Kaisar berkata sambil tersenyum, “Tapi, Master Shanti sangat pemilih. Aku rasa Syakia akan pulang dengan kecewa.”Ujian yang diberikan Kaisar pada Syakia memang terdengar mudah. Namun, orang yang pernah berinteraksi dengan Shanti tahu bahwa kepala biksuni Kuil Bulani itu adalah wanita tua yang sangat keras kepala. Jangankan Kaisar, meskipun mendiang Kaisar yang berdiri di hadapannya, dia juga tidak akan mengalah.Jika Shanti menolak Syakia, Syakia tidak mungkin memiliki kesempatan ini. Jadi, Kaisar merasa yakin bahwa Syakia pasti akan bertemu kesulitan begitu tiba di Kuil Bulani. Akan lebih bagus lagi apabila niatnya untuk menjadi biksuni juga sirna. Bagaimanapun juga, Kaisar tidak begitu ingin putrinya Anggreni menjadi biksuni. Di sisi lain, Adika teringat pada gadis yang hampir pingsan di hadapannya, tetapi bisa bangkit kembali dan berjalan pergi dengan tegar sambil menahan rasa sakit lukanya. Pendapatnya berbeda dengan Kaisar.Saat ini, Syakia masih belum tahu bahwa harapannya untu
“Master Shanti dan ayahku?” Begitu mendengar hal itu, Syakia pun terkejut.Danu terlihat seperti sedang membicarakan sebuah hal menarik. Dia menikmati pemandangan di samping sambil bercerita.“Masalah ini menarik juga. Dulu, Master Shanti nggak pernah turun gunung, juga jarang meninggalkan Kuil Bulani. Tapi waktu Nona Syakia lahir, Master Shanti suruh orang kirimkan hadiah ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan. Orang luar baru tahu Master Shanti yang nggak peduli sama urusan orang lain ternyata kenal sama Keluarga Angkola.”“Semua orang kira itu karena Adipati Damar. Tapi, setelahnya, Master Shanti nggak pernah berhubungan lagi sama Keluarga Angkola. Sampai hari Nyonya Anggreni sekarat karena penyakitnya, Master Shanti baru buru-buru turun gunung supaya bisa menemuinya untuk yang terakhir kali.”“Setelah Nyonya Anggreni dimakamkan, Master Shanti memaki Adipati Danur habis-habisan di depan umum. Dia bilang Adipati Damar mengkhianati istrinya, juga bersumpah untuk nggak berhubungan deng
Nama lengkap ibunya Syakia adalah Anggreni Kuncoro. Ternyata Shanti memang adalah kenalan lama ibunya.Syakia tahu bahwa Shanti sudah salah menganggapnya sebagai ibunya. Dia pun membungkuk dan memberi hormat, “Hormat, Master Shanti. Namaku Syakia Angkola.”Shanti tertegun sejenak. Ekspresinya sontak kembali menjadi dingin. Dia berbalik dan berjalan ke sisi lain rumah. Di atas rak kayu yang dipenuhi bunga anggrek, ada satu tempat yang masih kosong. Setelah menaruh pot anggrek di tangannya ke tempat kosong itu, Shanti baru berbicara dengan nada tanpa emosi.“Ini bukan aula utama. Kalau mau sembahyang, jalanlah keluar dari sini, lalu belok kanan.”Syakia berdecak dalam hati. Biksuni ini benar-benar memiliki prasangka yang sangat kuat terhadap Keluarga Angkola. Ucapannya memang terdengar seperti sedang memberi tahu arah, tetapi itu tidak ada bedanya dengan mengusir orang.“Master, hari ini, aku datang bukan untuk sembahyang. Ada yang mau aku ....”“Kalau bukan datang untuk sembahyang, sila
Syakia pun tertegun. Melihat ekspresi marah Shanti, Syakia pun tersenyum tulus. Ulang tahunnya memang sudah lewat 2 bulan. Jika bukan karena Ayu, upacara kedewasaannya seharusnya dilangsungkan 2 bulan yang lalu.Namun, hanya karena Ayu yang berkata “ingin melangsungkan upacara kedewasaan bersama Kak Syakia”, ayah dan kakak-kakak mereka pun mengundur upacara kedewasaan Syakia tanpa peduli pada pendapatnya. Pada akhirnya, upacara kedewasaannya diundur sampai hari ulang tahun Ayu, yaitu kemarin. Ayah dan kakak-kakaknya benar-benar “baik”.Namun, hal seperti ini sudah tidak berpengaruh pada Syakia yang terlahir kembali. Dia hanya tidak menyangka Shanti ternyata mengingat jelas hari ulang tahunnya. Dari cerita Danu, Syakia tahu bahwa Shanti pernah mengirim hadiah ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan di hari lahirnya. Namun, dia tidak menyangka Shanti masih mengingat hari ulang tahunnya sampai sekarang. Sepertinya, persahabatan ibunya dengan Shanti benar-benar kuat.“Master, kamu nggak pe
Sebab, dinilai dari ucapan Shanti, Syakia menyadari bahwa bunga anggrek ini merupakan satu-satunya bunga yang diterimanya dari upacara kedewasaan baik di kehidupan ini maupun kehidupan lalu.Syakia menatap bunga anggrek yang masih kecil sambil termenung. Bunga anggrek ini terawat dengan sangat baik. Dia juga menyadari bahwa bunga anggrek lain yang ada di halaman tidak terawat sebaik bunga anggrek ini.Namun, kenapa Shanti menanam begitu banyak bunga anggrek? Kenapa dia memberikan bunga anggrek yang dirawatnya dengan paling baik kepada Syakia? Apa karena dia menyukai bunga anggrek atau karena alasan lain?Bunga anggrek .... Anggreni Kuncoro .... Apa karena ibunya? Syakia langsung teringat tentang ibunya. Sebuah tebakan yang sangat mengejutkan pun muncul dalam benaknya. Apa sebenarnya hubungan Shanti dengan ibunya? Apa sebenarnya yang terjadi dulu?Saat ini, Syakia merasa sangat penasaran. Dia menggigit bibirnya, lalu berseru, “Kasim Danu, tolong hentikan keretanya!”Berhubung mereka me
Begitu orang itu bersuara, ada banyak orang di sekitar yang juga setuju pada pendapatnya dan ikut berkomentar.“Pasti begitu! Kemarin, Panji baru batalkan pernikahan mereka. Hari ini, dia malah datang kemari dan berbuat seperti itu. Dia seharusnya tahu kita mau panjat gunung hari ini, makanya dia sengaja datang untuk sandiwara di depan kita!”Kebetulan, orang-orang yang berbicara itu adalah putra keluarga bangsawan yang berhubungan dekat dengan Panji. Awalnya, Panji juga seharusnya datang bersama mereka hari ini. Namun, karena Panji mempermalukan Keluarga Angkola dengan membatalkan pernikahan di depan umum kemarin, dia pun dilarang keluar oleh keluarganya.Pada akhirnya, hanya teman-teman Panji yang ada di tempat ini. Syakia tentu saja juga mengenali mereka, tetapi memilih untuk mengabaikan mereka. Jangankan mereka, meski yang datang hari ini adalah Panji, Panji juga tidak akan bisa menghalanginya.Teman-teman Panji itu akhirnya mengurungkan niat mereka untuk panjat gunung. Mereka ber
Shanti melirik Danu dengan dingin, tetapi Danu tetap terlihat tenang.“Nona Syakia sudah pertaruhkan nyawanya. Aku yakin dia pasti juga sangat ingin tahu jawabanmu.”Shanti pun terdiam sejenak. Pada akhirnya, dia menjawab, “Berhubung tekadnya sudah bulat dan Yang Mulia Kaisar juga memilihnya, aku akan hormati keputusan mereka.”Setidaknya, selama di Kuil Bulani, tidak akan ada orang yang bisa menindas Syakia.Setelah itu, Danu baru tersenyum puas. “Kalau begitu, aku harap Master Shanti bisa jaga Nona Syakia dengan baik. Aku akan kembali ke istana untuk laporkan hal ini.”...Syakia baru sadarkan diri keesokan sorenya. Setelah mengamati lingkungan di sekitar, dia sepertinya masih berada di Kuil Bulani.Ketika Syakia hendak bangkit, terdengar teguran dingin dari arah pintu, “Jangan asal gerak! Berbaring yang baik!”Itu adalah suara Shanti. Begitu mendengarnya, Syakia langsung berbaring kembali dan tidak berani bergerak. Setelah masuk ke kamar, Shanti terlebih dahulu mengganti perban di
“Jawab yang jujur! Apa 2 hari lalu, kamu pergi ke istana untuk temui Yang Mulia Kaisar?”Panji yang marah melompat turun dari kereta kuda dengan terburu-buru. Kemudian, dia berseru marah sambil berjalan cepat ke hadapan Syakia.Syakia mengerutkan keningnya. “Aku memang pergi ke istana. Tapi, apa hubungannya itu dengan ....”“Aku sudah tahu kamu pasti masih belum mau nyerah!” Begitu mendengar Syakia mengaku, Panji langsung menyela sebelum mendengar ucapan Syakia sampai selesai. Kemudian, Panji lanjut berkata dengan ekspresi merendahkan, “Kamu kira dengan kamu pergi mohon sama Yang Mulia Kaisar, aku akan tarik kembali pembatalan pernikahan kita? Asal kamu tahu, nggak mungkin! Aku sudah bilang dari awal, aku nggak akan pernah menikah sama wanita sejahat kamu! Meski Yang Mulia Kaisar sendiri yang turunkan perintah, aku juga nggak akan biarkan keinginanmu itu terwujud!”Hati Syakia terasa sangat dingin. Dia juga merasa Panji sangat konyol. “Aku memang pergi ke istana, tapi atas dasar apa k
Setelah membaca sekitar 8 kali, Syakia merasa tenggorokannya sudah kering. Dia pun akhirnya berhenti lagi.Alhasil, pria yang sepertinya hanya berpura-pura tidur langsung sadar kembali dan bertanya dengan tidak senang, “Kenapa kamu berhenti lagi?”Syakia menjulingkan matanya dan menjawab, “Kalau lanjut baca, pita suaraku akan rusak.”Adika baru menyadari bahwa suara Syakia memang agak serak. Dia pun bertanya dengan bingung, “Sudah berapa lama waktu yang berlalu?”Syakia menjawab, “Aku sudah baca 2 jam penuh.”Adika sontak kaget. “Sudah selama itu?”Adika mengira waktu yang berlalu paling-paling baru setengah jam. Pantas saja Syakia mengatakan pita suaranya akan rusak.Kemudian, Adika berdiri dan merasa sekujur tubuhnya terasa rileks, terutama kepalanya yang paling sering sakit akhir-akhir ini. Ternyata Sutra Cahya yang dibacakan Syakia benar-benar bermanfaat dalam menyembuhkan penyakitnya. Adika pun berniat untuk menyuruh orang lain membacakan sutra ini untuknya setelah pulang nanti.
Syakia berjalan ke hadapan Adika dan bertanya dengan bingung, “Ada apa?”“Sutra apa yang kamu baca kemarin?”Adika menyuruh Syakia duduk di sampingnya. Namun, untuk menghindari gunjingan orang, dia tidak duduk di batu besar itu, melainkan di batu kecil di samping yang kebetulan cocok untuk didudukinya sendiri.“Sutra yang kubaca kemarin? Maksud Pangeran Adika, Sutra Cahya yang kuhafal waktu timba air?”“Benar.”Melihat Syakia yang duduk begitu jauh darinya, entah kenapa Adika merasa sedikit kesal. Namun, tatapan Syakia masih mengandung sedikit kewaspadaan. Dia pun tidak mengatakan apa-apa dan lanjut membicarakan masalah sutra.“Bukannya kamu bilang kamu akan bantu aku selama itu masih dalam batas kemampuanmu?” tanya Adika sambil menatap Syakia.Syakia pun tertegun sejenak tanpa menjawab. Namun, Adika yang memiliki insting tajam dapat merasakan sesuatu dan bertanya dengan tidak senang, “Kamu mau tarik kembali kata-katamu? Kenapa? Aku sudah begitu sering bantu kamu, tapi kamu bahkan ngga
Adika hanya tersenyum tipis, lalu menatap Syakia. Saat ini, sekujur tubuh Syakia memancarkan aura dingin. Entah itu ilusinya atau bukan, dia sepertinya menemukan sedikit kewaspadaan dari mata Syakia yang ditujukan terhadap dirinya. Apa karena dia menangkap adiknya Syakia?Tidak. Adika dapat melihat jelas bahwa hubungan kakak beradik ini tidaklah bagus. Seharusnya bukan itu alasannya. Namun, kewaspadaan di mata Syakia memang baru muncul begitu melihatnya bersama dengan gadis bernama Ayu ini. Apa sebenarnya yang ingin diwaspadai Syakia? Apa Syakia mengira dia akan menghukum Syakia hanya karena ucapan Ayu? Adika merasa hal ini agak konyol. Dia memang sakit, tetapi keadaannya belum begitu parah hingga dia akan langsung menghukum seorang gadis karena beberapa patah ucapan gadis lain. Namun, Adika tidak tahu bahwa tebakannya itu memang benar.Di kehidupan sebelumnya, Syakia juga tidak percaya Damar yang selalu bersikap adil dan memiliki akal sehat akan begitu membela Ayu hanya karena beber
Jika bukan karena tahu Adika sangat membenci didekati wanita, Syakia hampir salah paham pada ucapan Adika. Dia berdeham dan menjawab, “Doa pagi sudah selesai. Sebelum doa malam, aku memang nggak punya kerjaan lain.”“Baguslah kalau begitu. Ayo jalan!” Adika langsung berbalik dan berjalan di depan.Syakia buru-buru mengikutinya. “Pangeran Adika boleh pergi ke sana dulu? Aku mau simpan buku-buku ilmu pengobatan dan buku doa pagi di kamar. Habis itu, aku akan pergi cari Pangeran Adika.”“Oke. Jangan buat aku tunggu terlalu lama lagi.” Seusai berbicara, Adika pun terlebih dahulu pergi ke gunung belakang.Syakia mengiakannya, lalu berlari ke kamar untuk meletakkan buku-buku yang dipegangnya. Lima belas menit kemudian, dia memikul 2 ember air sambil berjalan ke arah gunung belakang. Namun, baru saja dia tiba di tepi sungai, dia menyadari ada yang aneh. Kenapa ada begitu banyak orang?Saat ini, di tepi sungai, bukan hanya ada Adika, tetapi juga 4 prajurit dari Pasukan Bendera Hitam dan seoran
“Benar.”Pada saat ini, gerbang Kuil Bulani baru dibuka.Sebelumnya, Adika diutus Kaisar mengantar Syakia datang ke kuil untuk menjalankan upacara menjadi biksuni. Semua biksuni di kuil mengetahui hal ini. Jadi, biksuni yang membuka gerbang kuil tidak meragukan ucapan Adika.Meskipun biksuni itu meragukan ucapan Adika, Adika juga tidak berbohong. Kemarin, dia sudah pergi ke istana dan menawarkan diri untuk mengawasi upacara doa kali ini.Kaisar merasa agak aneh, tetapi tetap menyetujui permintaan pamannya yang mendadak itu. Jadi, Adika memang termasuk sedang menjalankan perintah Kaisar.“Sahana lagi doa pagi bersama Master Shanti di aula utama. Harap Pangeran Adika tunggu di luar untuk sejenak.”Pada akhirnya, Adika menunggu satu jam penuh. Ini adalah pertama kalinya dia menunggu orang sampai selama ini.Ketika Syakia mengikuti Shanti keluar dari aula, dia langsung melihat pria yang sedang bersandar di pilar dengan ekspresi mengantuk. Dia pun bergumam dalam hati, ‘Tunggu, kenapa dia da
Ketika melihat Adika pulang dengan keadaan yang baik-baik saja, Gading dan yang lain mengira penyakit Adika tidak kambuh. Setelah mengamati dengan saksama, dia baru menemukan bahwa mata Adika terlihat agak merah dan wajahnya juga lumayan pucat.Adika mengangguk dengan acuh tak acuh dan mengiakannya. Meskipun sudah kembali tenang, setiap kali penyakitnya kambuh, tubuhnya akan menunjukkan beberapa gejala. Jadi, wajar saja Gading menyadarinya.Gading dan orang lainnya sontak tercengang. “Secepat itu? Kenapa gejala kali ini berlangsung begitu singkat?”Nada Gading terdengar gembira. Ketika penyakit Adika kambuh sebelumnya, waktu tersingkat sampai dia sadar kembali adalah 6 jam, sedangkan waktu terpanjang adalah sehari penuh. Hari ini, gejalanya sepertinya hanya berlangsung tidak sampai 2 jam.Meskipun tidak tahu apa alasannya, Gading tetap berujar dengan gembira, “Apa obat dari Tabib Deska akhirnya berkhasiat juga?”“Seharusnya bukan,” bantah Adika setelah berpikir sejenak. Adika sebenar
Adika mengangkat alisnya dan bergumam dalam hati, ‘Lumayan. Dia cukup waspada juga.’“Jangan khawatir, aku nggak akan menjualmu,” ujar Adika sambil melepaskan genggamannya pada ember kayu itu.Syakia menerima ember itu, tetapi masih tidak berkomentar.Adika sontak tertawa pelan. “Aku sudah kumpulkan buku ilmu pengobatan untukmu. Besok, aku akan memberikannya kepadamu.”“Terima kasih ba ....” Sebelum menyelesaikan kata-katanya, Syakia melihat alis Adika yang terangkat lagi. “Kalau Pangeran Adika butuh bantuan, aku akan berusaha yang terbaik untuk membantumu.” Meskipun tidak merasa dirinya dapat memberikan bantuan berarti kepada Adika yang begitu berkuasa, Syakia tetap menyetujui permintaan Adika.Setelah Syakia setuju, ekspresi Adika pun menjadi jauh lebih baik. “Nggak ada yang kuperlukan darimu hari ini. Besok, aku akan pergi mencarimu.”Syakia terdiam sejenak, lalu menjawab, “Oke.”Setelah Syakia pulang, Adika baru kembali ke kuil dengan suasana hati yang sangat bagus. Beberapa bawa
Setelah mendengar suara Syakia yang melafalkan sutra, suasana hati Adika yang awalnya kacau pun berangsur-angsur tenang. Dia mendengar suara Syakia sambil memejamkan matanya. Tidak lama kemudian, dia menyadari bahwa suara itu sudah hilang. Begitu membuka mata, dia baru menyadari bahwa biksuni muda yang ingin menimba air itu sudah tiba di lokasi tujuannya. Syakia berhenti melafalkan sutra untuk sesaat. Dia meletakkan ember kayu yang dipikulnya, lalu naik ke batu besar di samping sungai dan berjongkok untuk menimba air ke salah satu ember kayu yang dibawanya.Di kehidupan ini, Syakia tidak pernah bekerja sehingga tenaganya sangat kecil. Dia hanya mampu mengangkat setengah ember air. Namun, saat mengangkat ember itu, dia oleng sejenak sehingga sedikit air dari ember tumpah ke sekitar tempat pijakannya.Syakia yang masih belum menyadari keseriusan masalah ini pun meletakkan ember itu, lalu mulai mengisi ember yang satu lagi. Kali ini, ketika mengangkat ember itu, dia malah menginjak tumpa
Ayu mau tak mau pergi ke Kuil Bulani lagi beberapa kali. Setiap hari, dia harus naik kereta kuda untuk pulang pergi dari ibu kota ke Gunung Selatan. Namun, selain tidak bertemu dengan Syakia sekali pun, dia bahkan dilarang masuk ke kuil.Awalnya, Ayu ingin berbaur dengan orang lain yang datang untuk bersembahyang. Tak disangka, orang yang datang bersembahyang di Kuil Bulani sangatlah sedikit. Setelah gerbang utama ditutup beberapa hari, orang yang datang juga berkurang banyak. Meskipun ada yang datang, orang-orang itu juga langsung pergi begitu melihat gerbang yang tertutup rapat.Mereka semua sepertinya sudah terbiasa dengan keadaan kuil yang jam operasionalnya tidak menentu. Jadi, tidak ada seorang pun yang berkomentar.Setelah menunggu beberapa hari, Ayu akhirnya tidak tahan lagi. Dia pun menyogok seorang wanita dari desa kaki gunung dan menyuruhnya untuk bertanya seberapa lama Kuil Bulani akan ditutup. Tak disangka, jawaban yang didapatkannya adalah, putri suci perlu mendoakan kera