Share

Bab 7

Penulis: Emilia Sebastian
Panji berjalan ke arah Syakia dengan tampang marah dan sepertinya ingin mencari masalah. Di belakangnya, Ayu membuka mulut dengan takut dan berseru “jangan”. Namun, dia sama sekali tidak menunjukkan gerak-gerik untuk menghentikan Panji.

Setelah bertemu pandang dengan Syakia, Ayu bahkan terlihat bangga. Sangat jelas bahwa dia merasa bangga dan ingin mengatakan bahwa dirinya dapat membuat Panji membelanya dengan mudah.

Sayangnya, sebelum Panji sampai di depan Syakia, suara seseorang yang berat dan dalam sudah terdengar dari arah panggung ....

“Syakia, Ayu, waktunya sudah tiba. Cepat kemari untuk mulai upacaranya!”

Syakia menoleh ke arah datangnya suara.

Di atas panggung, seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah berwarna hijau dan terlihat sangat berwibawa sedang duduk di kursi utama. Dia sedang menatap ke arah Syakia dan Ayu dengan ekspresi dingin. Orang itu tidak lain adalah ayahnya Syakia dan adipati militer, Damar Angkola.

Pada saat ini, Panji yang berencana untuk mencari masalah dengan Syakia mau tak mau harus kembali ke tempatnya.

Syakia berjalan naik ke panggung dengan ekspresi datar. Begitu naik ke panggung, Ayu tersenyum indah dan merangkul tangannya untuk berlagak dekat dengannya.

“Kak Syakia, kenapa kamu cari baju ganti selama ini? Ayah sudah menunggumu cukup lama.”

“Cari baju ganti?” Damar melirik Syakia.

Sebelum Syakia sempat menjawab, Ayu sudah terlebih dahulu menceritakan tentang Syakia yang menggunting pakaian resminya. Seusai bercerita, dia menghela napas dan menambahkan, “Haih, aku yang salah dan nggak bisa bujuk Kak Kama. Kalau nggak, Kak Syakia nggak akan gunting pakaian resminya karena marah.”

Menyebalkan sekali! Ayu sengaja mengungkit masalah ini untuk menimbulkan masalah baru baginya? Syakia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Setelah membiarkan Damar menatapnya beberapa detik, dia baru berujar dengan tidak sabar, “Upacara ini mau dimulai atau nggak? Kalau Ayah dan Ayu nggak mau aku lanjutkan upacara ini, aku akan pergi. Sudah bisa?”

Di luar dugaan, nada Syakia terdengar jengkel, sedangkan sepasang alisnya yang indah berkerut erat dan ekspresinya terlihat kesal.

Bahkan Ayu juga melongo sejenak setelah mendengar ucapan Syakia. Dia tidak menyangka Syakia begitu bernyali hingga berani berbicara dengan nada seperti itu dengan ayah mereka. Apa Syakia tidak takut Damar akan langsung mengusirnya dari upacara ini?

Namun, Syakia memang tidak takut. Bagi semua gadis di Dinasti Minggana, upacara kedewasaan merupakan salah satu upacara terpenting dalam hidup mereka. Jadi, semua gadis sangat menantikan hari ini.

Hanya saja, mungkin karena penghinaan yang diterima Syakia di upacara kedewasaan kehidupan lalu sudah meninggalkan trauma yang mendalam, dia pun merasakan penolakan dan kejengkelan yang tidak dapat dideskripsikan dengan kata-kata begitu naik ke panggung.

“Nggak usah. Lanjutkan saja upacaranya.” Damar mengalihkan perhatiannya, lalu berkata dengan acuh tak acuh, “Berhubung nggak ada pakaian resmi, kita langsung mulai saja upacaranya. Semua orang harus tanggung akibat perbuatannya sendiri.”

Sangat jelas bahwa Damar mengira Syakia hanya ingin melarikan diri dari masalah. Namun, berhubung Syakia berani bersikap arogan di hadapannya, dia akan menghukum Syakia dengan baik. Dengan membuat Syakia sedikit menderita dan malu, Syakia baru bisa bersikap lebih patuh kelak.

Dengan pemikiran seperti itu, Damar mengisyaratkan kepada pembawa acara untuk melanjutkan upacara ini. Setelah memberikan pidato singkat dan berterima kasih atas kedatangan para tamu, pembawa acara pun mengumumkan bahwa upacara kedewasaan dimulai secara resmi.

Berhubung istrinya Damar sudah meninggal, Keluarga Angkola tidak memiliki nyonya rumah. Oleh karena itu, peran nyonya rumah digantikan oleh bibi Syakia yang juga merupakan adiknya Damar, Ike Angkola.

“Duh, lihat betapa cantiknya Ayu! Setelah upacara kedewasaan ini, pasti ada banyak pria dari keluarga terpandang yang akan datang melamarmu! Sayangnya, Panji terlalu cepat bertunangan. Kalau nggak, pria lain mana mungkin dapat keberuntungan seperti itu!”

Ike mengucapkan kata-kata yang menyiratkan sesuatu sambil menggenggam tangan Ayu dan tersenyum gembira. Dia sama sekali tidak peduli pada Syakia yang berdiri di samping. Apa mungkin orang di bawah panggung tidak mendengar ucapan yang tersirat dari kata-katanya?

Siapa putranya Ike? Putranya tidak lain adalah Panji Darsuki!

Semua orang tahu bahwa Panji adalah teman masa kecil Syakia dan pernikahan mereka sudah ditetapkan dari beberapa tahun lalu. Oleh karena itu, bukankah tunangan yang dimaksud Ike adalah Syakia?

“Makanya! Dulu, nggak ada yang tahu Syakia rupanya sejahat ini. Dia bahkan cemburu sama adiknya sendiri. Hatinya benar-benar sempit!”

“Dengar-dengar, dulu dia arogan banget di rumah dan sering tindas Nona Ayu. Kata orang, dia juga pernah mau tenggelamkan Nona Ayu!”

“Baru begitu kecil, dia sudah begitu kejam! Setelah tahu sifat aslinya, orang-orang dari Kediaman Pangeran Darsuki pasti nyesal banget!”

“Tentu saja! Kamu nggak dengar ucapan Nyonya Ike tadi? Dia sama sekali nggak terima Syakia jadi menantunya. Seharusnya, dia sudah ingin batalkan pertunangan putranya dari dulu.”

Ayu berkata dengan malu, “Bibi, jangan ngomong begitu. Sebenarnya, aku selalu anggap Kak Panji sebagai kakak kandungku. Meski Kak Syakia agak keras kepala, dia sangat menyukai Kak Panji. Aku yakin Kak Syakia pasti akan berubah demi Kak Panji. Dengan begitu, mereka bisa hidup bahagia kelak.”

‘Dengar saja seberapa pengertiannya Ayu,’ cibir Syakia dalam hati.

“Syakia, sudah dengar? Lihat betapa baik adikmu ini. Memangnya kamu nggak bisa banyak belajar dari adikmu?”

Ucapan Ike sama dengan cibiran dalam hati Syakia. Ike jelas ingin mempermalukannya di depan umum.

Namun, Syakia hanya tersenyum dan berkata, “Sudahlah. Jangan buang-buang waktu lagi.”

Damar tahu ketidakpuasan Ike, tetapi juga tidak ingin Ike bersikap keterlaluan. Bagaimanapun juga, ada banyak tamu yang datang hari ini. Kediaman Adipati harus menjaga reputasinya.

Ike adalah orang yang dapat membedakan prioritas. Jadi, dia juga tidak lanjut berbicara. Namun, dia malah melakukan banyak trik kotor selama upacara. Bagaimanapun juga, urutan menjalankan upacara ini memiliki arti yang penting.

Menurut aturan, Syakia seharusnya terlebih dahulu menjalankan upacara sebelum Ayu. Namun, karena Ike tidak menyukai Syakia, dia terlebih dahulu mengganti pakaian dan menyisir rambut Ayu.

Ketika memberi selamat, Ike juga tersenyum gembira. Doa-doa yang diucapkannya sangat banyak dan dipenuhi dengan kasih sayang. Orang yang tidak tahu mungkin mengira Ayu barulah putri kandung Ike. Oh, bukan, seharusnya menantunya.

Saat giliran Syakia, sikap Ike langsung berubah 180 derajat. Dia terlihat sangat dingin dan hanya mengucapkan sebaris doa “semoga kamu sehat dan bahagia”.

Para tamu juga tidak merasa heran. Bagaimanapun juga, siapa yang ingin mendoakan orang yang berhati jahat?

“Upacaranya sudah selesai. Kalian sudah boleh pergi ke kamar untuk berganti pakaian resmi dan ....”

“Nggak ada pakaian resmi. Lewati saja langkah ini dan lanjutkan langkah berikutnya.”

Tepat pada saat pembawa acara menjelaskan langkah-langkah upacara, Damar langsung menyela dengan dingin.

Pembawa acara pun tertegun sejenak, tetapi tetap mematuhi ucapan sang Adipati Pelindung Kerajaan. Setelah melewati langkah berganti pakaian resmi, upacara selanjutnya adalah pemberkatan bunga.

Hari ini, demi menghormati Adipati Pelindung Kerajaan, tamu yang datang sangatlah banyak. Selain beberapa orang dengan pangkat tinggi di ibu kota, hampir semua orang terpandang datang menghadiri acara ini.

Meskipun tidak datang secara pribadi, orang-orang itu juga mengutus bawahan mereka untuk hadir supaya bisa memberikan bunga dan doa kepada kedua gadis yang menjalankan upacara kedewasaan hari ini. Jadi, ada banyak orang di bawah panggung yang memegang bunga. Namun, tidak ada orang yang melangkah maju karena sedang sibuk berdiskusi.

“Kenapa mereka nggak ganti pakaian resmi?”

“Kamu nggak dengar ucapan Adipati Damar? Pakaian resmi kedua putrinya nggak dipersiapkan. Mana bisa mereka ganti baju?”

“Apanya yang nggak dipersiapkan! Setahuku, sehari sebelumnya, Nona Syakia merusak pakaian resmi Nona Ayu!”

“Ternyata itu ulahnya! Nona Syakia benar-benar jahat! Bisa-bisanya dia merusak pakaian resmi adiknya di acara sepenting ini!”

“Jadi, kenapa dia sendiri juga nggak ganti pakaian resmi?”

“Apa lagi kalau bukan karena dihukum Adipati Damar!”

“Keterlaluan banget! Orang kayak dia mana layak dapat bunga pemberkatan!”

“Semuanya, kasih saja bunganya ke Nona Ayu, jangan kasih ke dia!”

“Benar!”

Berhubung merasa marah, semua orang yang datang untuk memberi bunga pemberkatan pun menaruh bunga mereka di depan Ayu.
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mari yah
bagus certanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 8

    Saat naik ke panggung, Abista awalnya masih menatap kedua adiknya dengan ragu. Namun, setelah bertemu pandang dengan tatapan Ayu yang penuh harapan, dia hanya tersenyum dengan tidak berdaya.Siapa suruh Syakia sendiri yang pencemburu dan tidak bisa menerima Ayu. Oleh karena itu, Abista tidak lagi ragu dan langsung berjalan melewati Syakia untuk memberikan bunganya kepada Ayu. Setelahnya, Kama, Kahar, Ranjana, dan seluruh anggota Keluarga Angkola juga memberikan bunga mereka kepada Ayu.Seperti di kehidupan sebelumnya, Syakia tidak menerima sekuntum bunga pun, sedangkan Ayu dikelilingi dengan bunga pemberkatan. Namun, Syakia sama sekali tidak merasakan apa-apa. Bagaimanapun juga, dia sudah mengetahui hasil seperti ini dari awal. Jadi, dia sama sekali tidak menaruh harapan.Pada saat giliran Panji, dia bukan hanya menggenggam sekuntum bunga seperti orang lain, melainkan buket besar berisi bunga-bunga yang indah. Dia melirik Syakia sekilas, lalu langsung memberikan buket bunga itu kepada

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 9

    “Nggak bisa!”“Nggak mungkin!”Itu hanyalah sebuah sumpah biasa. Awalnya, semua orang mengira Panji akan setuju. Tak disangka, Panji malah menolaknya. Anehnya, masih ada satu orang lagi yang juga ikut membantah.“Ayu?” Abista menatap Ayu dengan heran.Ekspresi Ayu langsung membeku. Setelah menyadari dirinya sudah kehilangan kendali atas sikapnya, dia buru-buru menenangkan diri dan memaksakan seulas senyum sambil berkata, “Bukan .... Umm, aku ... aku cuma merasa syarat yang diajukan Kak Syakia kurang baik. Gimana ... gimana kalau Kak Panji berubah pikiran kelak. Jadi, sebaiknya Kak Syakia pertimbangkan hal ini?”Abista mengernyit karena merasa ucapan Ayu agak aneh. Kahar tidak menunjukkan reaksi apa pun, sedangkan Ranjana melirik Ayu dan Panji dengan ekspresi sulit ditebak. Satu-satunya orang yang sepenuhnya percaya pada kepolosan Ayu hanyalah Kama. Dia sama sekali tidak berpikir kejauhan.“Sudahlah, Ayu. Aku tahu kamu khawatirkan Syakia. Tapi, aku merasa yang dikatakannya nggak salah.”

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 10

    “Yang kalian bilang benar. Aku bukan adikku. Aku nggak sebaik dia. Jadi, aku pasti akan balas dendam pada semua orang yang pernah menindas dan mempermalukanku!” ucap Syakia dengan dingin. Kemudian, dia menatap Panji dan mengucapkan kata-kata yang tidak diucapkannya di depan umum pada kehidupan lalu dan merasa menyesal setelahnya.“Panji, bukannya kamu mau batalkan pernikahan kita? Oke, aku setuju tanpa syarat apa pun. Hanya saja, mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun lagi dengan keluarga kalian!”Begitu Syakia selesai berbicara, seluruh lokasi langsung hening. Bahkan Panji juga melongo karena Syakia menyetujui hal ini dengan semudah itu.Awalnya, Panji mengira dirinya tidak akan bisa membatalkan pernikahan ini dengan lancar. Dia mengira Syakia akan menolak, lalu tidak berhenti menangis dan merengek. Sebelum datang, dia sudah memikirkan segala kemungkinan. Satu-satunya hal yang tidak diduganya adalah Syakia menyetujui hal ini dengan semudah itu.Tidak, Syakia tidak termasuk m

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 11

    Abista menunjukkan ekspresi tidak setuju. Cambuk yang digunakan Keluarga Angkola bukanlah cambuk biasa, melainkan cambuk besi. Setelah 50 cambukan, bahkan pria dewasa juga paling tidak harus memulihkan diri setengah bulan, apalagi Syakia?Ayu yang berdiri di samping diam-diam merasa gembira. Dia tidak menyangka Syakia ingin mencari mati sendiri. Dia harus mencari cara agar Damar menyetujui hal ini. Selama Damar ertuju, 50 cambukan ini pasti bisa membuat Syakia sekarat. Namun, hal yang lebih mengejutkan adalah, Syakia sendiri yang berinisiatif untuk mencari mati sebelum dia sempat bertindak.“Kamu serius?” tanya Damar. Dia juga merasa terkejut karena Syakia berinisiatif minta dihukum dan juga meminta dijatuhkan hukuman seberat ini.Damar mengerutkan keningnya. Setelah teringat Syakia biasanya suka menggunakan trik kotor untuk mencari perhatian, dia memicingkan matanya dan memberi peringatan. “Aku paling benci sama orang bermuka dua.”Syakia mendongak, lalu menatap lurus mata Damar yang

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 12

    Syakia menggunakan tubuhnya yang kurus untuk menahan cambukan di punggungnya. Sementara itu, Abista sama sekali tidak merasa kasihan padanya dan mencambuknya dengan kuat, seolah-olah ingin menghancurkan seluruh tulang di tubuhnya.Syakia tentu saja merasa kesakitan. Sayangnya, rasa sakit pada tubuh tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan rasa sakit dalam hati. Jadi, cambukan Abista bukan hanya tidak menghancurkan tulang Syakia, malah membuatnya makin fokus pada amarah dan kebencian dalam hatinya. Meskipun harus mati, dia juga tidak akan mengampuni Ayu dan seluruh anggota Keluarga Angkola!Abista mencambuk Syakia tepat 50 kali, tidak lebih maupun kurang.Saat Abista menyelesaikan cambukan terakhir, punggung Syakia sudah berlumuran darah. Dia melirik darah yang menetes dari cambuk besi, lalu melirik Syakia yang tidak bersuara dari awal sampai akhir dan masih mempertahankan posisinya hingga cambukan terakhir.Entah kenapa, Abista merasa hatinya terasa sesak. Dia yang sudah tidak tahan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 13

    Satu jam kemudian, Syakia berdiri di ruang baca kaisar saat ini. Prosedurnya masuk ke istana bisa dikatakan sangat mudah dan santai. Sebab, dia memiliki jimat pelindung lain yang ditinggalkan ibunya kepadanya, yaitu token giok yang diberikan mendiang Kaisar secara pribadi.Di kehidupan sebelumnya, Esti mencuri token giok ini dan memberikannya kepada Ayu. Karena alasan ini, Syakia baru tidak memiliki jalan keluar. Untungnya, setelah terlahir kembali ke kehidupan ini, token giok ini masih belum dicuri. Jadi, dia baru bisa mengandalkan token giok dari mendiang Kaisar untuk berdiri di hadapan kaisar muda saat ini.“Hormat, Yang Mulia. Namaku Syakia Angkola.”“Syakia Angkola? Seingatku, kamu itu putri kelima Adipati Pelindung Kerajaan, ‘kan?”Kaisar yang duduk di belakang meja kekaisaran meletakkan laporan resmi yang dipegangnya, lalu melirik Syakia yang berlutut di hadapannya. Kaisar ini merupakan putra ke-9 mendiang Kaisar. Ketika dinobatkan menjadi kaisar, dia baru berusia 11 tahun. Saa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 14

    Namun, Syakia tidak peduli demi siapa Kaisar memberinya kesempatan. Yang terpenting adalah, dia memiliki kesempatan ini.“Harap Yang Mulia beri perintah,” ucap Syakia dengan hormat.Kaisar bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke hadapan Syakia, lalu mengembalikan token giok itu.“Dalam 2 tahun terakhir, bencana alam nggak berhenti terjadi di bagian selatan negara. Rakyat sangat menderita, sedangkan aku juga gelisah. Aku butuh seseorang yang bisa dengan tulus berdoa bagi kerajaan dan rakyat.”“Aku bersedia melakukannya!” jawab Syakia dengan segera.Kaisar malah tersenyum dan menggeleng. “Meski kamu bersedia, itu belum cukup. Kepala biksuni Kuil Bulani yang terletak di Gunung Selatan pinggiran ibu kota sangat dihormati orang-orang. Dia juga berbudi luhur dan sering melakukan kebajikan. Kalau Master setuju, aku juga akan setujui permintaanmu.”“Baik! Terima kasih atas kebaikan Yang Mulia!”“Jangan berterima kasih terlalu cepat. Kalau Master nggak setuju, aku juga nggak akan kabulkan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 15

    Sebelumnya, meskipun hanya berlutut sesaat di ruang baca Kaisar, Syakia yang kehilangan terlalu banyak darah sontak merasa pusing begitu berdiri dan hendak pergi. Namun, dia berusaha untuk bertahan supaya tidak pingsan di hadapan Kaisar. Awalnya, Syakia berencana untuk beristirahat di kereta kuda. Tak disangka, begitu keluar dari ruang baca, pandangannya langsung gelap. Ketika mendengar Danu menyapa “Pangeran Adika”, dia pun menabrak seseorang.Pangeran Adika?Setelah dipapah seseorang, Syakia menggigit ujung lidahnya dengan kuat. Rasa sakit itu pun membuatnya jauh lebih sadar. Saat mendongak untuk melihat siapa yang memapahnya, tidak peduli seberapa tampan pun wajah dingin itu, jantungnya langsung berdebar cepat karena ketakutan.Dengan rambut perak yang khas, tidak ada seorang pun di Dinasti Minggara yang tidak mengenali pria ini. Dia adalah dewa perang Dinasti Minggana yang sudah membunuh banyak orang, juga pangeran pemangku raja saat ini, Adika Wiranto.“Pangeran Adika, maafkan ke

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 100

    Sebagai putri Adipati Pelindung Kerajaan, Syakia tentu saja mengetahui tentang krim pelembap Yui. Dia bukan hanya tahu, juga sering menggunakannya dulu. Bagaimanapun juga, setelah ibunya meninggal, satu-satunya perempuan yang tersisa di Kediaman Keluarga Angkola hanyalah Syakia. Jadi, setiap menerima krim pelembap Yui sebagai hadiah, Damar akan langsung memberikannya kepada Syakia.Namun, setelah Ayu datang ke Kediaman Keluarga Angkola, semua krim pelembap Yui yang ada di kamar Syakia pun diberikan kepada Ayu hanya karena sepatah kata “suka” dari mulutnya. Pada saat itu, Syakia yang masih tidak mengerti apa-apa pernah pergi mencari Damar dan bertanya kenapa semua krim pelembap Yui diberikan kepada Ayu, sedangkan dia tidak lagi mendapatkan sebotol pun. Apa yang dijawab “ayah baiknya” waktu itu?Syakia berpikir sejenak. Oh iya, pada saat itu, Damar menjawab dengan tidak senang, “Karena dia itu adikmu. Dia sudah hidup menderita di luar dari kecil. Sebagai kakak, memangnya kamu nggak bis

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 99

    Setelah merasa yakin bahwa Syakia yang mencuri krim pelembap Yui, Ike lanjut memaki, “Percuma saja Yang Mulia Kaisar menobatinya jadi Putri Suci! Ngomongnya saja dia pergi jadi biksuni, tapi dia malah belajar mencuri! Dia benar-benar memalukan!”“Yang dikatakan Kakak benar. Orang memalukan sepertinya memang nggak layak pakai marga Angkola! Dia memang harus dilarang melakukan segala sesuatu pakai nama Keluarga Angkola. Kalau nggak, dia pasti akan menghancurkan reputasi seluruh Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan!”“Ibu, bukan Syakia ....” Panji tidak menyangka Ike akan mencurigai Syakia tanpa ragu. Dia pun bersuara dan merasa sudah seharusnya dia membantu Syakia mengklarifikasi semuanya. Namun, jika Panji mengklarifikasinya, bukannya dia harus memberi tahu ibunya bahwa dia sudah memberikan ketiga botol krim itu kepada Ayu? Bagaimana jika ibunya mengira Ayu yang menghasutnya? Bukankah ibunya akan memaki Ayu sebagaimana dia memaki Syakia sekarang? Mungkin saja, ibunya akan memiliki pra

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 98

    Hanya keluarga kerajaan yang dapat menggunakan krim pelembap Yui. Sebotol kecil krim itu bernilai ribuan tael. Pejabat atau rakyat biasa tidak mungkin mampu menggunakannya. Hanya setelah mendapat hadiah dari permaisuri atau para selir istana, istri dan putri pejabat baru dapat memilikinya.Berkat kakak dan suaminya, Ike baru dipanggil masuk ke istana sesekali untuk menemani Janda Permaisuri mengobrol. Oleh karena itu, dia tentu saja pernah menerima lumayan banyak krim pelembap Yui sebagai hadiah.Terakhir kali Ike dipanggil ke istana, Janda Permaisuri juga memberinya 3 botol krim pelembap Yui. Dia tidak tega menggunakannya, makanya dia baru menyimpannya di gudang. Namun, dia tidak menyangka bahwa baru saja dia menyimpan ketiga botol krim itu ke gudang di pagi hari, putranya sudah mengambil krim itu dan memberikannya kepada Ayu pada sore harinya.Panji juga tahu seberapa berharga ketiga botol krim itu bagi ibunya. Namun, dia juga tidak berdaya. Siapa suruh dia salah bicara ketika pergi

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   bab 97

    “Teriak apa kamu? Mana ada hantu?” Panji menggaruk wajah dan lehernya sambil mengenakan pakaian luar. Dia juga menegur dayang itu dengan kesal.“Tuan, wajahmu ... wajahmu kenapa?” Setelah mendengar suara Panji, dayang itu baru menyadari bahwa yang ada di hadapannya bukanlah hantu, melainkan Panji. Dia sontak merasa makin terkejut dan panik.“Wajahku?” Panji yang masih belum menyadari apa-apa pun mengernyit. Dayang itu pun membawakan cermin tembaga ke hadapan Panji. Setelah melihat wajahnya yang berlumuran darah, Panji baru merasa tercengang. Wajahnya juga seketika menjadi pucat.“Ada apa ini? Kenapa wajahku begini?”Wajah yang awalnya tampan itu dilumuri darah, juga sangat bengkak. Bukan hanya wajah, bahkan leher, tangan, kaki, dan seluruh tubuh Panji juga terlihat merah dan bengkak. Setelah melihat dengan saksama, dia baru menyadari bahwa bagian-bagian yang berdarah itu adalah bagian yang digaruknya dengan kuat.Panji seketika merasa panik. “Kenapa masih bengong! Cepat suruh tabib d

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 96

    “Makanya! Pangeran, cepat turun! Cepat duduk di dalam kereta kuda dan mengobrol bersama Putri Suci! Dengan begitu, hubungan kalian baru bisa makin dekat!”Adika yang kudanya direbut oleh kedua bawahannya pun merasa kebingungan. “Omong kosong apa yang lagi kalian bicarakan?” Adika bertanya dengan kening berkerut, “Sahana duduk di dalam kereta kuda bersama gurunya. Buat apa aku ikut meramaikan suasana?”Aduh! Gading dan rekannya sudah melupakan hal ini. Mereka seharusnya menyiapkan tambahan kereta kuda supaya Shanti bisa duduk sendiri, sedangkan Adika dan Syakia bisa duduk bersama.Pemikiran Gading dan rekannya memang lumayan bagus. Namun, mereka tidak pernah memikirkan kemungkinan bahwa meskipun mereka menyiapkan tambahan kereta kuda, Syakia juga tidak mungkin duduk di kereta kuda yang sama dengan Adika. Bagaimanapun juga, meskipun Syakia dan Adika tidak berniat untuk melakukan apa-apa, orang lain tidak akan berpikiran sama. Jadi, mereka pasti harus menghindari rumor sebisa mungkin. S

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 95

    “Putri Suci, aku yang terlalu memanjakannya sehingga dia jadi begitu keras kepala dan kekanak-kanakan. Harap Putri Suci memaafkannya. Kelak, aku pasti akan mendidiknya dengan tegas supaya dia nggak timbulkan masalah untuk Putri Suci lagi,” ujar Joko dengan nada yang serius dan mengandung sedikit rasa bersalah.Joko sepertinya tahu jelas seberapa keterlaluan sikap istri dan putranya terhadap Syakia.Melihat sikap tulus Joko, Syakia juga tidak mengatakan apa-apa lagi meskipun dia sangat membenci Panji. Bagaimanapun juga, Joko adalah orang yang memperlakukannya dengan paling baik di seluruh Kediaman Pangeran Darsuki. Padahal, Joko adalah orang yang terlihat sulit didekati. Namun, dia sebenarnya sangat baik dan hangat.“Pangeran Joko, berdirilah. Kesalahan orang lain nggak ada hubungannya denganmu. Aku nggak pernah salahkan Pangeran. Jadi, Pangeran nggak perlu menyalahkan diri. Mengenai Panji ....”Syakia melirik Panji yang masih terlihat terhina dan marah, lalu lanjut berkata dengan acuh

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 94

    Syakia menatap Kama yang berlutut di hadapannya dengan mata sedikit bergetar. Kemudian, dia segera mengalihkan pandangannya.Orang lainnya menatap Kama dengan terkejut. Kahar bahkan menatapnya dengan ekspresi tidak mengerti. “Kak Kama?”“Kahar, kamu masih ingat apa yang Ayah suruh kita sampaikan?” Kama masih berlutut dengan sebelah kaki dan lanjut berujar tanpa menoleh, “Dari tadi, kalian nggak berhenti bilang bahwa Syakia nggak boleh bertindak pakai nama Keluarga Angkola. Kalian juga melarangnya pakai marga Angkola. Sekarang, dia berdiri di hadapan kita dengan status Putri Suci. Jadi, bukannya kita yang seharusnya mengenali posisi kita?”Ucapan Kama langsung membuat Kahar dan Ayu terdiam. Mereka sama sekali tidak bisa membantah. Setelah terdiam sesaat, Kahar akhirnya berbalik secara perlahan dan berlutut menghadap Syakia. “Hormat ... Putri Suci.”Berbeda dengan ekspresi penuh tekad Kama, tatapan Kahar saat berbicara terlihat dingin.“Kenapa? Kalian bertiga nggak mau akui statusnya s

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 93

    Seusai berbicara, Panji baru tersadar bahwa ucapannya agak keterlaluan. Dia pun menatap ke arah Syakia secara refleks, seolah-olah mengira ucapannya telah melukai Syakia. Namun, Syakia tidak menunjukkan ekspresi apa pun.“Orang dari Kediaman Pangeran Darsuki memang hebat sekali!” sindir Shanti dengan ekspresi dingin.Kama merasa sangat marah hingga menggertakkan gigi. Sementara itu, Ayu terlihat sangat bangga. Dia melirik Syakia, lalu melirik Panji dan bergumam dalam hati, ‘Si bodoh ini akhirnya tahu harus pilih siapa.’Kahar yang berdiri di samping hanya mengejek, “Salah siapa dia begitu nggak disukai orang lain?”“Kahar, diam kamu!” ujar Kama sambil memelototi Kahar.Kahar bukannya diam, malah balik bertanya, “Memangnya yang kubilang salah? Namanya dihapus dari daftar silsilah keluarga, marganya dicabut, pernikahannya dibatalkan, dirinya dihina orang-orang .... Memangnya ini semua bukan akibat dari perbuatan jahatnya dulu?”“Aku suruh kamu diam!” seru Kama dengan penuh amarah. Kali i

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 92

    Hala yang bersembunyi di kegelapan pun tidak bisa berkata-kata. Dia tidak mungkin menunjukkan diri. Bagaimanapun juga, dia tahu dia tidak boleh mengacaukan urusan majikannya di situasi seperti ini. Jadi, dia tetap tidak menunjukkan diri setelah Syakia berteriak untuk sesaat.“Tuan Panji, sudah lihat, ‘kan? Aku benar-benar nggak kenal sama orang yang namanya Hala.”Syakia menggeleng dan menunjukkan ekspresi yang sangat serius. Shanti yang menyaksikan semua ini dari samping pun mau tak mau memalingkan wajah karena khawatir dirinya tidak dapat menahan tawa.Panji berseru marah, “Kamu kira kamu bisa menipuku! Aku sudah dihajar Hala sampai sekujur tubuhku penuh luka dan kakiku juga nyaris patah. Sekarang, kamu malah bilang kamu nggak kenal sama dia? Siapa yang bisa kamu tipu!”“Sekujur tubuhmu penuh luka? Mana?” Syakia mengangkat alisnya dan bertanya, “Memangnya ada luka di tubuh Tuan Panji?”Panji segera menjawab, “Coba lihat wajahku ini! Nih, tanganku juga .... Eh? Mana lukaku?”Setelah m

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status