Beranda / Romansa / Pembalasan Dendam Wanita Terbuang / Bab 4 Tanda Tanya Pengurus Rumah

Share

Bab 4 Tanda Tanya Pengurus Rumah

Waktu bergulir melewati satu persatu aktivitas yang dilakukan Salwa. Jam bergerak menuju angka yang menunjukkan jam pulang sekolah telah tiba. Ia bergegas meninggalkan ruangan. Sambil berjalan ia memesan taksi online. Pun sama, Alisa berjalan cepat sambil memesan taksi yang akan membawanya pulang. Derap kakinya ia percepat, berharap tidak bertemu Salwa di gerbang sekolah.

"Aku antar, Al?" Suara yang amat dikenalnya mampir di telinga. Kenzi dari kelas sebelah jurusan IPA-3 datang menghampirinya.

"Nggak usah, aku udah pesan taksi, ini udah mau datang," Alisa mempercepat langkah.

"Kita searah, nggak papa bareng aja," bujuknya.

"Makasih, Ken, aku naik taksi aja," Alisa bergegas meninggalkan Kenzi yang selalu berusaha untuk mendekatinya.

Kenzi mengumpat, "Kenapa susah banget ngedeketin cewek yang satu ini?" batinnya. Ia menatap Alisa yang berlari-lari kecil menuju gerbang. Setelah Alisa menghilang, ia melangkah menuju parkiran menaiki motor kesayangannya, lalu bergerak pulang.

Sementara itu, Salwa mempercepat langkah, setelah supir taksi meneleponnya memberi tahu bahwa ia telah tiba. Sebelum tiba di gerbang, langkahnya terhenti karena sebuah mobil membunyikan klakson dan berhenti tepat di sampingnya.

"Pulang ke mana, Bu?" Andra menyapa ramah lalu meminggirkan mobilnya. Merasa kurang sopan bicara dari dalam mobil ia pun langsung keluar dan berdiri di samping Salwa.

"Ke rumah," Salwa menjawab polos. Matanya sibuk melihat sekeliling sekolah. Mencari-cari sosok Alisa, siapa tahu ia belum pulang dan bermaksud mengajak pulang bersama.

"Alamat maksud saya," terang Andra yang memperhatikan gerak-geriknya. Bu Salwa mencari seseorang? tanyanya pula.

"Ooooooh, Jln. Mawar, No. 27. Enggak kok, aku nggak cari siapa-siapa?" Salwa mencoba tersenyum menutupi kebohongannya.

"Ooooh. Mau pulang bareng? Biar saya antar walau kita beda arah, Andra melebarkan senyum menawarkan niat baiknya.

"Oh, Makasih Pak Andra, nggak usah, saya udah pesan taksi, itu sudah datang," Salwa menunjuk ke luar gerbang.

“Oooh, saya pikir Bu Salwa masih menunggu, kalau seandainya belum mesan taksi, pulang bareng saya aja,

“Makasih atas tawarannya Pak Andra, lain kali saja,

“Ya sudah kalau gitu. Hati-hati, Bu,

Salwa mengangguk, Mari Pak Andra, saya duluan," ujarnya pamit sambil mengembangkan senyum meninggalkan Andra.

“Manis sekali senyum itu," Andra memuji dalam hati.

Salwa bergegas memasuki mobil.

"Dengan Mbak Salwa?" supir taksi bertanya setelah Salwa duduk di belakang.

"Ya," Salwa menjawab ramah.

“Jalan Mawar, kan, Mbak?" Salwa mengangguk tak bersuara.

***

"Siaaall!!!" Alisa terus menerus memukul kursi mobil dengan geram dan membuat supir tercengang. Bayang-bayang wajah Salwa menari-nari di retinanya. Entah mengapa ia merasa jadi bahan ejekan Salwa. Alisa semakin marah mengapa Salwa harus mengajar di sekolahnya. Apa mungkin Salwa ingin memberi tahu teman-temannya kalau ia punya kakak dari istri pertama papanya? Apa mungkin Salwa datang ingin meminta pembagian harta? Akh, kalau ini bukan masalah baginya. Harta papanya banyak, jika memang harus dibagi itu tidak akan jadi masalah, hal yang paling tidak ia terima adalah, ia punya kakak, sedangkan semua teman-temannya tahu kalau ia anak tunggal dan papanya hanya punya satu istri. Dan hal yang paling dibencinya adalah mengapa papa dan mamanya tidak pernah bercerita kepadanya. Aku punya kakak? Ia mengusuk-ngusuk kepalanya.

Pengemudi yang mengendarai mobil menatap Alisa dari kaca mobil. Sesekali ia menggeleng, ingin bertanya segan, ujung-ujungnya ia cukup diam dan menjalankan mobil pelan-pelan.

Sudah sampai, Mbak? supir taksi itu menyadarkan lamunan Alisa. Ia membayar taksi lalu segera keluar dan mengucapkan terima kasih. Alisa tiba di depan gerbang, rumah cantik yang berdiri di antara rumah-rumah mewah itu mengajaknya berdiskusi. Ia menghela napas berat sambil menekan bel berkali-kali. Membayangkan ia akan hidup bersama Salwa entah sampai berapa lama.

Penjaga rumah mereka, Sardi yang sudah bekerja bertahun-tahun segera membukakan pintu pagar. Nggak dijemput Ibu, Non? tanya lelaki itu. Alisa hanya mengangkat bahu. Sardi tak berkomentar lagi. Biasanya kalau Alisa pulang naik taksi, itu artinya Ratih sibuk di butik, mungkin banyak menghendel pesanan, atau banyak pelanggan yang datang. Atau bisa jadi ia sedang sibuk membuat desain pakaian terbaru.

Alisa melangkah gontai, menghitung satu persatu langkahnya menuju pintu rumah. Ketika Narti membuka pintu, wajah lesunya membuat pembantu itu heran.

"Non Lisa sakit?" rasa khawatir Narti langsung muncul karena dari kecil sudah merawat Alisa.

"Enggak Bi, Lagi capek aja," Alisa menjawab tak acuh sambil berlalu menuju kamar. “Non Alisa apa masih marah setelah keributan tadi malam?" Narti bertanya sendiri pada dirinya.

Selang beberapa waktu, ketika Narti masih membereskan pekerjaan rumah, Salwa tiba. Ia menyapa, "Sore Bi," tegurnya. Narti yang baru meihat Salwa kemarin langsung tersenyum ramah. "Eh, iya, Non…Non," Salwa tertawa melihatnya, "Salwa, Bi," ujarnya. "Eh, iya, Non Salwa. Baru pulang, Non?" tanyanya pula. Salwa mengangguk kemudian berjalan menuju lantai dua.

Narti memperhatikan Salwa yang meninggalkannya. Menggeleng-geleng menganggap aneh orang-orang seisi rumah. Bagaimana bisa mereka menyimpan rahasia selama delapan belas tahun, kalau pemilik rumah memiliki seorang anak dari istri pertamanya, yang bahkan ia sendiri tidak tahu meski ia sudah bekerja di rumah itu selama lima belas tahun.

Narti melanjutkan pekerjaannya meski di hatinya dari kemarin bertanya-tanya. Ia hanya sempat menguping kalau Salwa adalah anak dari istri pertama. Kenapa baru sekarang Salwa muncul di rumah ini? Ia menggeleng-geleng. Keluarga yang ia kenal adem ayem ini ternyata memiliki rahasia di luar nalar juga. Ia juga mengingat kejadian tadi malam bagaimana sikap Alisa dalam menyambut kehadiran Salwa, ia merasa iba kepada anak majikannya itu, "Pasti Non Alisa nggak terima, kasihan," ia mengangkat bahu sambil berlalu menuju dapur.

Sementara itu, Sardi yang bertugas menjadi penjaga rumah, juga merasa heran, hatinya terus bertanya-tanya, Non Salwa ini ibunya di mana? pertanyaan itu muncul setelah ia membukakan gerbang kepada Salwa, Salwa yang ramah langsung menyapanya, "Sore, Pak," ujarnya. Sardi mengangguk, "Iya, Non. Baru pulang?" pertanyaannya juga demikian. Salwa mengiyakan lalu meninggalkannya. Ia juga merasa kaget dengan kehadiran Salwa kemarin sore. Datang dengan menenteng banyak barang, ia menekan bel, ketika gerbang terbuka, ia langsung menyerobot masuk, "Saya ingin bertemu pemilik rumah ini. Mereka di dalam?" tanyanya seolah sudah biasa saja ke rumah itu. Sardi tidak bisa mencegahnya karena jalannya terlalu cepat. Ia mengetuk pintu rumah, ketika Narti membuka pintu, "Tante Ratih ada?" ucapnya langsung masuk. "Tolong bawakan barang-barang saya yang masih berada di luar, sepertinya bapak penjaga gerbang akan kewalahan membawanya," Narti ternganga heran, bahkan berpikir untuk bertanya Anda siapa? saja tidak sempat. Dan bodohnya, ia malah berlari-lari kecil mengambil barang-barang Salwa yang ketinggalan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status