Share

Bab 8

Author: Emilia Sebastian
Saat naik ke panggung, Abista awalnya masih menatap kedua adiknya dengan ragu. Namun, setelah bertemu pandang dengan tatapan Ayu yang penuh harapan, dia hanya tersenyum dengan tidak berdaya.

Siapa suruh Syakia sendiri yang pencemburu dan tidak bisa menerima Ayu. Oleh karena itu, Abista tidak lagi ragu dan langsung berjalan melewati Syakia untuk memberikan bunganya kepada Ayu. Setelahnya, Kama, Kahar, Ranjana, dan seluruh anggota Keluarga Angkola juga memberikan bunga mereka kepada Ayu.

Seperti di kehidupan sebelumnya, Syakia tidak menerima sekuntum bunga pun, sedangkan Ayu dikelilingi dengan bunga pemberkatan. Namun, Syakia sama sekali tidak merasakan apa-apa. Bagaimanapun juga, dia sudah mengetahui hasil seperti ini dari awal. Jadi, dia sama sekali tidak menaruh harapan.

Pada saat giliran Panji, dia bukan hanya menggenggam sekuntum bunga seperti orang lain, melainkan buket besar berisi bunga-bunga yang indah. Dia melirik Syakia sekilas, lalu langsung memberikan buket bunga itu kepada Ayu tanpa ragu.

“Ayu, semoga kecantikanmu tetap abadi dan senyumanmu nggak pernah pudar.”

“Terima kasih Kak Abista, Kak Kama, Kak Kahar, Kak Ranjana, Kak Panji. Bunga dari kalian benar-benar cantik! Aku sampai kewalahan karena dapat bunga sebanyak ini,” ujar Ayu dengan suara yang manis.

Panji dan yang lainnya mengelilingi Ayu. Ada yang mengusap kepalanya dengan penuh kasih sayang, ada yang memberikan hadiah yang sudah disiapkan dari dulu. Berhubung ada banyak orang yang memberi bunga kepada Ayu, Kama pun terdorong ke belakang dan tidak sengaja menyenggol Syakia.

Kama menoleh ke arah Syakia. Begitu melihat Syakia tidak menerima sekuntum bunga pun, dia mencibir, “Kamu nggak usah cemburu. Ayu dapat begitu banyak bunga karena dia polos dan baik hati. Andaikan kamu punya sedikit sifat baiknya, kamu juga nggak mungkin sama sekali nggak dapat bunga. Jadi, introspeksilah dirimu baik-baik.”

“Terima kasih atas perhatian Kak Kama. Tapi, aku nggak perlu introspeksi diri. Aku merasa aku sudah cukup baik,” jawab Syakia sambil tersenyum acuh tak acuh.

Hari ini, waktu yang terbuang sudah cukup banyak. Alasan kenapa Syakia masih berdiri di sini hanya karena ingin menunggu Panji membatalkan pernikahan. Mereka. Namun, pria itu sepertinya sudah nyaris melupakan hal ini karena sibuk memberikan bunga kepada Ayu.

Kesabaran Syakia mulai menipis. Dia akhirnya memutuskan untuk “mengingatkan” Panji.

“Ayah, upacara ini sudah berakhir. Kalau kalian nggak butuh aku lagi, aku kembali saja ke kamarku,” ujar Syakia sambil menoleh ke arah Damar tanpa peduli pada Kama lagi.

Sesuai dugaan, begitu mendengar Syakia ingin pergi, Panji yang dari tadi hanya memperhatikan Ayu tiba-tiba menoleh. “Tunggu! Kamu masih belum boleh pergi. Ada hal penting yang mau kusampaikan padamu!”

‘Akhirnya dia ingat juga,’ gumam Syakia dalam hati.

Panji memelototi Syakia, lalu menangkupkan tangannya pada Damar dan berkata dengan suara lantang, “Paman, hari ini, aku mau minta Paman untuk bantu aku tangani masalah pernikahanku.”

Begitu mendengar ucapan Panji, semua orang mengira Panji ingin mendiskusikan tanggal pernikahan dan akhirnya menikahi Syakia.

Ayu sontak merasa panik karena tidak ingin Panji direbut oleh Syakia. “Kak Panji ....”

Panji dapat melihat kepanikan yang terpancar dari mata Ayu. Dia pun merasa sangat gembira. Ternyata Ayu memang mencintainya, makanya Ayu baru khawatir dia akan menikahi Syakia. Sebenarnya, dia juga mencintai Ayu. Oleh karena itu, dia tidak akan menikahi Syakia. Hanya ada satu orang yang ingin dinikahinya.

Panji mengelus kepala Ayu dengan penuh kasih sayang dan berkata, “Ayu, tenang saja. Aku akan kasih kamu sebuah kejutan.”

Seusai berbicara, Panji menatap Damar tanpa rasa takut sedikit pun dan berujar dengan lantang, “Hal pertama, aku mau batalkan pernikahanku dengan Syakia!”

“Kurang ajar!”

“Panji!”

Begitu mendengar ucapan Panji, semua tamu pun tercengang. Di sisi lain, mata Ayu langsung berbinar, sedangkan Damar menatap Panji dengan dingin dan menunjukkan ekspresi marah.

Ike memahami sifat kakaknya dan buru-buru menarik tangan putranya. “Panji, kalau ada yang mau kamu katakan, kita bicarakan saja nanti. Ini hari upacara kedewasaan kedua adikmu. Jangan bertindak seenaknya di sini!”

Meskipun Ike juga tidak menyukai Syakia, pernikahan Panji dan Syakia juga tidak bisa dibatalkan seperti ini. Membatalkan pernikahan di depan umum setara dengan mempermalukan semua orang dari Kediaman Adipati!

Namun, Panji tetap keras kepala. Dia menepis tangan Ike dan berkata, “Ibu, kamu nggak usah bujuk aku lagi. Aku sudah pikirkan semuanya dengan baik.”

Kama yang sudah tidak tahan lagi langsung berseru marah, “Panji, seburuk apa pun Syakia, dia itu tetap adik yang tumbuh besar bersamamu. Kamu dan dia sudah sangat dekat dari kecil. Apa kamu harus mempermalukannya dan Keluarga Angkola di saat-saat seperti ini!”

Kama bukan ingin melindungi Syakia. Dia hanya merasa Panji sama sekali tidak menghormati Keluarga Angkola.

“Kak Kama, aku bukan mau permalukan Keluarga Angkola. Aku cuma nggak mau habiskan sisa hidupku bersama wanita sejahat dan pencemburu seperti Syakia! Jadi, nggak peduli apa yang kalian katakan, aku tetap akan batalkan pernikahan ini hari ini!”

Panji juga tahu membatalkan pernikahan di depan umum seperti ini akan mempermalukan Keluarga Angkola. Namun, dia tidak menyesal.

Di sisi lain, Ayu merasa sangat gembira. Setelah Panji membatalkan pernikahan dengan Syakia, bukankah dia sudah memiliki kesempatan? Dinilai dari sikap Panji biasanya, dia pasti akan menjadi nyonya rumah Kediaman Pangeran Darsuki!

Namun, meskipun sudah bisa memastikan hal ini, Ayu masih harus mempertahankan citra sebagai adik yang “baik hati dan polos”. Setelah memikirkan hal ini, dia pun menekan kepuasannya dan berpura-pura membujuk Panji.

“Kak Panji, Kak Syakia memang pernah buat salah. Tapi, sikapmu terhadapnya ini juga agak keterlaluan. Gimanapun, Kak Syakia begitu menyukaimu. Gimana kalau kamu maafkan Kak Syakia demi aku?”

Setelah mendengar ucapan “Kak Syakia begitu menyukaimu”, Panji sontak kaget. Benar juga! Untung saja Ayu mengingatkannya.

Hari ini, Panji harus membatalkan pernikahan ini dengan cara apa pun. Namun, dia juga khawatir Syakia akan lanjut mengganggunya kelak. Oleh karena itu, dia harus memupuskan semua harapan Syakia.

Panji menoleh ke arah Syakia dan memberi peringatan, “Syakia, ini semua akibat perbuatanmu sendiri. Meski mati, aku juga nggak akan menikahimu. Jadi, sebaiknya kamu setujui hal ini. Demi menghormati Keluarga Angkola, aku akan menyetujui satu syarat yang kamu ajukan.”

“Tapi, sebaiknya kamu jangan serakah. Aku hanya akan menikahi seorang wanita seumur hidupku. Orang itu bukan kamu dan aku nggak akan terima selir!”

Panji seolah-olah ingin mengatakan bahwa Syakia tidak mungkin menjadi istri sahnya dan lebih tidak mungkin menjadi selirnya. Bagaimanapun juga, dia tahu bahwa Syakia sangat menyukainya. Jika tidak, Syakia juga tidak akan lengket dengannya selama bertahun-tahun.

Panji memang sudah setuju untuk menyetujui satu syarat yang diajukan Syakia. Namun, bagaimana jika Syakia meminta dirinya menerimanya sebagai selir dengan syarat itu? Jadi, dia harus terlebih dahulu memperingati Syakia untuk tidak bermimpi di siang bolong.

“Hehe.” Syakia yang dari tadi menyaksikan pertunjukan mereka dalam diam akhirnya tertawa. Dia melirik Ayu yang menatapnya dengan penuh provokasi dan bangga, lalu tersenyum lagi.

“Oke. Aku setuju. Tapi, kamu juga bilang akan setujui satu syarat yang kuajukan, ‘kan?”

“Benar.” Panji melipat kedua tangan di depan dada dan berkata dengan sombong, “Selama itu bukan permintaan untuk masuk ke Kediaman Pangeran Darsuki, aku akan setujui apa pun permintaanmu.”

“Baguslah. Berhubung begitu, kamu bersumpah saja di hadapan semua orang ....” Syakia tersenyum makin lebar. Berhubung orang-orang ini begitu suka menantangnya, dia ingin tahu siapa yang akan terlebih dahulu merasa panik.

“Katakan saja kamu nggak akan menikahi wanita bermarga Angkola mana pun seumur hidupmu.”

Begitu mendengar ucapan Syakia, ekspresi Panji dan Ayu langsung berubah.

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 9

    “Nggak bisa!”“Nggak mungkin!”Itu hanyalah sebuah sumpah biasa. Awalnya, semua orang mengira Panji akan setuju. Tak disangka, Panji malah menolaknya. Anehnya, masih ada satu orang lagi yang juga ikut membantah.“Ayu?” Abista menatap Ayu dengan heran.Ekspresi Ayu langsung membeku. Setelah menyadari dirinya sudah kehilangan kendali atas sikapnya, dia buru-buru menenangkan diri dan memaksakan seulas senyum sambil berkata, “Bukan .... Umm, aku ... aku cuma merasa syarat yang diajukan Kak Syakia kurang baik. Gimana ... gimana kalau Kak Panji berubah pikiran kelak. Jadi, sebaiknya Kak Syakia pertimbangkan hal ini?”Abista mengernyit karena merasa ucapan Ayu agak aneh. Kahar tidak menunjukkan reaksi apa pun, sedangkan Ranjana melirik Ayu dan Panji dengan ekspresi sulit ditebak. Satu-satunya orang yang sepenuhnya percaya pada kepolosan Ayu hanyalah Kama. Dia sama sekali tidak berpikir kejauhan.“Sudahlah, Ayu. Aku tahu kamu khawatirkan Syakia. Tapi, aku merasa yang dikatakannya nggak salah.”

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 10

    “Yang kalian bilang benar. Aku bukan adikku. Aku nggak sebaik dia. Jadi, aku pasti akan balas dendam pada semua orang yang pernah menindas dan mempermalukanku!” ucap Syakia dengan dingin. Kemudian, dia menatap Panji dan mengucapkan kata-kata yang tidak diucapkannya di depan umum pada kehidupan lalu dan merasa menyesal setelahnya.“Panji, bukannya kamu mau batalkan pernikahan kita? Oke, aku setuju tanpa syarat apa pun. Hanya saja, mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun lagi dengan keluarga kalian!”Begitu Syakia selesai berbicara, seluruh lokasi langsung hening. Bahkan Panji juga melongo karena Syakia menyetujui hal ini dengan semudah itu.Awalnya, Panji mengira dirinya tidak akan bisa membatalkan pernikahan ini dengan lancar. Dia mengira Syakia akan menolak, lalu tidak berhenti menangis dan merengek. Sebelum datang, dia sudah memikirkan segala kemungkinan. Satu-satunya hal yang tidak diduganya adalah Syakia menyetujui hal ini dengan semudah itu.Tidak, Syakia tidak termasuk m

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 11

    Abista menunjukkan ekspresi tidak setuju. Cambuk yang digunakan Keluarga Angkola bukanlah cambuk biasa, melainkan cambuk besi. Setelah 50 cambukan, bahkan pria dewasa juga paling tidak harus memulihkan diri setengah bulan, apalagi Syakia?Ayu yang berdiri di samping diam-diam merasa gembira. Dia tidak menyangka Syakia ingin mencari mati sendiri. Dia harus mencari cara agar Damar menyetujui hal ini. Selama Damar ertuju, 50 cambukan ini pasti bisa membuat Syakia sekarat. Namun, hal yang lebih mengejutkan adalah, Syakia sendiri yang berinisiatif untuk mencari mati sebelum dia sempat bertindak.“Kamu serius?” tanya Damar. Dia juga merasa terkejut karena Syakia berinisiatif minta dihukum dan juga meminta dijatuhkan hukuman seberat ini.Damar mengerutkan keningnya. Setelah teringat Syakia biasanya suka menggunakan trik kotor untuk mencari perhatian, dia memicingkan matanya dan memberi peringatan. “Aku paling benci sama orang bermuka dua.”Syakia mendongak, lalu menatap lurus mata Damar yang

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 12

    Syakia menggunakan tubuhnya yang kurus untuk menahan cambukan di punggungnya. Sementara itu, Abista sama sekali tidak merasa kasihan padanya dan mencambuknya dengan kuat, seolah-olah ingin menghancurkan seluruh tulang di tubuhnya.Syakia tentu saja merasa kesakitan. Sayangnya, rasa sakit pada tubuh tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan rasa sakit dalam hati. Jadi, cambukan Abista bukan hanya tidak menghancurkan tulang Syakia, malah membuatnya makin fokus pada amarah dan kebencian dalam hatinya. Meskipun harus mati, dia juga tidak akan mengampuni Ayu dan seluruh anggota Keluarga Angkola!Abista mencambuk Syakia tepat 50 kali, tidak lebih maupun kurang.Saat Abista menyelesaikan cambukan terakhir, punggung Syakia sudah berlumuran darah. Dia melirik darah yang menetes dari cambuk besi, lalu melirik Syakia yang tidak bersuara dari awal sampai akhir dan masih mempertahankan posisinya hingga cambukan terakhir.Entah kenapa, Abista merasa hatinya terasa sesak. Dia yang sudah tidak tahan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 13

    Satu jam kemudian, Syakia berdiri di ruang baca kaisar saat ini. Prosedurnya masuk ke istana bisa dikatakan sangat mudah dan santai. Sebab, dia memiliki jimat pelindung lain yang ditinggalkan ibunya kepadanya, yaitu token giok yang diberikan mendiang Kaisar secara pribadi.Di kehidupan sebelumnya, Esti mencuri token giok ini dan memberikannya kepada Ayu. Karena alasan ini, Syakia baru tidak memiliki jalan keluar. Untungnya, setelah terlahir kembali ke kehidupan ini, token giok ini masih belum dicuri. Jadi, dia baru bisa mengandalkan token giok dari mendiang Kaisar untuk berdiri di hadapan kaisar muda saat ini.“Hormat, Yang Mulia. Namaku Syakia Angkola.”“Syakia Angkola? Seingatku, kamu itu putri kelima Adipati Pelindung Kerajaan, ‘kan?”Kaisar yang duduk di belakang meja kekaisaran meletakkan laporan resmi yang dipegangnya, lalu melirik Syakia yang berlutut di hadapannya. Kaisar ini merupakan putra ke-9 mendiang Kaisar. Ketika dinobatkan menjadi kaisar, dia baru berusia 11 tahun. Saa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 14

    Namun, Syakia tidak peduli demi siapa Kaisar memberinya kesempatan. Yang terpenting adalah, dia memiliki kesempatan ini.“Harap Yang Mulia beri perintah,” ucap Syakia dengan hormat.Kaisar bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke hadapan Syakia, lalu mengembalikan token giok itu.“Dalam 2 tahun terakhir, bencana alam nggak berhenti terjadi di bagian selatan negara. Rakyat sangat menderita, sedangkan aku juga gelisah. Aku butuh seseorang yang bisa dengan tulus berdoa bagi kerajaan dan rakyat.”“Aku bersedia melakukannya!” jawab Syakia dengan segera.Kaisar malah tersenyum dan menggeleng. “Meski kamu bersedia, itu belum cukup. Kepala biksuni Kuil Bulani yang terletak di Gunung Selatan pinggiran ibu kota sangat dihormati orang-orang. Dia juga berbudi luhur dan sering melakukan kebajikan. Kalau Master setuju, aku juga akan setujui permintaanmu.”“Baik! Terima kasih atas kebaikan Yang Mulia!”“Jangan berterima kasih terlalu cepat. Kalau Master nggak setuju, aku juga nggak akan kabulkan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 15

    Sebelumnya, meskipun hanya berlutut sesaat di ruang baca Kaisar, Syakia yang kehilangan terlalu banyak darah sontak merasa pusing begitu berdiri dan hendak pergi. Namun, dia berusaha untuk bertahan supaya tidak pingsan di hadapan Kaisar. Awalnya, Syakia berencana untuk beristirahat di kereta kuda. Tak disangka, begitu keluar dari ruang baca, pandangannya langsung gelap. Ketika mendengar Danu menyapa “Pangeran Adika”, dia pun menabrak seseorang.Pangeran Adika?Setelah dipapah seseorang, Syakia menggigit ujung lidahnya dengan kuat. Rasa sakit itu pun membuatnya jauh lebih sadar. Saat mendongak untuk melihat siapa yang memapahnya, tidak peduli seberapa tampan pun wajah dingin itu, jantungnya langsung berdebar cepat karena ketakutan.Dengan rambut perak yang khas, tidak ada seorang pun di Dinasti Minggara yang tidak mengenali pria ini. Dia adalah dewa perang Dinasti Minggana yang sudah membunuh banyak orang, juga pangeran pemangku raja saat ini, Adika Wiranto.“Pangeran Adika, maafkan ke

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 16

    Kaisar berkata sambil tersenyum, “Tapi, Master Shanti sangat pemilih. Aku rasa Syakia akan pulang dengan kecewa.”Ujian yang diberikan Kaisar pada Syakia memang terdengar mudah. Namun, orang yang pernah berinteraksi dengan Shanti tahu bahwa kepala biksuni Kuil Bulani itu adalah wanita tua yang sangat keras kepala. Jangankan Kaisar, meskipun mendiang Kaisar yang berdiri di hadapannya, dia juga tidak akan mengalah.Jika Shanti menolak Syakia, Syakia tidak mungkin memiliki kesempatan ini. Jadi, Kaisar merasa yakin bahwa Syakia pasti akan bertemu kesulitan begitu tiba di Kuil Bulani. Akan lebih bagus lagi apabila niatnya untuk menjadi biksuni juga sirna. Bagaimanapun juga, Kaisar tidak begitu ingin putrinya Anggreni menjadi biksuni. Di sisi lain, Adika teringat pada gadis yang hampir pingsan di hadapannya, tetapi bisa bangkit kembali dan berjalan pergi dengan tegar sambil menahan rasa sakit lukanya. Pendapatnya berbeda dengan Kaisar.Saat ini, Syakia masih belum tahu bahwa harapannya untu

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 50

    Setelah membaca sekitar 8 kali, Syakia merasa tenggorokannya sudah kering. Dia pun akhirnya berhenti lagi.Alhasil, pria yang sepertinya hanya berpura-pura tidur langsung sadar kembali dan bertanya dengan tidak senang, “Kenapa kamu berhenti lagi?”Syakia menjulingkan matanya dan menjawab, “Kalau lanjut baca, pita suaraku akan rusak.”Adika baru menyadari bahwa suara Syakia memang agak serak. Dia pun bertanya dengan bingung, “Sudah berapa lama waktu yang berlalu?”Syakia menjawab, “Aku sudah baca 2 jam penuh.”Adika sontak kaget. “Sudah selama itu?”Adika mengira waktu yang berlalu paling-paling baru setengah jam. Pantas saja Syakia mengatakan pita suaranya akan rusak.Kemudian, Adika berdiri dan merasa sekujur tubuhnya terasa rileks, terutama kepalanya yang paling sering sakit akhir-akhir ini. Ternyata Sutra Cahya yang dibacakan Syakia benar-benar bermanfaat dalam menyembuhkan penyakitnya. Adika pun berniat untuk menyuruh orang lain membacakan sutra ini untuknya setelah pulang nanti.

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 49

    Syakia berjalan ke hadapan Adika dan bertanya dengan bingung, “Ada apa?”“Sutra apa yang kamu baca kemarin?”Adika menyuruh Syakia duduk di sampingnya. Namun, untuk menghindari gunjingan orang, dia tidak duduk di batu besar itu, melainkan di batu kecil di samping yang kebetulan cocok untuk didudukinya sendiri.“Sutra yang kubaca kemarin? Maksud Pangeran Adika, Sutra Cahya yang kuhafal waktu timba air?”“Benar.”Melihat Syakia yang duduk begitu jauh darinya, entah kenapa Adika merasa sedikit kesal. Namun, tatapan Syakia masih mengandung sedikit kewaspadaan. Dia pun tidak mengatakan apa-apa dan lanjut membicarakan masalah sutra.“Bukannya kamu bilang kamu akan bantu aku selama itu masih dalam batas kemampuanmu?” tanya Adika sambil menatap Syakia.Syakia pun tertegun sejenak tanpa menjawab. Namun, Adika yang memiliki insting tajam dapat merasakan sesuatu dan bertanya dengan tidak senang, “Kamu mau tarik kembali kata-katamu? Kenapa? Aku sudah begitu sering bantu kamu, tapi kamu bahkan ngga

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 48

    Adika hanya tersenyum tipis, lalu menatap Syakia. Saat ini, sekujur tubuh Syakia memancarkan aura dingin. Entah itu ilusinya atau bukan, dia sepertinya menemukan sedikit kewaspadaan dari mata Syakia yang ditujukan terhadap dirinya. Apa karena dia menangkap adiknya Syakia?Tidak. Adika dapat melihat jelas bahwa hubungan kakak beradik ini tidaklah bagus. Seharusnya bukan itu alasannya. Namun, kewaspadaan di mata Syakia memang baru muncul begitu melihatnya bersama dengan gadis bernama Ayu ini. Apa sebenarnya yang ingin diwaspadai Syakia? Apa Syakia mengira dia akan menghukum Syakia hanya karena ucapan Ayu? Adika merasa hal ini agak konyol. Dia memang sakit, tetapi keadaannya belum begitu parah hingga dia akan langsung menghukum seorang gadis karena beberapa patah ucapan gadis lain. Namun, Adika tidak tahu bahwa tebakannya itu memang benar.Di kehidupan sebelumnya, Syakia juga tidak percaya Damar yang selalu bersikap adil dan memiliki akal sehat akan begitu membela Ayu hanya karena beber

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 47

    Jika bukan karena tahu Adika sangat membenci didekati wanita, Syakia hampir salah paham pada ucapan Adika. Dia berdeham dan menjawab, “Doa pagi sudah selesai. Sebelum doa malam, aku memang nggak punya kerjaan lain.”“Baguslah kalau begitu. Ayo jalan!” Adika langsung berbalik dan berjalan di depan.Syakia buru-buru mengikutinya. “Pangeran Adika boleh pergi ke sana dulu? Aku mau simpan buku-buku ilmu pengobatan dan buku doa pagi di kamar. Habis itu, aku akan pergi cari Pangeran Adika.”“Oke. Jangan buat aku tunggu terlalu lama lagi.” Seusai berbicara, Adika pun terlebih dahulu pergi ke gunung belakang.Syakia mengiakannya, lalu berlari ke kamar untuk meletakkan buku-buku yang dipegangnya. Lima belas menit kemudian, dia memikul 2 ember air sambil berjalan ke arah gunung belakang. Namun, baru saja dia tiba di tepi sungai, dia menyadari ada yang aneh. Kenapa ada begitu banyak orang?Saat ini, di tepi sungai, bukan hanya ada Adika, tetapi juga 4 prajurit dari Pasukan Bendera Hitam dan seoran

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 46

    “Benar.”Pada saat ini, gerbang Kuil Bulani baru dibuka.Sebelumnya, Adika diutus Kaisar mengantar Syakia datang ke kuil untuk menjalankan upacara menjadi biksuni. Semua biksuni di kuil mengetahui hal ini. Jadi, biksuni yang membuka gerbang kuil tidak meragukan ucapan Adika.Meskipun biksuni itu meragukan ucapan Adika, Adika juga tidak berbohong. Kemarin, dia sudah pergi ke istana dan menawarkan diri untuk mengawasi upacara doa kali ini.Kaisar merasa agak aneh, tetapi tetap menyetujui permintaan pamannya yang mendadak itu. Jadi, Adika memang termasuk sedang menjalankan perintah Kaisar.“Sahana lagi doa pagi bersama Master Shanti di aula utama. Harap Pangeran Adika tunggu di luar untuk sejenak.”Pada akhirnya, Adika menunggu satu jam penuh. Ini adalah pertama kalinya dia menunggu orang sampai selama ini.Ketika Syakia mengikuti Shanti keluar dari aula, dia langsung melihat pria yang sedang bersandar di pilar dengan ekspresi mengantuk. Dia pun bergumam dalam hati, ‘Tunggu, kenapa dia da

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 45

    Ketika melihat Adika pulang dengan keadaan yang baik-baik saja, Gading dan yang lain mengira penyakit Adika tidak kambuh. Setelah mengamati dengan saksama, dia baru menemukan bahwa mata Adika terlihat agak merah dan wajahnya juga lumayan pucat.Adika mengangguk dengan acuh tak acuh dan mengiakannya. Meskipun sudah kembali tenang, setiap kali penyakitnya kambuh, tubuhnya akan menunjukkan beberapa gejala. Jadi, wajar saja Gading menyadarinya.Gading dan orang lainnya sontak tercengang. “Secepat itu? Kenapa gejala kali ini berlangsung begitu singkat?”Nada Gading terdengar gembira. Ketika penyakit Adika kambuh sebelumnya, waktu tersingkat sampai dia sadar kembali adalah 6 jam, sedangkan waktu terpanjang adalah sehari penuh. Hari ini, gejalanya sepertinya hanya berlangsung tidak sampai 2 jam.Meskipun tidak tahu apa alasannya, Gading tetap berujar dengan gembira, “Apa obat dari Tabib Deska akhirnya berkhasiat juga?”“Seharusnya bukan,” bantah Adika setelah berpikir sejenak. Adika sebenar

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 44

    Adika mengangkat alisnya dan bergumam dalam hati, ‘Lumayan. Dia cukup waspada juga.’“Jangan khawatir, aku nggak akan menjualmu,” ujar Adika sambil melepaskan genggamannya pada ember kayu itu.Syakia menerima ember itu, tetapi masih tidak berkomentar.Adika sontak tertawa pelan. “Aku sudah kumpulkan buku ilmu pengobatan untukmu. Besok, aku akan memberikannya kepadamu.”“Terima kasih ba ....” Sebelum menyelesaikan kata-katanya, Syakia melihat alis Adika yang terangkat lagi. “Kalau Pangeran Adika butuh bantuan, aku akan berusaha yang terbaik untuk membantumu.” Meskipun tidak merasa dirinya dapat memberikan bantuan berarti kepada Adika yang begitu berkuasa, Syakia tetap menyetujui permintaan Adika.Setelah Syakia setuju, ekspresi Adika pun menjadi jauh lebih baik. “Nggak ada yang kuperlukan darimu hari ini. Besok, aku akan pergi mencarimu.”Syakia terdiam sejenak, lalu menjawab, “Oke.”Setelah Syakia pulang, Adika baru kembali ke kuil dengan suasana hati yang sangat bagus. Beberapa bawa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 43

    Setelah mendengar suara Syakia yang melafalkan sutra, suasana hati Adika yang awalnya kacau pun berangsur-angsur tenang. Dia mendengar suara Syakia sambil memejamkan matanya. Tidak lama kemudian, dia menyadari bahwa suara itu sudah hilang. Begitu membuka mata, dia baru menyadari bahwa biksuni muda yang ingin menimba air itu sudah tiba di lokasi tujuannya. Syakia berhenti melafalkan sutra untuk sesaat. Dia meletakkan ember kayu yang dipikulnya, lalu naik ke batu besar di samping sungai dan berjongkok untuk menimba air ke salah satu ember kayu yang dibawanya.Di kehidupan ini, Syakia tidak pernah bekerja sehingga tenaganya sangat kecil. Dia hanya mampu mengangkat setengah ember air. Namun, saat mengangkat ember itu, dia oleng sejenak sehingga sedikit air dari ember tumpah ke sekitar tempat pijakannya.Syakia yang masih belum menyadari keseriusan masalah ini pun meletakkan ember itu, lalu mulai mengisi ember yang satu lagi. Kali ini, ketika mengangkat ember itu, dia malah menginjak tumpa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 42

    Ayu mau tak mau pergi ke Kuil Bulani lagi beberapa kali. Setiap hari, dia harus naik kereta kuda untuk pulang pergi dari ibu kota ke Gunung Selatan. Namun, selain tidak bertemu dengan Syakia sekali pun, dia bahkan dilarang masuk ke kuil.Awalnya, Ayu ingin berbaur dengan orang lain yang datang untuk bersembahyang. Tak disangka, orang yang datang bersembahyang di Kuil Bulani sangatlah sedikit. Setelah gerbang utama ditutup beberapa hari, orang yang datang juga berkurang banyak. Meskipun ada yang datang, orang-orang itu juga langsung pergi begitu melihat gerbang yang tertutup rapat.Mereka semua sepertinya sudah terbiasa dengan keadaan kuil yang jam operasionalnya tidak menentu. Jadi, tidak ada seorang pun yang berkomentar.Setelah menunggu beberapa hari, Ayu akhirnya tidak tahan lagi. Dia pun menyogok seorang wanita dari desa kaki gunung dan menyuruhnya untuk bertanya seberapa lama Kuil Bulani akan ditutup. Tak disangka, jawaban yang didapatkannya adalah, putri suci perlu mendoakan kera

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status