Share

Bab 3

Author: Emilia Sebastian
Syakia duduk di depan meja rias. Tidak ada dayang yang melayaninya, jadi dia hanya bisa berdandan sendiri. Dia menoleh ke arah datangnya suara, lalu menyapa dengan acuh tak acuh sambil menahan rasa muaknya, “Kak Kama.”

Orang yang menerjang masuk dengan marah itu tidak lain adalah Kama. Dia memelototi Syakia sambil berseru, “Jawab aku, kamu yang merusak pakaian resmi Ayu? Kenapa kamu begitu kejam? Kamu jelas-jelas tahu hari ini juga hari upacara kedewasaan Ayu, tapi kamu malah merusak pakaian resminya!”

Ketika Kama menuduh Syakia, orang yang paling dibenci Syakia itu menjulurkan kepalanya dari belakang Kama dengan ekspresi bersalah.

“Kak Kama, sudahlah. Bukannya aku sudah menjelaskannya padamu? Kak Syakia bukan melakukannya dengan sengaja.”

Ayu berperawakan langsing, bertampang imut, dan selalu terlihat lembut. Ditambah dengan sepasang matanya yang memelas, siapa yang mungkin tidak kasihan padanya? Dia mengetahui keunggulannya itu, juga mengetahui semua orang di Kediaman Adipati merasa bersalah padanya.

Setengah tahun lalu, Ayu baru ditemukan oleh orang dari Kediaman Adipati. Damar mengatakan bahwa dia diculik orang saat berumur 3 tahun dan sudah hidup menderita di luar sejak kecil. Jadi, semua anggota Keluarga Angkola merasa sangat bersalah padanya dan berusaha sekuat tenaga untuk menebusnya.

Sebelumnya, Syakia juga berpikiran begitu. Bagaimanapun juga, dia merasa bahwa Ayu adalah adik kandungnya. Namun, dia malah harus menanggung konsekuensi berat akibat pemikirannya yang naif itu. Sekarang, begitu melihat wajah Ayu, Syakia sangat ingin langsung membunuhnya!

“Ayu, kenapa kamu begitu baik! Ini jelas-jelas salah Syakia, kenapa kamu masih bela dia?”

“Bukan kok. Duh, Kak Kama, kenapa kamu begitu keras kepala!” Setelah itu, Ayu menoleh ke arah Syakia dan meminta maaf, “Maaf, Kak Syakia. Ini semua salahku karena nggak menjelaskannya dengan baik. Kamu jangan marah sama Kak Kama, ya. Dia cuma terlalu perhatian padaku.”

“Buat apa kamu minta maaf sama dia! Jelas-jelas dia yang seharusnya minta maaf sama kamu!” seru Kama sambil memelototi Syakia.

Syakia menunduk untuk menyembunyikan rasa bencinya dan menjawab, “Yang dikatakan Kak Kama benar. Aku yang salah atas insiden 2 hari lalu. Aku yang seharusnya minta maaf sama Ayu.”

Apa boleh buat, Syakia bukan terlahir kembali 2 hari lalu.

Pada waktu yang sama di kehidupan lalu, Ayu merusak pakaian resminya dan menyalahkan Syakia atas semuanya. Ayu bahkan tidak perlu menunjukkan bukti apa pun. Dia hanya perlu menangis sambil memegang pakaian resminya yang rusak dan semua orang akan langsung menyalahkan Syakia.

Bagaimanapun juga, pada saat ini, Ayu sudah merusak reputasi Syakia dengan berbagai macam trik. Semua orang tahu bahwa Syakia merasa cemburu pada adiknya, juga sangat kejam, berpikiran sempit, dan tega menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Jadi, asalkan Ayu “ditindas”, semua orang akan mengira bahwa pelakunya adalah Syakia.

Setelah menekan seluruh rasa bencinya, Syakia baru tersenyum tipis pada Ayu dan berkata, “Setiap teringat perbuatanku 2 hari ini, aku nggak akan bisa tidur dan merasa sangat menyesal. Ayu, maaf ya.”

Setelah melihat ekspresi Syakia yang tulus, Ayu bahkan curiga bahwa orang yang berada di hadapannya bukanlah Syakia.

“Huh, kamu baru sadari kesalahanmu sekarang?” Kama mencibir, “Kalau orang sekejam kamu bukan adik kandungku, aku sudah kurung kamu ke penjara supaya kamu disiksa di sana!”

Syakia juga diam-diam mencibir dalam hati. Adik kandung? Cih, dia sudah lama tidak ingin menjadi adik orang seperti Kama.

Pada hari ini di kehidupan sebelumnya, Syakia dihajar Kama karena tidak bersedia meminta maaf pada Ayu. Selain wajah, sekujur tubuhnya dipenuhi dengan luka memar. Jelas-jelas, hari ini juga merupakan hari upacara kedewasaannya. Namun, Kama sama sekali tidak kasihan padanya.

Di antara keempat kakak Syakia, Kama dan Kahar yang merupakan saudara kembar memiliki temperamen paling buruk. Kama memiliki sifat yang meledak-ledak. Saat memanjakan Syakia dulu, dia bisa menghajar semua orang yang menindas Syakia.

Namun, setelah tidak menyayangi Syakia, Kama juga tidak akan ragu untuk memukul Syakia. Terutama ketika Syakia berselisih dengan Ayu. Begitu Ayu menangis, Syakia pasti akan dipukul.

Syakia menggigit bibirnya. Kama jauh lebih tinggi dan kuat darinya. Jika melawan Kama sekarang, yang akan rugi hanyalah dirinya sendiri. Oleh karena itu, dia memilih untuk menunduk. Namun, dia tidak peduli. Di kehidupan ini, dia memiliki waktu untuk membalaskan dendamnya secara perlahan.

Hanya saja, berhubung Syakia meminta maaf tanpa ragu, malah ada orang yang merasa tidak cukup.

“Kak Kama, Kak Syakia sudah minta maaf. Kita akhiri saja masalah ini. Lagian, ini juga bukan masalah besar. Tapi, tanpa pakaian resmi, aku sepertinya sudah nggak bisa hadir dalam upacara kedewasaan hari ini,” ujar Ayu dengan nada ketakutan.

Setelah mendengar ucapan itu, Kama yang awalnya sudah berniat untuk mengakhiri masalah ini pun merasa kasihan pada Ayu.

“Nggak bisa! Masalah ini nggak boleh diakhiri dengan begitu saja! Kali ini, dia merusak pakaian resmimu. Lain kali, entah tindakan jahat apa lagi yang akan dilakukannya. Aku harus kasih dia sedikit pelajaran biar dia jera!”

Seusai berbicara, Kama langsung menoleh dan memelototi Syakia sambil berseru, “Kamu yang merusak pakaian resmi Ayu. Jadi, kamu harus serahkan pakaian resmimu kepada Ayu! Tanpa pakaian resmi, kamu sudah nggak perlu hadir di upacara kedewasaan hari ini lagi!”

Ada secercah cahaya yang melintasi mata Ayu. Syakia tentu saja tidak melewatkan hal itu dan tidak merasa terkejut. Bagaimanapun juga, Ayu merusak pakaian resminya dan menyalahkan Syakia karena ingin mendapatkan pakaian resmi Syakia.

Sebenarnya, pakaian resmi upacara kedewasaan Syakia itu dipesan khusus oleh keempat kakaknya dari setahun lalu.

Hiasan rambutnya terbuat dari benang emas yang dililitkan pada giok, sedangkan gaunnya terbuat dari kain sutra terbaik yang memiliki bordir kupu-kupu. Baik dari segi bahan maupun pembuatan, kualitasnya merupakan yang terbaik di ibu kota.

Saat membuat pakaian ini dulu, kakak-kakak Syakia mengatakan bahwa mereka ingin membuat adik kesayangan mereka menjadi gadis yang paling dicemburui orang lain di ibu kota. Sayangnya, “adik kesayangan” mereka itu sudah berubah menjadi orang lain.

Melihat Syakia yang diam saja, Kama mengira dia hendak menolak. Kama pun berkata dengan tidak senang, “Kenapa? Kamu nggak bersedia? Atau kamu sebenarnya bukan benar-benar menyadari kesalahanmu dan cuma mau menipuku dengan kata-katamu tadi? Huh! Kalau begitu, jangan salahkan aku bertindak kejam terhadapmu. Pokoknya, kamu harus serahkan ....”

“Oke,” jawab Syakia untuk menyela ucapan Kama.

Tanpa melirik Kama, Syakia langsung masuk ke kamar dan mengeluarkan pakaian resmi yang sudah dipersiapkan itu. Lagi pula, semua ini memang bukan miliknya.

Syakia menyerahkan pakaian itu sambil tersenyum tipis, “Ayu, nih. Sekarang, pakaian resmi ini sudah jadi milikmu. Cepat terima.”

Berhubung Syakia menyerahkan pakaian itu tanpa ragu, Ayu masih tercengang. Dia tidak menyangka Syakia akan menyetujui hal ini dengan semudah itu. Syakia seharusnya merengek, lalu membuat Kama sepenuhnya marah. Setelah itu, dinilai dari tabiat Kama, Kama akan memukulnya sampai dia menyerahkan pakaian itu.

Sekarang, kenapa Syakia menyetujui tanpa ragu? Ayu merasa ada yang tidak beres. Lebih tepatnya, dia merasa reaksi Syakia dari tadi sangat aneh. Kenapa Syakia bisa menerima hal ini dengan tenang? Apa Syakia sudah bisa menebak bahwa tujuannya adalah mendapatkan pakaian resmi ini? Oleh karena itu ... Syakia telah melakukan sesuatu pada pakaian ini?

Ayu sontak menunjukkan ekspresi merendahkan. Dia merasa seolah sudah berhasil menebak niat Syakia dan mencibir dalam hati, ‘Dasar bodoh! Lihat gimana aku akan bongkar kedokmu!’

Ayu berpura-pura ingin menerima pakaian resmi itu. Baru saja dia menyentuh pakaian itu, dia tiba-tiba berseru kesakitan, “Ah! Kak Kama, sakit banget!”

Ayu membuang pakaian resmi itu ke lantai, lalu langsung melemparkan diri ke dalam pelukan Kama dengan ekspresi ketakutan.

Kama secara refleks mengulurkan tangannya untuk melindungi Ayu dan mendorong Syakia. Kemudian, dia langsung membentak, “Syakia Angkola! Apa lagi yang kamu lakukan pada Ayu!”

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 4

    Syakia pun tersandung dan menabrak meja rias. Dia menggigit bibirnya erat-erat. Di kehidupan sebelumnya, dia sudah banyak dicelakai oleh Ayu. Begitu melihat tampang Ayu sekarang, dia langsung tahu bahwa Ayu pasti ingin menggunakan trik kotor lagi. Dia memungut pakaian resmi itu dari lantai.“Aku juga nggak tahu apa yang kulakukan sampai Ayu bisa bereaksi seperti itu. Gimana kalau Ayu jelaskan padaku?”“Kamu sendiri yang tahu paling jelas apa yang sudah kamu perbuat!” bentak Kama sebelum Ayu sempat berbicara.Tatapan Syakia terlihat makin dingin. Dulu, dia tidak menyadarinya. Sekarang, dia merasa Kama sangatlah buta. Kama bahkan tidak dapat membedakan siapa sebenarnya yang melakukan trik kotor, padahal dia sudah menyaksikan seluruh kejadiannya sendiri. Mungkin saja dia juga hanya akan tetap percaya pada ucapan seseorang meskipun sudah melihat jelas.Kama memelototi Syakia untuk sesaat, lalu menepuk-nepuk pundak Ayu dan menghibur dengan nada lembut, “Ayu, jangan takut. Katakan saja apa y

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 5

    “Syakia, kamu sudah gila?”Ayu yang mengira dirinya masih memiliki kesempatan untuk merebut pakaian resmi itu pun tidak bisa berkata-kata saking marahnya. Dia merasa Syakia seperti sedang menggunting pakaiannya.Syakia menghentikan gerakannya, lalu menyahut sambil masih tersenyum, “Aku lagi gunting baju. Bukannya kalian sudah lihat? Buat apa kalian bereaksi begitu berlebihan?”Kama berseru marah, “Kamu masih berani tanya kenapa reaksiku begitu berlebihan? Pakaian ini kami pesan khusus untukmu! Apa yang kamu lakukan! Kenapa kamu mengguntingnya!”“Karena sudah nggak ada yang mau.” Syakia lanjut menggunting dan menjawab, “Aku nggak mau, Ayu juga nggak mau. Barang yang sudah nggak diinginkan tentu saja harus dibuang.”Ekspresi Syakia terlihat sangat dingin hingga Kama merasa agak asing.‘Siapa bilang aku nggak mau?’ seru Ayu dalam hati. Dia hanya tidak ingin Kama curiga, makanya dia sengaja menolak. Siapa sangka Syakia akan bertindak segila ini? Ayu jelas-jelas sudah memutuskan untuk meng

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 6

    Pria yang datang itu bertubuh tinggi dan tegap. Dia mengenakan jubah berwarna biru tua. Penampilannya terlihat berwibawa dan wajahnya juga tampan. Namanya Abista Angkola. Dia adalah kakak pertama Syakia dan putra sulung Keluarga Angkola.“Syakia, kamu sudah sadari kesalahanmu?” tanya Abista sambil menatap Syakia dengan dingin.Aura intimidasi yang dipancarkan Abista membuat Syakia hampir tidak bisa bernapas. Dulu, dia sangat bodoh dan mengira dirinya merasa terintimidasi karena Abista memiliki perawakan tinggi dan tegap. Setelah melihat Abista membungkuk untuk menyejajarkan pandangannya dengan Ayu demi mendengar keluhannya, Syakia baru mengerti bahwa di mata kakaknya, dirinya berstatus lebih rendah.“Aku nggak ngerti maksud Kakak. Apa salahku? Harap Kakak menjelaskannya.”Syakia bukannya tidak melihat pakaian resmi yang dipegang Abista. Jadi, dia tentu saja bisa menebak maksud kedatangan Abista. Namun, memangnya kenapa meskipun begitu? Atas dasar apa Abista membuatnya mengaku salah ta

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 7

    Panji berjalan ke arah Syakia dengan tampang marah dan sepertinya ingin mencari masalah. Di belakangnya, Ayu membuka mulut dengan takut dan berseru “jangan”. Namun, dia sama sekali tidak menunjukkan gerak-gerik untuk menghentikan Panji.Setelah bertemu pandang dengan Syakia, Ayu bahkan terlihat bangga. Sangat jelas bahwa dia merasa bangga dan ingin mengatakan bahwa dirinya dapat membuat Panji membelanya dengan mudah. Sayangnya, sebelum Panji sampai di depan Syakia, suara seseorang yang berat dan dalam sudah terdengar dari arah panggung ....“Syakia, Ayu, waktunya sudah tiba. Cepat kemari untuk mulai upacaranya!”Syakia menoleh ke arah datangnya suara. Di atas panggung, seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah berwarna hijau dan terlihat sangat berwibawa sedang duduk di kursi utama. Dia sedang menatap ke arah Syakia dan Ayu dengan ekspresi dingin. Orang itu tidak lain adalah ayahnya Syakia dan adipati militer, Damar Angkola.Pada saat ini, Panji yang berencana untuk mencari masal

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 8

    Saat naik ke panggung, Abista awalnya masih menatap kedua adiknya dengan ragu. Namun, setelah bertemu pandang dengan tatapan Ayu yang penuh harapan, dia hanya tersenyum dengan tidak berdaya.Siapa suruh Syakia sendiri yang pencemburu dan tidak bisa menerima Ayu. Oleh karena itu, Abista tidak lagi ragu dan langsung berjalan melewati Syakia untuk memberikan bunganya kepada Ayu. Setelahnya, Kama, Kahar, Ranjana, dan seluruh anggota Keluarga Angkola juga memberikan bunga mereka kepada Ayu.Seperti di kehidupan sebelumnya, Syakia tidak menerima sekuntum bunga pun, sedangkan Ayu dikelilingi dengan bunga pemberkatan. Namun, Syakia sama sekali tidak merasakan apa-apa. Bagaimanapun juga, dia sudah mengetahui hasil seperti ini dari awal. Jadi, dia sama sekali tidak menaruh harapan.Pada saat giliran Panji, dia bukan hanya menggenggam sekuntum bunga seperti orang lain, melainkan buket besar berisi bunga-bunga yang indah. Dia melirik Syakia sekilas, lalu langsung memberikan buket bunga itu kepada

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 9

    “Nggak bisa!”“Nggak mungkin!”Itu hanyalah sebuah sumpah biasa. Awalnya, semua orang mengira Panji akan setuju. Tak disangka, Panji malah menolaknya. Anehnya, masih ada satu orang lagi yang juga ikut membantah.“Ayu?” Abista menatap Ayu dengan heran.Ekspresi Ayu langsung membeku. Setelah menyadari dirinya sudah kehilangan kendali atas sikapnya, dia buru-buru menenangkan diri dan memaksakan seulas senyum sambil berkata, “Bukan .... Umm, aku ... aku cuma merasa syarat yang diajukan Kak Syakia kurang baik. Gimana ... gimana kalau Kak Panji berubah pikiran kelak. Jadi, sebaiknya Kak Syakia pertimbangkan hal ini?”Abista mengernyit karena merasa ucapan Ayu agak aneh. Kahar tidak menunjukkan reaksi apa pun, sedangkan Ranjana melirik Ayu dan Panji dengan ekspresi sulit ditebak. Satu-satunya orang yang sepenuhnya percaya pada kepolosan Ayu hanyalah Kama. Dia sama sekali tidak berpikir kejauhan.“Sudahlah, Ayu. Aku tahu kamu khawatirkan Syakia. Tapi, aku merasa yang dikatakannya nggak salah.”

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 10

    “Yang kalian bilang benar. Aku bukan adikku. Aku nggak sebaik dia. Jadi, aku pasti akan balas dendam pada semua orang yang pernah menindas dan mempermalukanku!” ucap Syakia dengan dingin. Kemudian, dia menatap Panji dan mengucapkan kata-kata yang tidak diucapkannya di depan umum pada kehidupan lalu dan merasa menyesal setelahnya.“Panji, bukannya kamu mau batalkan pernikahan kita? Oke, aku setuju tanpa syarat apa pun. Hanya saja, mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun lagi dengan keluarga kalian!”Begitu Syakia selesai berbicara, seluruh lokasi langsung hening. Bahkan Panji juga melongo karena Syakia menyetujui hal ini dengan semudah itu.Awalnya, Panji mengira dirinya tidak akan bisa membatalkan pernikahan ini dengan lancar. Dia mengira Syakia akan menolak, lalu tidak berhenti menangis dan merengek. Sebelum datang, dia sudah memikirkan segala kemungkinan. Satu-satunya hal yang tidak diduganya adalah Syakia menyetujui hal ini dengan semudah itu.Tidak, Syakia tidak termasuk m

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 11

    Abista menunjukkan ekspresi tidak setuju. Cambuk yang digunakan Keluarga Angkola bukanlah cambuk biasa, melainkan cambuk besi. Setelah 50 cambukan, bahkan pria dewasa juga paling tidak harus memulihkan diri setengah bulan, apalagi Syakia?Ayu yang berdiri di samping diam-diam merasa gembira. Dia tidak menyangka Syakia ingin mencari mati sendiri. Dia harus mencari cara agar Damar menyetujui hal ini. Selama Damar ertuju, 50 cambukan ini pasti bisa membuat Syakia sekarat. Namun, hal yang lebih mengejutkan adalah, Syakia sendiri yang berinisiatif untuk mencari mati sebelum dia sempat bertindak.“Kamu serius?” tanya Damar. Dia juga merasa terkejut karena Syakia berinisiatif minta dihukum dan juga meminta dijatuhkan hukuman seberat ini.Damar mengerutkan keningnya. Setelah teringat Syakia biasanya suka menggunakan trik kotor untuk mencari perhatian, dia memicingkan matanya dan memberi peringatan. “Aku paling benci sama orang bermuka dua.”Syakia mendongak, lalu menatap lurus mata Damar yang

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 50

    Setelah membaca sekitar 8 kali, Syakia merasa tenggorokannya sudah kering. Dia pun akhirnya berhenti lagi.Alhasil, pria yang sepertinya hanya berpura-pura tidur langsung sadar kembali dan bertanya dengan tidak senang, “Kenapa kamu berhenti lagi?”Syakia menjulingkan matanya dan menjawab, “Kalau lanjut baca, pita suaraku akan rusak.”Adika baru menyadari bahwa suara Syakia memang agak serak. Dia pun bertanya dengan bingung, “Sudah berapa lama waktu yang berlalu?”Syakia menjawab, “Aku sudah baca 2 jam penuh.”Adika sontak kaget. “Sudah selama itu?”Adika mengira waktu yang berlalu paling-paling baru setengah jam. Pantas saja Syakia mengatakan pita suaranya akan rusak.Kemudian, Adika berdiri dan merasa sekujur tubuhnya terasa rileks, terutama kepalanya yang paling sering sakit akhir-akhir ini. Ternyata Sutra Cahya yang dibacakan Syakia benar-benar bermanfaat dalam menyembuhkan penyakitnya. Adika pun berniat untuk menyuruh orang lain membacakan sutra ini untuknya setelah pulang nanti.

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 49

    Syakia berjalan ke hadapan Adika dan bertanya dengan bingung, “Ada apa?”“Sutra apa yang kamu baca kemarin?”Adika menyuruh Syakia duduk di sampingnya. Namun, untuk menghindari gunjingan orang, dia tidak duduk di batu besar itu, melainkan di batu kecil di samping yang kebetulan cocok untuk didudukinya sendiri.“Sutra yang kubaca kemarin? Maksud Pangeran Adika, Sutra Cahya yang kuhafal waktu timba air?”“Benar.”Melihat Syakia yang duduk begitu jauh darinya, entah kenapa Adika merasa sedikit kesal. Namun, tatapan Syakia masih mengandung sedikit kewaspadaan. Dia pun tidak mengatakan apa-apa dan lanjut membicarakan masalah sutra.“Bukannya kamu bilang kamu akan bantu aku selama itu masih dalam batas kemampuanmu?” tanya Adika sambil menatap Syakia.Syakia pun tertegun sejenak tanpa menjawab. Namun, Adika yang memiliki insting tajam dapat merasakan sesuatu dan bertanya dengan tidak senang, “Kamu mau tarik kembali kata-katamu? Kenapa? Aku sudah begitu sering bantu kamu, tapi kamu bahkan ngga

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 48

    Adika hanya tersenyum tipis, lalu menatap Syakia. Saat ini, sekujur tubuh Syakia memancarkan aura dingin. Entah itu ilusinya atau bukan, dia sepertinya menemukan sedikit kewaspadaan dari mata Syakia yang ditujukan terhadap dirinya. Apa karena dia menangkap adiknya Syakia?Tidak. Adika dapat melihat jelas bahwa hubungan kakak beradik ini tidaklah bagus. Seharusnya bukan itu alasannya. Namun, kewaspadaan di mata Syakia memang baru muncul begitu melihatnya bersama dengan gadis bernama Ayu ini. Apa sebenarnya yang ingin diwaspadai Syakia? Apa Syakia mengira dia akan menghukum Syakia hanya karena ucapan Ayu? Adika merasa hal ini agak konyol. Dia memang sakit, tetapi keadaannya belum begitu parah hingga dia akan langsung menghukum seorang gadis karena beberapa patah ucapan gadis lain. Namun, Adika tidak tahu bahwa tebakannya itu memang benar.Di kehidupan sebelumnya, Syakia juga tidak percaya Damar yang selalu bersikap adil dan memiliki akal sehat akan begitu membela Ayu hanya karena beber

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 47

    Jika bukan karena tahu Adika sangat membenci didekati wanita, Syakia hampir salah paham pada ucapan Adika. Dia berdeham dan menjawab, “Doa pagi sudah selesai. Sebelum doa malam, aku memang nggak punya kerjaan lain.”“Baguslah kalau begitu. Ayo jalan!” Adika langsung berbalik dan berjalan di depan.Syakia buru-buru mengikutinya. “Pangeran Adika boleh pergi ke sana dulu? Aku mau simpan buku-buku ilmu pengobatan dan buku doa pagi di kamar. Habis itu, aku akan pergi cari Pangeran Adika.”“Oke. Jangan buat aku tunggu terlalu lama lagi.” Seusai berbicara, Adika pun terlebih dahulu pergi ke gunung belakang.Syakia mengiakannya, lalu berlari ke kamar untuk meletakkan buku-buku yang dipegangnya. Lima belas menit kemudian, dia memikul 2 ember air sambil berjalan ke arah gunung belakang. Namun, baru saja dia tiba di tepi sungai, dia menyadari ada yang aneh. Kenapa ada begitu banyak orang?Saat ini, di tepi sungai, bukan hanya ada Adika, tetapi juga 4 prajurit dari Pasukan Bendera Hitam dan seoran

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 46

    “Benar.”Pada saat ini, gerbang Kuil Bulani baru dibuka.Sebelumnya, Adika diutus Kaisar mengantar Syakia datang ke kuil untuk menjalankan upacara menjadi biksuni. Semua biksuni di kuil mengetahui hal ini. Jadi, biksuni yang membuka gerbang kuil tidak meragukan ucapan Adika.Meskipun biksuni itu meragukan ucapan Adika, Adika juga tidak berbohong. Kemarin, dia sudah pergi ke istana dan menawarkan diri untuk mengawasi upacara doa kali ini.Kaisar merasa agak aneh, tetapi tetap menyetujui permintaan pamannya yang mendadak itu. Jadi, Adika memang termasuk sedang menjalankan perintah Kaisar.“Sahana lagi doa pagi bersama Master Shanti di aula utama. Harap Pangeran Adika tunggu di luar untuk sejenak.”Pada akhirnya, Adika menunggu satu jam penuh. Ini adalah pertama kalinya dia menunggu orang sampai selama ini.Ketika Syakia mengikuti Shanti keluar dari aula, dia langsung melihat pria yang sedang bersandar di pilar dengan ekspresi mengantuk. Dia pun bergumam dalam hati, ‘Tunggu, kenapa dia da

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 45

    Ketika melihat Adika pulang dengan keadaan yang baik-baik saja, Gading dan yang lain mengira penyakit Adika tidak kambuh. Setelah mengamati dengan saksama, dia baru menemukan bahwa mata Adika terlihat agak merah dan wajahnya juga lumayan pucat.Adika mengangguk dengan acuh tak acuh dan mengiakannya. Meskipun sudah kembali tenang, setiap kali penyakitnya kambuh, tubuhnya akan menunjukkan beberapa gejala. Jadi, wajar saja Gading menyadarinya.Gading dan orang lainnya sontak tercengang. “Secepat itu? Kenapa gejala kali ini berlangsung begitu singkat?”Nada Gading terdengar gembira. Ketika penyakit Adika kambuh sebelumnya, waktu tersingkat sampai dia sadar kembali adalah 6 jam, sedangkan waktu terpanjang adalah sehari penuh. Hari ini, gejalanya sepertinya hanya berlangsung tidak sampai 2 jam.Meskipun tidak tahu apa alasannya, Gading tetap berujar dengan gembira, “Apa obat dari Tabib Deska akhirnya berkhasiat juga?”“Seharusnya bukan,” bantah Adika setelah berpikir sejenak. Adika sebenar

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 44

    Adika mengangkat alisnya dan bergumam dalam hati, ‘Lumayan. Dia cukup waspada juga.’“Jangan khawatir, aku nggak akan menjualmu,” ujar Adika sambil melepaskan genggamannya pada ember kayu itu.Syakia menerima ember itu, tetapi masih tidak berkomentar.Adika sontak tertawa pelan. “Aku sudah kumpulkan buku ilmu pengobatan untukmu. Besok, aku akan memberikannya kepadamu.”“Terima kasih ba ....” Sebelum menyelesaikan kata-katanya, Syakia melihat alis Adika yang terangkat lagi. “Kalau Pangeran Adika butuh bantuan, aku akan berusaha yang terbaik untuk membantumu.” Meskipun tidak merasa dirinya dapat memberikan bantuan berarti kepada Adika yang begitu berkuasa, Syakia tetap menyetujui permintaan Adika.Setelah Syakia setuju, ekspresi Adika pun menjadi jauh lebih baik. “Nggak ada yang kuperlukan darimu hari ini. Besok, aku akan pergi mencarimu.”Syakia terdiam sejenak, lalu menjawab, “Oke.”Setelah Syakia pulang, Adika baru kembali ke kuil dengan suasana hati yang sangat bagus. Beberapa bawa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 43

    Setelah mendengar suara Syakia yang melafalkan sutra, suasana hati Adika yang awalnya kacau pun berangsur-angsur tenang. Dia mendengar suara Syakia sambil memejamkan matanya. Tidak lama kemudian, dia menyadari bahwa suara itu sudah hilang. Begitu membuka mata, dia baru menyadari bahwa biksuni muda yang ingin menimba air itu sudah tiba di lokasi tujuannya. Syakia berhenti melafalkan sutra untuk sesaat. Dia meletakkan ember kayu yang dipikulnya, lalu naik ke batu besar di samping sungai dan berjongkok untuk menimba air ke salah satu ember kayu yang dibawanya.Di kehidupan ini, Syakia tidak pernah bekerja sehingga tenaganya sangat kecil. Dia hanya mampu mengangkat setengah ember air. Namun, saat mengangkat ember itu, dia oleng sejenak sehingga sedikit air dari ember tumpah ke sekitar tempat pijakannya.Syakia yang masih belum menyadari keseriusan masalah ini pun meletakkan ember itu, lalu mulai mengisi ember yang satu lagi. Kali ini, ketika mengangkat ember itu, dia malah menginjak tumpa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 42

    Ayu mau tak mau pergi ke Kuil Bulani lagi beberapa kali. Setiap hari, dia harus naik kereta kuda untuk pulang pergi dari ibu kota ke Gunung Selatan. Namun, selain tidak bertemu dengan Syakia sekali pun, dia bahkan dilarang masuk ke kuil.Awalnya, Ayu ingin berbaur dengan orang lain yang datang untuk bersembahyang. Tak disangka, orang yang datang bersembahyang di Kuil Bulani sangatlah sedikit. Setelah gerbang utama ditutup beberapa hari, orang yang datang juga berkurang banyak. Meskipun ada yang datang, orang-orang itu juga langsung pergi begitu melihat gerbang yang tertutup rapat.Mereka semua sepertinya sudah terbiasa dengan keadaan kuil yang jam operasionalnya tidak menentu. Jadi, tidak ada seorang pun yang berkomentar.Setelah menunggu beberapa hari, Ayu akhirnya tidak tahan lagi. Dia pun menyogok seorang wanita dari desa kaki gunung dan menyuruhnya untuk bertanya seberapa lama Kuil Bulani akan ditutup. Tak disangka, jawaban yang didapatkannya adalah, putri suci perlu mendoakan kera

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status