Share

Bab 6

Author: Emilia Sebastian
Pria yang datang itu bertubuh tinggi dan tegap. Dia mengenakan jubah berwarna biru tua. Penampilannya terlihat berwibawa dan wajahnya juga tampan. Namanya Abista Angkola. Dia adalah kakak pertama Syakia dan putra sulung Keluarga Angkola.

“Syakia, kamu sudah sadari kesalahanmu?” tanya Abista sambil menatap Syakia dengan dingin.

Aura intimidasi yang dipancarkan Abista membuat Syakia hampir tidak bisa bernapas. Dulu, dia sangat bodoh dan mengira dirinya merasa terintimidasi karena Abista memiliki perawakan tinggi dan tegap.

Setelah melihat Abista membungkuk untuk menyejajarkan pandangannya dengan Ayu demi mendengar keluhannya, Syakia baru mengerti bahwa di mata kakaknya, dirinya berstatus lebih rendah.

“Aku nggak ngerti maksud Kakak. Apa salahku? Harap Kakak menjelaskannya.”

Syakia bukannya tidak melihat pakaian resmi yang dipegang Abista. Jadi, dia tentu saja bisa menebak maksud kedatangan Abista. Namun, memangnya kenapa meskipun begitu? Atas dasar apa Abista membuatnya mengaku salah tanpa menanyakan apa pun?

Tatapan Abista memang dingin, tetapi tatapan Syakia jauh lebih dingin.

Abista pun mengerutkan keningnya dan menjawab dengan tidak senang, “Sejak kapan kamu jadi begitu keras kepala dan nggak tahu aturan?”

“Aku cuma nggak tahu apa kesalahanku. Itu langsung buat Kakak marah? Tuduhan Kakak itu benar-benar nggak adil.”

“Kamu masih berani bilang nggak tahu apa kesalahanmu? Jadi, apa ini?” Abista melempar pakaian resmi itu ke samping kaki Syakia dan berseru dengan marah, “Kama bilang kamu yang mengguntingnya. Awalnya, aku nggak percaya. Gimanapun, ini pakaian resmi yang paling kamu hargai. Tapi, dinilai dari sikapmu sekarang, aku mau nggak mau harus percaya.”

“Benar, memang aku yang mengguntingnya. Kalau di mata Kakak, menggunting sepotong pakaian yang nggak diinginkan siapa pun salah, terserah Kakak mau pikir apa.”

Lagi pula, di mata Abista, apa yang dilakukan Syakia selalu salah.

Awalnya, Abista mengira Syakia akan berdalih. Tak disangka, Syakia bukan hanya tidak berdalih, juga langsung mengakui perbuatannya tanpa ragu.

“Pakaian yang nggak diinginkan siapa pun?” Abista berkata dengan makin marah, “Ini pakaian yang kakak-kakakmu pesan khusus untukmu. Dulu, kamu juga selalu bilang kamu sangat menyukainya. Sekarang, pakaian ini jadi pakaian yang nggak diinginkan siapa pun?”

“Benar!” Syakia tiba-tiba menoleh dan menatap lurus mata Abista sambil menekankan kata-katanya, “Nggak ada yang mau.”

Syakia tidak berhenti mengingatkan dirinya untuk bersikap tenang. Bagaimanapun juga, melawan Abista dan yang lain akan merugikan dirinya sendiri. Dia hanya perlu bersabar sampai bisa meninggalkan rumah ini ....

“Kenapa? Kakak marah? Mau hukum aku? Mau hukum aku pakai aturan keluarga atau mau paksa aku berlutut?”

Senyuman di wajah Syakia makin lebar. Dia terlihat seperti orang yang memiliki kepribadian ganda. Yang satu tidak berhenti membujuk dirinya untuk tenang, sedangkan yang satu lagi seperti sudah kehilangan kendali dan gila.

Pada akhirnya, Syakia memilih untuk membiarkan dirinya meluapkan emosinya. Dia tidak peduli meskipun akan dihukum. Paling-paling, dia hanya akan disuruh berlutut di upacara kedewasaan. Dia juga bukannya tidak pernah dipaksa Abista untuk berlutut.

“Bukannya Kakak paling suka sama adik yang patuh? Asal Kakak bersuara, aku akan berlutut di depan umum. Atau Kakak merasa itu nggak cukup ....”

Syakia tidak berhenti menantang Abista sampai Abista tidak dapat bersabar lagi.

“Cukup!” Abista menatap Syakia dengan terkejut dan bertanya, “Syakia, kamu sudah gila?”

Sikap Syakia saat ini sudah sepenuhnya mengubah pandangan Abista terhadap adiknya itu. Dulu, Syakia jelas-jelas sangat menghormati dan patuh pada kakak-kakaknya. Meskipun setelahnya Syakia berangsur-angsur menjadi licik, suka mencari perhatian dan cemburu, dia tidak pernah melawan kakak-kakaknya seperti hari ini. Hari ini, dia benar-benar seperti sudah gila.

Setelah kata-katanya dipotong Abista, senyuman di wajah Syakia juga perlahan-lahan sirna. Dalam menghadapi kebingungan Abista, dia hanya menjawab dengan dingin, “Benar, aku sudah gila.”

‘Kalian yang membuatku jadi gila!’ tambah Syakia dalam hati.

Abista membuka mulut dan hendak mengatakan sesuatu. Namun, begitu melihat tatapan Syakia yang dingin, dia mengerutkan keningnya dan terdiam sekian lama. Sampai Syakia hampir kehilangan kesabaran, dia baru berkata, “Upacara kedewasaan sudah mau dimulai. Ayo jalan.”

Namun, Abista sepertinya khawatir Syakia akan menggila seperti ini di upacara kedewasaan. Dia pun lanjut berbicara, seolah-olah ingin memberi peringatan, “Ada banyak tamu yang datang. Kamu ... perhatikanlah ucapan dan sikapmu. Jangan permalukan Keluarga Angkola.”

Setelah berjalan keluar beberapa meter tetapi tidak mendengar suara langkah kaki mengikutinya, Abista pun menoleh dan menyadari Syakia masih berdiri di tempat.

“Kenapa masih nggak jalan?”

“Dilarang Kak Kama.”

“Sembarangan saja!” Abista mengira Syakia hanya ingin membangkang. Dia lanjut berkata, “Ini hari penting kamu dan Ayu. Kamu nggak boleh nggak hadir.”

Syakia menatapnya sambil tersenyum mengejek. “Sudah kubilang Kak Kama melarangku pergi. Kakak mau paksa aku pergi? Kalau aku pergi dan Kak Kama memukulku, apa Kakak akan mencegahnya? Kalau nggak, lebih baik aku nggak pergi daripada harus dipukul lagi.”

Abista sudah kehilangan kesabaran. “Kama memang punya temperamen buruk, tapi dia nggak pernah asal pukul orang ....”

“Kakak buta?” sela Syakia. Kemudian, dia memiringkan wajahnya dan lanjut berkata, “Wajahku masih bengkak, lho. Kakak nggak lihat atau nggak sudi lihat?”

Begitu melihat jelas, Abista baru menyadari bahwa pipi Syakia benar-benar merah dan bengkak. Jika Syakia berjalan keluar dengan tampang seperti ini, siapa pun pasti dapat melihat bekas tamparan itu. Kelak, mungkin saja akan tersebar rumor buruk keluarga mereka.

Tadi, Abista merasa marah karena Syakia menggunting pakaian resminya. Jadi, dia sama sekali tidak memperhatikan wajah Syakia. Setelah melihatnya sekarang, dia pun mengernyit lagi. Apa Kama benar-benar memukul Syakia?

Abista tahu Kama memang suka main tangan dan punya temperamen buruk. Sementara itu, Syakia juga tidak sepatuh Ayu. Namun, meskipun Syakia salah, Kama juga tidak seharusnya memukulnya di hari sepenting ini. Memangnya masalahnya tidak bisa ditunda sampai acara ini selesai? Kama benar-benar tidak dapat membedakan prioritas.

Reaksi pertama Abista adalah melindungi reputasi keluarga. Dia awalnya ingin menyuruh Syakia pergi menutupi bekas tamparan itu dengan riasan. Namun, ada orang yang datang mendesak mereka untuk keluar lagi.

Pada akhirnya, Abista hanya berkata, “Nanti, jangan lupa tutupi wajahmu. Kalau ada yang tanya, bilang saja kamu jatuh. Ngerti?”

Jatuh? Memangnya orang yang jatuh bisa memiliki bekas tamparan di wajahnya?

Syakia sama sekali tidak merasa kecewa pada reaksi Abista. Dia bahkan sudah terbiasa. “Oke. Selama Kakak membantuku mencegah Kak Kama memukulku, aku pasti akan menuruti perintah Kakak.”

Syakia mau tahu apakah orang lain juga sebuta anggota Keluarga Angkola.

Tidak lama kemudian, Syakia dan Abista tiba di halaman depan rumah.

Pada saat ini, sudah ada banyak orang yang berkumpul di Kediaman Adipati. Suasananya sangat ramai. Begitu melihat kemunculan Syakia, perhatian semua orang langsung tertuju padanya. Ada orang yang menatapnya dengan tatapan merendahkan dan mengejek, ada juga orang yang menantikannya dipermalukan.

Syakia dapat dengan tajam menangkap sebuah tatapan penuh niat jahat. Dia pun menoleh ke arah itu dan melihat seorang pria tampan bertampang dingin yang berdiri di sisi Ayu. Orang itu adalah Panji Darsuki, putra mahkota dari Kediaman Pangeran Darsuki. Orang itu juga merupakan teman masa kecil dan tunangan Syakia.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 7

    Panji berjalan ke arah Syakia dengan tampang marah dan sepertinya ingin mencari masalah. Di belakangnya, Ayu membuka mulut dengan takut dan berseru “jangan”. Namun, dia sama sekali tidak menunjukkan gerak-gerik untuk menghentikan Panji.Setelah bertemu pandang dengan Syakia, Ayu bahkan terlihat bangga. Sangat jelas bahwa dia merasa bangga dan ingin mengatakan bahwa dirinya dapat membuat Panji membelanya dengan mudah. Sayangnya, sebelum Panji sampai di depan Syakia, suara seseorang yang berat dan dalam sudah terdengar dari arah panggung ....“Syakia, Ayu, waktunya sudah tiba. Cepat kemari untuk mulai upacaranya!”Syakia menoleh ke arah datangnya suara. Di atas panggung, seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah berwarna hijau dan terlihat sangat berwibawa sedang duduk di kursi utama. Dia sedang menatap ke arah Syakia dan Ayu dengan ekspresi dingin. Orang itu tidak lain adalah ayahnya Syakia dan adipati militer, Damar Angkola.Pada saat ini, Panji yang berencana untuk mencari masal

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 8

    Saat naik ke panggung, Abista awalnya masih menatap kedua adiknya dengan ragu. Namun, setelah bertemu pandang dengan tatapan Ayu yang penuh harapan, dia hanya tersenyum dengan tidak berdaya.Siapa suruh Syakia sendiri yang pencemburu dan tidak bisa menerima Ayu. Oleh karena itu, Abista tidak lagi ragu dan langsung berjalan melewati Syakia untuk memberikan bunganya kepada Ayu. Setelahnya, Kama, Kahar, Ranjana, dan seluruh anggota Keluarga Angkola juga memberikan bunga mereka kepada Ayu.Seperti di kehidupan sebelumnya, Syakia tidak menerima sekuntum bunga pun, sedangkan Ayu dikelilingi dengan bunga pemberkatan. Namun, Syakia sama sekali tidak merasakan apa-apa. Bagaimanapun juga, dia sudah mengetahui hasil seperti ini dari awal. Jadi, dia sama sekali tidak menaruh harapan.Pada saat giliran Panji, dia bukan hanya menggenggam sekuntum bunga seperti orang lain, melainkan buket besar berisi bunga-bunga yang indah. Dia melirik Syakia sekilas, lalu langsung memberikan buket bunga itu kepada

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 9

    “Nggak bisa!”“Nggak mungkin!”Itu hanyalah sebuah sumpah biasa. Awalnya, semua orang mengira Panji akan setuju. Tak disangka, Panji malah menolaknya. Anehnya, masih ada satu orang lagi yang juga ikut membantah.“Ayu?” Abista menatap Ayu dengan heran.Ekspresi Ayu langsung membeku. Setelah menyadari dirinya sudah kehilangan kendali atas sikapnya, dia buru-buru menenangkan diri dan memaksakan seulas senyum sambil berkata, “Bukan .... Umm, aku ... aku cuma merasa syarat yang diajukan Kak Syakia kurang baik. Gimana ... gimana kalau Kak Panji berubah pikiran kelak. Jadi, sebaiknya Kak Syakia pertimbangkan hal ini?”Abista mengernyit karena merasa ucapan Ayu agak aneh. Kahar tidak menunjukkan reaksi apa pun, sedangkan Ranjana melirik Ayu dan Panji dengan ekspresi sulit ditebak. Satu-satunya orang yang sepenuhnya percaya pada kepolosan Ayu hanyalah Kama. Dia sama sekali tidak berpikir kejauhan.“Sudahlah, Ayu. Aku tahu kamu khawatirkan Syakia. Tapi, aku merasa yang dikatakannya nggak salah.”

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 10

    “Yang kalian bilang benar. Aku bukan adikku. Aku nggak sebaik dia. Jadi, aku pasti akan balas dendam pada semua orang yang pernah menindas dan mempermalukanku!” ucap Syakia dengan dingin. Kemudian, dia menatap Panji dan mengucapkan kata-kata yang tidak diucapkannya di depan umum pada kehidupan lalu dan merasa menyesal setelahnya.“Panji, bukannya kamu mau batalkan pernikahan kita? Oke, aku setuju tanpa syarat apa pun. Hanya saja, mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun lagi dengan keluarga kalian!”Begitu Syakia selesai berbicara, seluruh lokasi langsung hening. Bahkan Panji juga melongo karena Syakia menyetujui hal ini dengan semudah itu.Awalnya, Panji mengira dirinya tidak akan bisa membatalkan pernikahan ini dengan lancar. Dia mengira Syakia akan menolak, lalu tidak berhenti menangis dan merengek. Sebelum datang, dia sudah memikirkan segala kemungkinan. Satu-satunya hal yang tidak diduganya adalah Syakia menyetujui hal ini dengan semudah itu.Tidak, Syakia tidak termasuk m

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 11

    Abista menunjukkan ekspresi tidak setuju. Cambuk yang digunakan Keluarga Angkola bukanlah cambuk biasa, melainkan cambuk besi. Setelah 50 cambukan, bahkan pria dewasa juga paling tidak harus memulihkan diri setengah bulan, apalagi Syakia?Ayu yang berdiri di samping diam-diam merasa gembira. Dia tidak menyangka Syakia ingin mencari mati sendiri. Dia harus mencari cara agar Damar menyetujui hal ini. Selama Damar ertuju, 50 cambukan ini pasti bisa membuat Syakia sekarat. Namun, hal yang lebih mengejutkan adalah, Syakia sendiri yang berinisiatif untuk mencari mati sebelum dia sempat bertindak.“Kamu serius?” tanya Damar. Dia juga merasa terkejut karena Syakia berinisiatif minta dihukum dan juga meminta dijatuhkan hukuman seberat ini.Damar mengerutkan keningnya. Setelah teringat Syakia biasanya suka menggunakan trik kotor untuk mencari perhatian, dia memicingkan matanya dan memberi peringatan. “Aku paling benci sama orang bermuka dua.”Syakia mendongak, lalu menatap lurus mata Damar yang

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 12

    Syakia menggunakan tubuhnya yang kurus untuk menahan cambukan di punggungnya. Sementara itu, Abista sama sekali tidak merasa kasihan padanya dan mencambuknya dengan kuat, seolah-olah ingin menghancurkan seluruh tulang di tubuhnya.Syakia tentu saja merasa kesakitan. Sayangnya, rasa sakit pada tubuh tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan rasa sakit dalam hati. Jadi, cambukan Abista bukan hanya tidak menghancurkan tulang Syakia, malah membuatnya makin fokus pada amarah dan kebencian dalam hatinya. Meskipun harus mati, dia juga tidak akan mengampuni Ayu dan seluruh anggota Keluarga Angkola!Abista mencambuk Syakia tepat 50 kali, tidak lebih maupun kurang.Saat Abista menyelesaikan cambukan terakhir, punggung Syakia sudah berlumuran darah. Dia melirik darah yang menetes dari cambuk besi, lalu melirik Syakia yang tidak bersuara dari awal sampai akhir dan masih mempertahankan posisinya hingga cambukan terakhir.Entah kenapa, Abista merasa hatinya terasa sesak. Dia yang sudah tidak tahan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 13

    Satu jam kemudian, Syakia berdiri di ruang baca kaisar saat ini. Prosedurnya masuk ke istana bisa dikatakan sangat mudah dan santai. Sebab, dia memiliki jimat pelindung lain yang ditinggalkan ibunya kepadanya, yaitu token giok yang diberikan mendiang Kaisar secara pribadi.Di kehidupan sebelumnya, Esti mencuri token giok ini dan memberikannya kepada Ayu. Karena alasan ini, Syakia baru tidak memiliki jalan keluar. Untungnya, setelah terlahir kembali ke kehidupan ini, token giok ini masih belum dicuri. Jadi, dia baru bisa mengandalkan token giok dari mendiang Kaisar untuk berdiri di hadapan kaisar muda saat ini.“Hormat, Yang Mulia. Namaku Syakia Angkola.”“Syakia Angkola? Seingatku, kamu itu putri kelima Adipati Pelindung Kerajaan, ‘kan?”Kaisar yang duduk di belakang meja kekaisaran meletakkan laporan resmi yang dipegangnya, lalu melirik Syakia yang berlutut di hadapannya. Kaisar ini merupakan putra ke-9 mendiang Kaisar. Ketika dinobatkan menjadi kaisar, dia baru berusia 11 tahun. Saa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 14

    Namun, Syakia tidak peduli demi siapa Kaisar memberinya kesempatan. Yang terpenting adalah, dia memiliki kesempatan ini.“Harap Yang Mulia beri perintah,” ucap Syakia dengan hormat.Kaisar bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke hadapan Syakia, lalu mengembalikan token giok itu.“Dalam 2 tahun terakhir, bencana alam nggak berhenti terjadi di bagian selatan negara. Rakyat sangat menderita, sedangkan aku juga gelisah. Aku butuh seseorang yang bisa dengan tulus berdoa bagi kerajaan dan rakyat.”“Aku bersedia melakukannya!” jawab Syakia dengan segera.Kaisar malah tersenyum dan menggeleng. “Meski kamu bersedia, itu belum cukup. Kepala biksuni Kuil Bulani yang terletak di Gunung Selatan pinggiran ibu kota sangat dihormati orang-orang. Dia juga berbudi luhur dan sering melakukan kebajikan. Kalau Master setuju, aku juga akan setujui permintaanmu.”“Baik! Terima kasih atas kebaikan Yang Mulia!”“Jangan berterima kasih terlalu cepat. Kalau Master nggak setuju, aku juga nggak akan kabulkan

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 224

    “Terima kasih atas niat baik Pangeran, juga atas usaha kalian untuk pergi cari bibit sebanyak ini.”Setelah melihat dua ladang obat di halaman tempat tinggal Syakia, Adika pun membantunya membuka ladang obat di gunung belakang. Adika juga mengatakan akan membantunya mengumpulkan berbagai bibit obat herbal. Tak disangka, Adika benar-benar mengingat semua ini.Seorang Pangeran Pemangku Kaisar mengingat semua ucapannya terhadap dirinya sampai sekarang. Hal ini benar-benar membuat Syakia merasa terharu.Meskipun memberikan rumput peremajaan kepada Adika memang berisiko untuk mengekspos rahasianya, Syakia tiba-tiba merasa tidak begitu menyesal lagi setelah melihat halaman yang dipenuhi bibit obat herbal ini. Bagaimanapun juga, itu adalah Adika yang tidak pernah melakukan hal keterlaluan apa pun terhadapnya.Begitu memikirkan hal ini, kecemasan Syakia akhirnya berkurang sedikit.“Putri Suci? Putri Suci!” seru Deska. Dia tidak memedulikan citranya dan berlari menghampiri Syakia dengan wajah d

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 223

    “Rumput peremajaan?” Deska langsung menoleh ke arah Syakia dan menjawab. “Tentu saja berguna!” Deska berujar dengan bersemangat, “Sebelumnya, Putri Suci pernah kasih ganoderma ungu berusia 100 tahun pada Pangeran Adika. Sekarang, Pangeran Adika cuma masih kurang 2 macam obat herbal. Salah satunya adalah rumput peremajaan!”Kebetulan sekali! Syakia juga melongo saking terkejutnya. Sebelum Syakia sempat berbicara, Deska sudah langsung bertanya, “Untuk apa Putri Suci bertanya tentang hal ini? Apa Putri Suci punya rumput peremajaan?”Syakia menjawab, “Aku memang punya rumput peremajaan. Sebelumnya, Pangeran Adika sudah mengawalku ke Kalika dan melindungiku dari banyak bahaya. Jadi, aku datang untuk berterima kasih padanya.”Syakia memberikan kotak kayu yang dibawanya kepada Deska. Deska pun menerimanya dengan tidak sabar dan membukanya. Isinya memang adalah rumput peremajaan. Selain itu, rumput peremajaan ini juga pasti sudah berumur 100 tahun!Deska hampir melompat kegirangan. “Baguslah

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 222

    Jika Shanti tidak salah lihat, isi kotak ini adalah jamur ganoderma berusia 100 tahun.Syakia menjawab sambil tersenyum, “Karena Guru sangat baik terhadapku. Aku pun ingin kasih hadiah yang bagus juga buat Guru.”Syakia menyampaikan kekhawatirannya pada Shanti. “Guru juga tahu apa manfaat jamur ganoderma. Sebenarnya, aku selalu khawatirkan keadaan jantung Guru. Makanya, aku baru siapkan hadiah ini. Aku harap Guru jangan anggap remeh keadaan Guru. Kalau bisa disembuhkan, sembuhkanlah penyakit itu dengan baik.”Syakia yakin dengan keterampilan pengobatan yang dikuasai Shanti, Shanti pasti sudah menyembuhkan penyakit jantungnya itu dari dulu jika dia bersedia mengobatinya. Hari ini, Syakia memberikan hadiah ini hanya untuk menunjukkan rasa perhatiannya sebagai seorang murid, bukan untuk menunjukkan nilai hadiahnya.Shanti tidak menyangka Syakia ternyata tidak berhenti memikirkan hal ini. Setelah terdiam untuk sesaat, dia baru mengungkapkan alasan kenapa dia tidak mengobati keadaannya.“Se

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 221

    Setelah memberikan obat bius yang cukup banyak kepada Ayu, Syakia menutup mata, telinga, dan mulutnya, juga mengikat tangan serta kakinya dengan baik sebelum melemparnya masuk ke ruang giok.Meskipun sangat tidak ingin Ayu masuk dan mengotori ruang giok, Syakia tidak memiliki cara lain. Hanya dengan menaruh Ayu di ruang giok, Kingston baru tidak bisa menemukan Ayu.Syakia mengurung Ayu di ruangan kecil dalam ruang giok. Kelak, dia hanya perlu mengeluarkan Ayu dan memberinya sedikit makanan dan minuman, lalu mengikatnya dan melemparnya kembali ke dalam.Semua obat herbal yang dibeli dan dimasukkan Syakia ke ruang giok sudah didonasikan Syakia bersama dengan barang-barang lain dari istana untuk Kalika. Meskipun sudah turun hujan di Kalika, akibat yang ditimbulkan bencana alam tidaklah begitu mudah berakhir.Semua itu adalah obat herbal yang paling berguna dan paling umum digunakan. Syakia merasa obat-obat itu sangat cocok untuk diberikan kepada penduduk Kalika.Syakia berbalik, lalu mena

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 220

    Syakia pun tertawa. “Itu karena aku melakukan perjalanan jauh. Guru pasti khawatir. Kalau yang melakukan perjalanan jauh itu Kak Maya, Guru pasti juga akan mengkhawatirkanmu.”Shanti yang menggenggam tangan Syakia sambil melangkah maju tidak berkomentar. Dia hanya diam-diam bergumam dalam hati, ‘Beda.’Shanti memang akan mengkhawatirkan Maya, tetapi kekhawatirannya terhadap Syakia berbeda. Hanya Tuhan yang tahu sudah berapa lama dia tidak merasakan hal seperti ini sejak Anggreni meninggal.Sup penambah gizi yang dimasak Shanti sangat banyak. Dia tentu saja juga tidak boleh pilih kasih. Setelah mengambil semangkuk besar sup untuk Syakia, dia membagikan sisanya kepada orang lainnya.Syakia meminum sup yang hangat itu sambil tersenyum gembira. “Makasih, Guru. Supnya enak banget!”“Baguslah kalau kamu suka. Dulu, aku juga sering masakkan sup penambah gizi untuk ibumu. Setiap kali, dia juga selalu bilang dia paling suka minum sup yang kumasak.”Begitu mengungkit tentang Anggreni, Shanti pun

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 219

    “Aaah! Hujan! Benar-benar sudah hujan!”“Huhuhu! Bencana alam akhirnya berakhir juga!”“Ayah, Ibu! Kalian sudah lihat! Bencana alam sudah berakhir!”Semua penduduk Kalika langsung berlari keluar rumah seperti orang gila. Mereka berdiri di bawah hujan dengan gembira dan sangat menghargai hujan deras pertama yang sudah dinantikan mereka selama 3 bulan penuh.“Ini berkat Putri Suci!”“Benar! Putri Suci Pembawa Berkah yang sudah berhasil memohon hujan deras ini untuk kita!”“Putri Suci Pembawa Berkah benar-benar adalah dewi penolong!”“Dia itu putri suci yang diangkat Kaisar secara langsung supaya bisa mendoakan kerajaan dan rakyatnya. Dia itu putri suci kita!”Pada hari itu, Syakia tidak tahu bahwa semua orang di Kalika bersorak di bawah hujan deras sambil menyerukan namanya.Putri Suci Pembawa Berkah, putri suci pertama Dinasti Minggana. Dialah satu-satunya orang yang dapat membawa berkah bagi kerajaan....Seminggu kemudian, Syakia dan orang lainnya akhirnya kembali ke ibu kota.“Gimana

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 218

    Setelahnya, suasananya pun kembali hening.Syakia sedang berdiri di atas panggung sehingga suara-suara di bawah itu tidak terdengarnya. Dia sama sekali tidak terpengaruh dan melanjutkan upacara ini sesuai prosedur.Kemudian, Syakia mengangkat kepalanya sedikit dan memandang ke langit. Begitu dia membuka mulut, suaranya yang halus dan merdu pun mencapai telinga orang-orang di bawah panggung.Semua orang mendengar Syakia memohon pada Langit dengan tampang serius.“Ini adalah bulan Oktober di Dinasti Minggana. Namaku Sahana, aku juga dijuluki sebagai Putri Suci Pembawa Berkah. Aku ingin mewakili seluruh rakyat Kalika untuk meminta para dewa menurunkan hujan untuk mengakhiri kekeringan di tanah ini.”“Wahai para dewa yang agung, yang menerangi langit, turunkanlah hujan yang bisa menyuburkan tanah agar segala makhluk hidup mendapatkan berkah. Aku harap para dewa bisa mengabulkan permintaan rakyat. Di sini, aku berdoa dengan setulus hati.”Syakia mengucapkan setiap kata dengan jelas dan tulu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 217

    Setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian resmi, Syakia juga mengenakan cadar dan kerudung putih. Kemudian, dia berjalan keluar di bawah bimbingan para dayang.Gading menyenggol Wisnu yang melongo setelah melihat penampilan Syakia. “Tuan Wisnu, Putri Suci sudah pergi. Kenapa kamu masih melongo? Cepat jalan!”Wisnu yang baru tersadar kembali buru-buru mengejar Syakia. “Ah! Putri Suci, tunggu dulu. Biar aku yang tunjukkan jalannya!”...“Jalannya cepat dikit! Cepat, cepat! Kalau nggak cepat pergi, nanti nggak ada tempat lagi!”“Iya, iya. Tunggu aku!”“Ada apa ini?”“Kalian mau ke mana?”Baik di luar maupun di dalam area kota Kalika, orang yang tak terhitung jumlahnya berjalan menuju sebuah tempat dari segala arah. Setelah menderita kekeringan selama 3 bulan, mereka semua sudah hampir kehilangan harapan. Namun, kali ini, kepala prefektur mereka sudah mengundang Putri Suci yang diangkat secara pribadi oleh Kaisar untuk datang mengadakan upacara permohonan hujan bagi mereka. Hanya dalam

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 216

    Syakia tidak menyangka Wisnu akan langsung berlutut untuk menyapanya. Dia pun buru-buru mengulurkan tangan untuk mengisyaratkan Wisnu berdiri.Setelah Wisnu berdiri, Syakia baru menanyakan hal yang paling penting, “Apa panggung untuk mengadakan upacara permohonan hujan sudah dibangun?”Wisnu buru-buru mengangguk. “Putri Suci tenang saja. Begitu mendengar Putri Suci dan Pangeran Adika sudah berangkat, kami langsung memberi perintah kepada orang untuk membangun panggungnya. Panggungnya sudah selesai dibangun semalam. Setelah memeriksa segalanya sekali lagi hari ini, Putri Suci sudah bisa memulai upacaranya besok.”Adika yang berdiri di samping berkata, “Sahana, kamu istirahat saja dulu sekarang. Upacara permohonan hujan besok akan sangat melelahkan. Kamu harus istirahat yang cukup dulu. Serahkan sisanya padaku.”“Baik.”Syakia juga tidak merasa sungkan. Perjalanan kali ini benar-benar sangat melelahkan. Untungnya, Wisnu telah menyediakan tempat peristirahatan untuk mereka.Setelah tiba

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status