dengan apa yang menjadi milik orang lain. Aku hanya butuh uangmu. Dan itu realistis bagi seorang wanita.”Mendengarnya, Baron naik pitam, ia merasa menjadi pihak yang paling dirugikan di sini. Suhu tubuhnya meningkat, ada emosi yang bergemuruh dalam dada, dengan kasar tangannya pun menarik bahu Gracia, membuat wanita itu langsung berbalik dan menghadap padanya.“Apa yang kamu lakukan?!” Gracia meninggikan suaranya, bahunya yang terasa nyeri ia usap-usap.Pria gondrong dengan mata nyalangnya itu tidak menjawab, nafas yang memburu membuat dadanya kembang kempis tak beraturan. Mengetatkan rahang, Baron mendorong tubuh Gracia ke atas ranjang.Entah apa yang ada dalam pikiran Baron saat ini, tapi ia seperti orang yang kesetanan. Tangan kekarnya mengungkung tubuh Gracia, menguncinya agar tidak bisa leluasa bergerak.Di bawah nafsu dan amarah Baron yang bergejolak, tubuh Gracia terus menggeliat-geliat, berusaha untuk mendorong pria yang nyaris menindihnya. Tapi tenaganya tak cukup besar, alhasil ia hanya bisa berteriak sekencang mungkin sebelum Baron membekapnya dengan sebuah ciuman.“Kamu milikku selamanya, Gracia. Mana boleh kamu pergi begitu saja dan meninggalkanku ketika aku sedang terpuruk!” teriak Baron tepat di telinga wanita berambut panjang tersebut, membuat Gracia reflek memejamkan mata karena terkejut.Belum sempat Baron menyalurkan hasratnya, aktivitas tangannya yang hendak merobek paksa gaun yang dikenakan Gracia mendadak berhenti karena pintu kamar didobrak secara paksa oleh seseorang. Saat menoleh untuk melihat, Baron menyatukan alisnya karena yang masuk ternyata pria asing dengan nafas yang ngos-ngosan.“Menjauhlah dari kekasihku, dasar brengsek!” teriak pria berpostur tinggi dengan dada bidangnya yang membuatnya nampak gagah.Pria yang mengaku sebagai kekasih Gracia tersebut langsung berderap menghampiri Baron, lalu tanpa babibu segera melayangkan pukulan pada rahang Baron hingga lawannya itu tersungkur kesakitan. Tak sampai di situ, dia juga memberikan beberapa tendangan pada kaki, perut dan kepala Baron agar tidak sanggup untuk berdiri lagi.Gracia sudah berdiri di samping kekasihnya, menunjukkan bahwa ia sama sekali tak berada dipihak Baron. Selesai membawa barang-barangnya, mereka berdua melenggang pergi tanpa mengatakan salam perpisahan pada Baron yang masih terkulai tak berdaya didekat kaki ranjang.Tertawa jengkel, Baron mengusap darah segar yang mengalir dari ujung bibir dan hidungnya. “Sialan! Si jalang itu memang seharusnya sejak awal kubunuh saja. Benalu yang tidak tahu malu.”Hidup Baron sudah berada di ujung tanduk, satu langkah lagi mendekati kemiskinan. Banyak pegawai yang tidak ia bayar, mereka memberi ancaman apabila Baron tak kunjung membayarkan haknya. Akhirnya mau tak mau Baron menjual rumah mewah hasil jerih payahnya untuk membayar hak para pegawai tersebut.Sempat hidup terlunta-lunta tanpa memiliki tempat tinggal dan uang yang cukup, Baron menjadi berandal yang hobi berjudi, menghutang ke sana kemari, dan selalu mabuk-mabukan. Sampai akhirnya salah satu kerabat dari mendiang ibu kandungnya mendatangi Baron.Jackson, adik kandung dari ibu Baron menawarkan bantuan, ingin mengembalikan kehidupan Baron seperti sedia kala tapi dengan beberapa syarat. Karena sudah terpojok dan tidak punya jalan keluar, Baron tak perlu pikir panjang untuk menyetujui tawaran Jackson.Hanya butuh tiga tahun untuk Baron kembali mendapatkan apa yang hilang darinya. Semenjak melakukan kerja sama dengan Jackson, Baron tumbuh menjadi pria matang dewasa dan dijuluki sebagai pengusaha sukses.Baron meneruskan jejak ayahnya, mengelola perkebunan sayur dan buah-buahan, bahkan sekarang ia bercabang menjadi bos sawit. Tanah yang sempat terjual kini sudah bisa ia beli lagi, bahkan dengan luas yang berkali-kali lipat. Baron juga sudah bisa tinggal di rumah yang mewah, hidup dengan penuh gelimang harta.Dengan uang dan status sosial yang dimiliki, Baron bebas menunjuk wanita mana saja yang ingin ia tiduri. Setiap malam, Baron meniduri wanita yang berbeda-beda. Berpindah dari rumah ke rumah tempat dimana para kupu-kupu malam menjual diri.Dari tahun ke tahun hidupnya terus seperti itu, dan Baron tidak berpikir untuk menikah kembali. Dalam hidup yang sedang dijalaninya, Baron tidak lagi membiarkan perasaan cinta merusak apa yang sudah dimilikinya, ia meyakini bahwa semua wanita sama seperti Gracia.Daripada buang-buang waktu dengan mengurusi cinta, merenda impian dan rencana palsu yang digugurkan oleh pengkhianatan, Baron memilih menikmati hidupnya dengan caranya sendiri. Kebutuhan apapun bisa ia dapatkan selagi memiliki uang, dan tentunya ia bisa mengencani lebih dari satu wanita di sepanjang hidupnya.“Kamu yakin tidak mau menikah lagi? Bagaimanapun juga, kamu harus memiliki pewaris, Baron. Kamu tidak bisa hidup hanya tentang besok akan meniduri wanita mana lagi ataupun bingung akan mabuk-mabukan dimana dan dengan siapa,” kata Jackson, mencoba membuka pikiran keponakannya itu.Baron meloloskan asap rokok ke udara, kakinya yang duduk menyilang ia gerak-gerakan. Menatap Jackson yang duduk berhadapan dengan tatapan malas, bosan jika pria itu sudah mulai menceramahi.“Aku menikmati hidupku yang seperti ini. Jika aku menikah lagi, apa yang aku punya sekarang bisa hilang dan hancur kembali. Para wanita itu hanya butuh uang, maka dengan membayarnya setelah mau ditiduri itu sudah lebih dari cukup,” balas Baron, matanya ia pejamkan sejenak sambil bersandar pada sandaran sofa.Jackson menggeleng pelan sembari menghela napas, jika bukan karena surat wasiat dari kakak kandungnya, mana mau ia terlibat dalam kehidupan Baron. Setidaknya sebelum ia benar-benar keluar dari situasi ini, Baron harus sudah memiliki kehidupan yang normal.“Bagaimana dengan mantan istrimu yang pertama? Bukankah dia tidak banyak menuntut dan kudengar dia perempuan yang baik. Rumor buruk tentangnya hanya akal-akalanmu saja kan?” tanya Jackson, entahlah ia mendadak teringat pada Dorothy.Baron mengusap dagu, sudah lama nama itu tidak ia dengar. “Memang. Dia adalah perempuan lugu yang mudah dibodohi, setidaknya dia lebih baik dari Gracia.”“Apa kamu menyesal?”Ditanya seperti itu, Baron tidak langsung menjawab. Dia merenung sejenak untuk mencari tahu jawaban jujur dari pertanyaan tersebut.Satu tarikan nafas berat ia keluarkan bersamaan dengan asap rokok yang berhembus dari hidungnya, maniknya bergulir menatap Jackson kembali. “Aku tidak tahu. Aku hanya berpikir sejauh ini, jika dalam hubungan ranjang, Dorothy masih yang terbaik. Dia istri yang penurut, dan mungkin saja kami sudah memiliki anak sekarang.”“Jika begitu, carilah dan bawa dia kembali ke sisimu,” kata Jackson dengan enteng.Baron tertawa tipis, tidak percaya pamannya memberikan saran seperti itu. “Apa kamu gila, Paman? Di mana harga diriku jika harus memintanya untuk kembali padaku?”Jackson menahan tawa. “Pfft! Memangnya kamu masih punya harga diri?” ledeknya yang membuat Baron kembali tertawa.“Kemarilah, biar kuberitahu kamu sesuatu.” Jackson mengecilkan suaranya, meminta agar Baron mendekat.Dengan tubuh yang sama-sama mencondong, mereka terlibat dalam obrolan rahasia. Entah apa yang dibicarakan Jackson, tapi bisa dilihat dari ekspresi Baron sepertinya obrolan tersebut berisi rencana tentang sesuatu.Baron angguk-angguk, kembali menegapkan punggungnya setelah obrolan usai. “Baiklah, aku setuju. Pertama-tama, bukankah seharusnya aku mencari keberadaannya? Sudah tujuh tahun lamanya kami berpisah, yang kutakutkan dia sudah menikah.”“Kamu tidak akan pernah tahu sebelum kamu mencari tahu dan mencobanya sendiri,” timpal Jackson.***Dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, akhirnya Baron bisa mendapatkan beberapa informasi tentang mantan istrinya, Dorothy. Mulai dari desa yang menjadi tempat tinggal Dorothy, hingga tempat bekerja wanita itu. Tapi satu hal yang tidak diketahui Baron, bahwa Dorothy memiliki seorang anak. Sehingga saat ini, setelah dirinya mengetuk pintu dan sudah berharap bahwa wajah mantan istrinya yang ia lihat, justru yang menampakkan diri adalah seorang bocah laki-laki dengan tatapan polosnya. Baron memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana, membungkuk ke depan, mencoba mensejajarkan tingginya dengan bocah tersebut sambil memandanginya lamat-lamat. “Apakah benar ini kediaman Nyonya Dorothy?” tanya Baron memastikan. Bocah itu mengangguk, memandangi Baron sedikit bingung. “Benar, Tuan. Nyonya Dorothy adalah Mama saya.”Mendengar jawaban tersebut, Baron tercengang beberapa saat. Punggungnya yang membungkuk ia tegakkan kembali, sorot matanya masih berpusat pada bocah laki-laki pemilik mat
Sesaat Dorothy kehilangan kata-kata, ucapan Baron barusan mengguncang pikirannya. Tapi saat kembali menyadari bahwa yang dihadapannya saat ini adalah seorang bajingan yang sudah banyak membuat hidupnya menderita, cekalan di tangan pria itu langsung ia tepis, tubuhnya mundur menjauh darinya. “Dasar gila! Apa kamu tidak punya malu?” Dorothy mendesis sebal, dadanya semakin kembang kempis, tangannya mengepal kuat dengan rahang yang mengetat. “Sejak awal pun aku sudah tidak punya malu dan harga diri ini sudah aku korbankan ketika memutuskan untuk datang ke sini. Aku tahu aku salah, aku mengerti dengan rasa bencimu, dan itu sangat wajar. Tapi, tidak bisakah aku memintamu kembali untuk menjadi istriku?” Baron mengeluarkan jurus andalan, lihat saja wajahnya yang tampak memelas berusaha mengambil hati Dorothy. “Jangan mimpi!” sembur Dorothy, sedetik kemudian tubuhnya berbalik memunggungi Baron. “Pulanglah. Jangan membual dengan omong kosong seperti itu. Aku tidak akan pernah mau bersama den
Surai rambut coklat sepanjang telinga ia usap ke belakang, menampilkan alis tebalnya yang terukir tegas di wajahnya yang rupawan. Cahaya rembulan menembus kaca besar yang terpasang di sepanjang lorong layaknya dinding, menyinari sesosok pria bertubuh tegap yang dengan gagahnya berjalan. Bagai malaikat, tubuhnya itu disinari dengan indah, ditambah mata abu-abu gelapnya ikut tersenyum ketika kedua sudut bibirnya terangkat, semakin menambah level ketampanannya. Siapa yang tidak tahu Baron? Anak tunggal kaya raya yang siap mewarisi harta turunan sang ayah yang saat ini sedang sakit-sakitan. Kaki panjangnya melesat masuk ke dalam sebuah ruangan, harum aroma mawar menyerbak masuk ke dalam indera penciuman. Ruangan yang hanya mengandalkan sinar rembulan sebagai penerangan tersebut menampilkan siluet seorang perempuan yang berdiri menghadap jendela. “Apa kamu sudah siap?” tanya Baron, baritonnya yang serak dan berat menggema dalam ruangan yang diselimuti keheningan. Siluet perempuan i
Berlatar pada zaman dimana harta menjadi penunjang utama bagaimana seseorang bisa dipandang. Semakin banyak harta yang dimiliki, maka derajatnya akan semakin diagung-agungkan. Matteo Adhelmar adalah pria pekerja keras yang berhasil memiliki lahan luas yang ia jadikan sebagai perkebunan. Berhektar-hektar tanah yang dimiliki ia pakai untuk menanam sayur, buah, dan padi. Beberapa penduduk desa berbondong-bondong ingin menjadi pegawai Matteo, semua hasil dari perkebunan dijual ke desa lain dengan harga yang tinggi. Hanya di desa inilah tanah begitu subur gembur, sehingga mudah untuk mengembangkan usaha bahan pangan. “Pendapatan kita bulan ini turun lagi?” Matteo melenguh pasrah, pelipisnya yang terasa berdenyut ia pijat pelan. Matteo tak kuasa melihat hasil laporan dari keuntungan yang didapat bulan ini. Sebenarnya dari beberapa bulan sebelumnya sudah terasa mencurigakan, Matteo merasa ada sesuatu yang disembunyikan, tidak mungkin data penjualan tidak sebanding dengan pemasukan ya
Baron dan Dorothy berjalan tergesa-gesa menuju kamar Matteo setelah mendapat kabar mengejutkan dari pelayan tadi. Sepertinya kabar tentang kematian Matteo sudah menyebar ke seluruh isi rumah, karena para pelayan yang ada di rumah ini sudah berkerumun di depan ruangan yang di dalamnya ada Matteo. Tapi satu pun dari mereka tidak ada yang berani masuk. Baron lantas melesat masuk, diikuti oleh Dorothy, mereka langsung disuguhi pemandangan yang menyedihkan. Bahwa Matteo benar-benar sudah terbujur kaku dengan warna kulitnya yang sudah pucat membiru, tubuhnya layaknya seonggok bangkai, tergeletak di atas lantai tak berdaya. Saat Baron mendekat ke arahnya, berjongkok untuk menyentuh tubuh ayahnya, rasa dingin yang dirasakan membuatnya bergidik merinding. Pandangan Baron menyapu ke samping, tak jauh dari tubuh Matteo yang terkapar ada pecahan gelas yang berserakan. Mengambil salah satu dari pecahan tersebut, Baron jadi teringat bahwa gelas yang pecah itu adalah gelas yang dibawa Arjun tadi
Arjun ditarik keluar ruangan secara brutal, Baron sudah menetapkan pria itu sebagai pelaku. Keputusannya untuk memberikan hukuman padanya tidak bisa diganggu gugat.Sedang Dorothy yang masih membenamkan dirinya dalam pikiran penuh tanda tanya hanya bisa bergeming, menyaksikan Arjun yang mulai diarak keliling desa dengan kedua tangan dan kakinya yang diborgol, beberapa pria bertubuh kekar menghimpit Arjun sambil sesekali memberi pecutan agar Arjun tidak diam di tempat.Para warga desa yang menonton pun mulai mengolok-olok, saling memberi cacian hingga beberapa diantaranya melemparkan kerikil tajam pada tubuh Arjun. Pelipis pria itu terluka cukup parah, darah mengalir layaknya air terjun yang mulai menutupi seluruh paras Arjun.Dorothy semakin merasakan tenggorokannya tercekat ketika tak sengaja melakukan kontak mata dengan Arjun, tatapan pria yang sudah babak belur itu seolah meminta pertolongan. Sorot matanya mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah.Sebetulnya Dorothy ingin sekali men
Sempat hening beberapa saat sebelum akhirnya Baron kembali menjelaskan sebab Dorothy tampaknya belum paham. Sebetulnya selama seminggu ini Baron sudah merencanakan semuanya, bahkan tentang keputusan ini sudah ia pikirkan sejak lama. “Aku tidak bisa lagi berpura-pura mencintaimu. Aku tidak bisa menjalani pernikahan yang didalamnya tidak ada cinta. Seharusnya sejak awal kamu tahu dan sadar diri siapa posisimu. Mana mungkin aku bisa jatuh cinta pada anak pembantu sepertimu?” jelas Baron mimik wajahnya yang dingin menunjukkan bahwa ia serius dengan ucapannya. Dorothy merasa tercekat, nafasnya tersendat-sendat, rasa syok membuat dadanya penuh dan sesak. Ia masih berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh Baron. Rasanya sulit sekali menerima semua perkataan itu setelah dua tahun menjalani kehidupan bersama, bahkan selama beberapa bulan terakhir pria itu memberikan perlakuan istimewa yang membuat Dorothy percaya hingga berhasil jatuh cinta padanya. Tapi sekarang semuanya sudah sirna, segala
Harga diri Dorothy benar-benar hancur, namanya sudah jelek di mata orang-orang. Melangkah pergi dari kediaman Adhelmar pun Dorothy harus menelan banyak cacian dan hujatan dari mereka-mereka yang sudah terhasut omongan Baron. Dorothy pergi tanpa memiliki tujuan yang jelas, juga dirinya tidak membawa apa-apa. Ia luntang-lantung tanpa arah, terus berjalan dan berharap bisa memiliki lingkungan dan tempat tinggal yang bisa membuatnya merasa dimanusiakan. Berjalan memasuki hutan, meninggalkan ingar bingar pedesaan, Dorothy berjalan tanpa alas dan tanpa istirahat hingga langit sudah mulai menggelap. Perutnya yang terasa lapar dan perih hanya bisa ia usap-usap di sepanjang perjalanan, sesekali Dorothy meneguk sisa embun di dedaunan, sedikit bisa menghilangkan dahaga. “Kemana aku harus pergi? Aku bahkan tidak tahu sekarang aku ada di mana.” Dorothy mengedarkan pandangan, sesekali menengadah, menatap dedaunan rimbun yang menghalau sinar mentari untuk menelusup ke dalam hutan. Suara tapak ka
Sesaat Dorothy kehilangan kata-kata, ucapan Baron barusan mengguncang pikirannya. Tapi saat kembali menyadari bahwa yang dihadapannya saat ini adalah seorang bajingan yang sudah banyak membuat hidupnya menderita, cekalan di tangan pria itu langsung ia tepis, tubuhnya mundur menjauh darinya. “Dasar gila! Apa kamu tidak punya malu?” Dorothy mendesis sebal, dadanya semakin kembang kempis, tangannya mengepal kuat dengan rahang yang mengetat. “Sejak awal pun aku sudah tidak punya malu dan harga diri ini sudah aku korbankan ketika memutuskan untuk datang ke sini. Aku tahu aku salah, aku mengerti dengan rasa bencimu, dan itu sangat wajar. Tapi, tidak bisakah aku memintamu kembali untuk menjadi istriku?” Baron mengeluarkan jurus andalan, lihat saja wajahnya yang tampak memelas berusaha mengambil hati Dorothy. “Jangan mimpi!” sembur Dorothy, sedetik kemudian tubuhnya berbalik memunggungi Baron. “Pulanglah. Jangan membual dengan omong kosong seperti itu. Aku tidak akan pernah mau bersama den
Dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, akhirnya Baron bisa mendapatkan beberapa informasi tentang mantan istrinya, Dorothy. Mulai dari desa yang menjadi tempat tinggal Dorothy, hingga tempat bekerja wanita itu. Tapi satu hal yang tidak diketahui Baron, bahwa Dorothy memiliki seorang anak. Sehingga saat ini, setelah dirinya mengetuk pintu dan sudah berharap bahwa wajah mantan istrinya yang ia lihat, justru yang menampakkan diri adalah seorang bocah laki-laki dengan tatapan polosnya. Baron memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana, membungkuk ke depan, mencoba mensejajarkan tingginya dengan bocah tersebut sambil memandanginya lamat-lamat. “Apakah benar ini kediaman Nyonya Dorothy?” tanya Baron memastikan. Bocah itu mengangguk, memandangi Baron sedikit bingung. “Benar, Tuan. Nyonya Dorothy adalah Mama saya.”Mendengar jawaban tersebut, Baron tercengang beberapa saat. Punggungnya yang membungkuk ia tegakkan kembali, sorot matanya masih berpusat pada bocah laki-laki pemilik mat
Di tahun ketiga pernikahan Baron dan Gracia, mereka berdua memutuskan untuk bercerai. Lebih tepatnya Gracia yang menginginkan untuk berpisah, alasannya karena ia mengira sudah tidak ada lagi yang bisa dimanfaatkan dari Baron. Dan juga tujuan Gracia sejak awal sudah tercapai. Usaha keluarganya kembali pulih, ekonominya kembali stabil, tapi sebaliknya Baron yang kini berada di ambang kesusahan. Separuh tanah peninggalan sang ayah sudah habis terjual, usaha perkebunan pun banyak mengalami kerugian. “Jadi selama ini kamu tidak pernah mencintaiku?” Baron memasang wajah nelangsa, teringat apa saja yang sudah ia korbankan hanya untuk bisa bersama Gracia dan sekarang berakhir sia-sia. Karena kenyataannya memang inilah balasannya. Gracia merampas habis semua yang dimiliki Baron, lalu mencampakkannya persis seperti Baron membuang Dorothy tanpa manusiawi. Gracia juga terang-terangan mengakui sudah memiliki lelaki lain, makinlah Baron menggila. “Sudahlah, jangan terlalu dramatis.” Gracia teru
Harga diri Dorothy benar-benar hancur, namanya sudah jelek di mata orang-orang. Melangkah pergi dari kediaman Adhelmar pun Dorothy harus menelan banyak cacian dan hujatan dari mereka-mereka yang sudah terhasut omongan Baron. Dorothy pergi tanpa memiliki tujuan yang jelas, juga dirinya tidak membawa apa-apa. Ia luntang-lantung tanpa arah, terus berjalan dan berharap bisa memiliki lingkungan dan tempat tinggal yang bisa membuatnya merasa dimanusiakan. Berjalan memasuki hutan, meninggalkan ingar bingar pedesaan, Dorothy berjalan tanpa alas dan tanpa istirahat hingga langit sudah mulai menggelap. Perutnya yang terasa lapar dan perih hanya bisa ia usap-usap di sepanjang perjalanan, sesekali Dorothy meneguk sisa embun di dedaunan, sedikit bisa menghilangkan dahaga. “Kemana aku harus pergi? Aku bahkan tidak tahu sekarang aku ada di mana.” Dorothy mengedarkan pandangan, sesekali menengadah, menatap dedaunan rimbun yang menghalau sinar mentari untuk menelusup ke dalam hutan. Suara tapak ka
Sempat hening beberapa saat sebelum akhirnya Baron kembali menjelaskan sebab Dorothy tampaknya belum paham. Sebetulnya selama seminggu ini Baron sudah merencanakan semuanya, bahkan tentang keputusan ini sudah ia pikirkan sejak lama. “Aku tidak bisa lagi berpura-pura mencintaimu. Aku tidak bisa menjalani pernikahan yang didalamnya tidak ada cinta. Seharusnya sejak awal kamu tahu dan sadar diri siapa posisimu. Mana mungkin aku bisa jatuh cinta pada anak pembantu sepertimu?” jelas Baron mimik wajahnya yang dingin menunjukkan bahwa ia serius dengan ucapannya. Dorothy merasa tercekat, nafasnya tersendat-sendat, rasa syok membuat dadanya penuh dan sesak. Ia masih berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh Baron. Rasanya sulit sekali menerima semua perkataan itu setelah dua tahun menjalani kehidupan bersama, bahkan selama beberapa bulan terakhir pria itu memberikan perlakuan istimewa yang membuat Dorothy percaya hingga berhasil jatuh cinta padanya. Tapi sekarang semuanya sudah sirna, segala
Arjun ditarik keluar ruangan secara brutal, Baron sudah menetapkan pria itu sebagai pelaku. Keputusannya untuk memberikan hukuman padanya tidak bisa diganggu gugat.Sedang Dorothy yang masih membenamkan dirinya dalam pikiran penuh tanda tanya hanya bisa bergeming, menyaksikan Arjun yang mulai diarak keliling desa dengan kedua tangan dan kakinya yang diborgol, beberapa pria bertubuh kekar menghimpit Arjun sambil sesekali memberi pecutan agar Arjun tidak diam di tempat.Para warga desa yang menonton pun mulai mengolok-olok, saling memberi cacian hingga beberapa diantaranya melemparkan kerikil tajam pada tubuh Arjun. Pelipis pria itu terluka cukup parah, darah mengalir layaknya air terjun yang mulai menutupi seluruh paras Arjun.Dorothy semakin merasakan tenggorokannya tercekat ketika tak sengaja melakukan kontak mata dengan Arjun, tatapan pria yang sudah babak belur itu seolah meminta pertolongan. Sorot matanya mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah.Sebetulnya Dorothy ingin sekali men
Baron dan Dorothy berjalan tergesa-gesa menuju kamar Matteo setelah mendapat kabar mengejutkan dari pelayan tadi. Sepertinya kabar tentang kematian Matteo sudah menyebar ke seluruh isi rumah, karena para pelayan yang ada di rumah ini sudah berkerumun di depan ruangan yang di dalamnya ada Matteo. Tapi satu pun dari mereka tidak ada yang berani masuk. Baron lantas melesat masuk, diikuti oleh Dorothy, mereka langsung disuguhi pemandangan yang menyedihkan. Bahwa Matteo benar-benar sudah terbujur kaku dengan warna kulitnya yang sudah pucat membiru, tubuhnya layaknya seonggok bangkai, tergeletak di atas lantai tak berdaya. Saat Baron mendekat ke arahnya, berjongkok untuk menyentuh tubuh ayahnya, rasa dingin yang dirasakan membuatnya bergidik merinding. Pandangan Baron menyapu ke samping, tak jauh dari tubuh Matteo yang terkapar ada pecahan gelas yang berserakan. Mengambil salah satu dari pecahan tersebut, Baron jadi teringat bahwa gelas yang pecah itu adalah gelas yang dibawa Arjun tadi
Berlatar pada zaman dimana harta menjadi penunjang utama bagaimana seseorang bisa dipandang. Semakin banyak harta yang dimiliki, maka derajatnya akan semakin diagung-agungkan. Matteo Adhelmar adalah pria pekerja keras yang berhasil memiliki lahan luas yang ia jadikan sebagai perkebunan. Berhektar-hektar tanah yang dimiliki ia pakai untuk menanam sayur, buah, dan padi. Beberapa penduduk desa berbondong-bondong ingin menjadi pegawai Matteo, semua hasil dari perkebunan dijual ke desa lain dengan harga yang tinggi. Hanya di desa inilah tanah begitu subur gembur, sehingga mudah untuk mengembangkan usaha bahan pangan. “Pendapatan kita bulan ini turun lagi?” Matteo melenguh pasrah, pelipisnya yang terasa berdenyut ia pijat pelan. Matteo tak kuasa melihat hasil laporan dari keuntungan yang didapat bulan ini. Sebenarnya dari beberapa bulan sebelumnya sudah terasa mencurigakan, Matteo merasa ada sesuatu yang disembunyikan, tidak mungkin data penjualan tidak sebanding dengan pemasukan ya
Surai rambut coklat sepanjang telinga ia usap ke belakang, menampilkan alis tebalnya yang terukir tegas di wajahnya yang rupawan. Cahaya rembulan menembus kaca besar yang terpasang di sepanjang lorong layaknya dinding, menyinari sesosok pria bertubuh tegap yang dengan gagahnya berjalan. Bagai malaikat, tubuhnya itu disinari dengan indah, ditambah mata abu-abu gelapnya ikut tersenyum ketika kedua sudut bibirnya terangkat, semakin menambah level ketampanannya. Siapa yang tidak tahu Baron? Anak tunggal kaya raya yang siap mewarisi harta turunan sang ayah yang saat ini sedang sakit-sakitan. Kaki panjangnya melesat masuk ke dalam sebuah ruangan, harum aroma mawar menyerbak masuk ke dalam indera penciuman. Ruangan yang hanya mengandalkan sinar rembulan sebagai penerangan tersebut menampilkan siluet seorang perempuan yang berdiri menghadap jendela. “Apa kamu sudah siap?” tanya Baron, baritonnya yang serak dan berat menggema dalam ruangan yang diselimuti keheningan. Siluet perempuan i