Share

14 tahun kemudian...

Penulis: NaLaTu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-15 14:12:26

"Hei, lihat jalan dong!"

Seorang gadis dari grup populer di kampus Sun Rise membentak Ziva begitu saja.

Padahal, dialah yang berjalan sambil bercanda tawa, hingga  buku-buku Ziva jatuh berserakan di tanah.

Hal itu sontak membuat Ziva memandang mereka dengan tatapan dingin. "Kalian yang harusnya lebih berhati-hati," jawabnya singkat namun tajam, sambil mulai memunguti buku-bukunya.

Raka, pemimpin kelompok mahasiswa populer itu, sontak melangkah maju. "Maaf, kita nggak sengaja," katanya dengan nada lebih lembut.

Dia mencoba meredakan ketegangan.

Sayangnya, Raka dan teman-temannya tak menyangka dengan ucapan Ziva selanjutnya.

"Kalian pikir permintaan maaf bisa memperbaiki segalanya?" 

Suasana di sekitar mendadak tegang.

Teman-teman Raka bahkan menatap Ziva dengan pandangan tak percaya.

Biasanya, semua orang berusaha mendapatkan perhatian mereka, tapi gadis ini berbeda. Ada sesuatu yang membuatnya terlihat tak tersentuh.

"Kamu katakan apa tadi?" tanya Dom seakan tak terima. Ia berkacak pinggang menatap Ziva bagaikan musuh.

"Kamu tuli?"

"Wah, kurang ajar kamu!" pekik wanita yang bersama-sama di antara tiga pria itu. "Anak mana kamu?"

"Heh, dengar ya, jangan sok jagoan di sini," ancam Dom, salah satu pemuda yang paling angkuh di antara teman-teman Raka. "Dasar perempuan aneh!" Dia bahkan mendekatkan wajahnya ke Ziva untuk menekan gadis itu. 

Namun Ziva tidak mundur. "Kamu yang aneh! Dan aku tidak takut padamu," ucapnya tegas, matanya memancarkan keberanian yang tak tergoyahkan. "Jangan berpikir kalian bisa mengintimidasi orang lain hanya karena kalian populer."

"Kau--"

"Sudahlah, tak perlu diperpanjang." Sebelum situasi semakin memanas, Raka mengangkat tangan untuk menenangkan temannya--mencoba menghentikan pertikaian sebelum berubah menjadi fisik.

Tampak jelas, wajah Dom tak terima. "Gadis aneh ini, kamu bela?" tanya pemuda itu ke Raka.

"Cukup, Dom!" tegas Raka cepat.

Hanya saja, Ziva yang menjadi sumber perdebatan mereka, tampak tidak peduli

Gadis itu memilih berbalik tanpa mengatakan apa-apa lagi dan berjalan pergi untuk melakukan aktivitas seperti biasa.

Menuju kelas, pulang, dan beristirahat. 

Sayangnya, Ziva tak sadar bahwa sikap dinginnya telah mengusik rasa penasaran di diri Raka.

Pria itu bahkan ingin tahu lebih banyak tentang Ziva.....

***

"Bagaimana harimu, Ci?" 

Di balkon kamar rumahnya, Ziva yang sedang memandang langit malam yang penuh bintang sontak menoleh dan menemukan Black D yang datang membawa secangkir teh hangat untuknya.

"Seperti biasa," jawab Ziva singkat. "Hanya ada sedikit gangguan."

Black D tersenyum tipis, duduk di kursi sebelahnya. "Kau tahu, kau tidak harus terus menjaga jarak dengan orang lain. Tidak semua orang itu musuh. Bergaullah, Ci." 

Ziva menatap Black D sejenak sebelum kembali melihat bintang-bintang. "Aku hanya tidak ingin ada yang terluka lagi," katanya lirih, hampir seperti berbisik sambil meraba kalung berliannya itu. "Hariku sudah gelap."

Black D mengerti. Luka dari masa lalu masih menghantui Ziva, membentuk dinding es di sekeliling hatinya. Dia berharap suatu hari nanti, Ziva bisa menemukan seseorang yang bisa meruntuhkan dinding itu dan membawa kehangatan kembali dalam hidupnya.

Namun untuk saat ini, Ziva memilih untuk tetap menjaga jarak, melindungi dirinya dari dunia luar yang penuh dengan kenangan pahit dan ancaman yang mungkin masih mengintai.

Termasuk, di kelas Sosiologi keesokan harinya.

Begitu kelas berakhir, Ziva memutuskan pergi ke kamar mandi untuk mendinginkan kepalanya.

Namun saat dia membuka pintu, dia dikejutkan oleh pemandangan seorang mahasiswi yang sedang bercumbu dengan seorang mahasiswa laki-laki. Mereka berdua tampak begitu asyik hingga tidak menyadari kehadiran Ziva.

"Ini bukan tempat untuk perbuatan seperti itu," tegurnya dengan nada dingin, membuat kedua mahasiswa itu terkejut dan segera melepaskan diri. Walau begitu, wajah pria itu tertutupi dibalik tubuh gadis itu. Gadis itu sendiri segera membenahi kancing bajunya yang hampir lepas sepenuhnya.

Namun sebelum Ziva bisa melanjutkan kata-katanya, sebuah suara memanggilnya dari belakang. "Ziva!"

Ziva menoleh dan melihat Raka berdiri di sana, tampak gugup.

"Ada apa?" tanyanya dengan nada datar, matanya masih memancarkan ketegasan.

Raka mendekat dengan canggung. "Aku ingin mengajakmu makan malam nanti," katanya, berusaha terdengar santai, tapi jelas terlihat ada kegugupan dalam suaranya. "Kita bisa lebih saling mengenal."

Ziva sontak menatap Raka dengan pandangan tajam.

Apa maksud pria ini?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
NaLaTu
bener banget pak Rasdin... ikuti terus ceritanya pak, biar usahanya lancar🫶
goodnovel comment avatar
Rasdin Sirait
ziva si cewe cool
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Sandiwara

    "Aku tidak tertarik," jawabnya tanpa basa-basi, kemudian berbalik meninggalkan Raka yang terdiam dan dua siswa yang masih kebingungan yang berdiri di belakangnya, Ardi dan gadis bernama Sari. Ziva memilih lanjut ke kelasnya. Namun di dalam kelas, Ziva menatap kehadiran salah satu siswa yang baru saja masuk dari pintu kelas. Walau telihat biasa saja, namun di mata Ziva mahasiswi itu tampak waspada. “Apa kamu lihat-lihat? Tidak pernah ya melihat gadis cantik sepertiku?” ucapnya tiba-tiba pada Ziva. Ekspresi Ziva sama datarnya saat melihat mahasiswi itu. “Murah!” ucap Ziva pelan, namun menyakitkan. Seketika itu juga gadis itu murka. Rautnya berubah, wajahnya memerah. “Apa maksud kata kamu itu?” “Aku melihat semuanya, perempuan kotor!” pekik Ziva. Seluruh pandangan tertuju pada Ziva, menyaksikan kegaduhan walau belum tau pasti maksud dari Ziva. “Awas kamu, Ziva!” ancam Celine dengan geramnya. Ia kembali ke bangkunya. Ziva tersenyum sinis. Siswi itu sangat dibenci oleh Ziva, begi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Kebenaran

    "Hai, Leon," sapa Ziva dengan senyum ramah, berusaha menyembunyikan motifnya. "Boleh aku duduk di sini?" Ya, Ziva melihat Leon yang pergi ke kantin. Dengan cepat, Ziva memutuskan untuk mengambil langkah pertama--menghampiri pria bernama belakang Bearpo itu! "Tentu, silakan," jawab Leon tampak terkejut namun senang. "Ziva, kan? Aku ingat kamu dari kelas tadi." Ziva duduk dan memandang Leon dengan mata penuh perhatian. "Ya, betul. Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu. Jadi, bagaimana rasanya pindah dari Inggris ke sini?" Leon menghela napas lega. "Cukup berbeda, tapi menyenangkan. Semua orang di sini sangat ramah." Ziva tersenyum tipis. "Senang mendengarnya. Nama keluargamu, Bearpo, terdengar unik. Apakah ada cerita di balik nama itu?" Leon tampak berpikir sejenak. "Sebenarnya, itu nama keluarga lama yang diwariskan dari kakek buyutku. Tidak banyak cerita menarik, hanya sejarah keluarga biasa." Ziva mengangguk, berusaha menyingkap lebih banyak informasi tanpa terlihat terlalu men

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Sosok Leon Bearpo

    Saat kelas Sosiologi berakhir, Ziva mengemasi barang-barangnya dengan cepat. Bersiap untuk pulang dengan sepedanya yang sudah diperbaiki. Namun, hari ini, Leon kembali mendekatinya dengan senyum ramah di halaman kampus. Itu artinya rencananya berhasil memancing Leon. "Ziva, mau pulang bareng? Aku bawa mobil hari ini," tawarnya sambil mengeluarkan kunci mobil dari sakunya. Ziva melirik ke arah mobil Leon yang terparkir di dekat gerbang sekolah. Mobil mewah itu memancarkan kesan eksklusif dengan logo yang familiar di bagian depan. Logo yang sama dengan yang dilihatnya pada orang-orang yang melayani bos tua dengan tongkat mahal tempo hari. "Terima kasih, Leon, tapi aku lebih suka pulang dengan sepeda. Rumahku tidak terlalu jauh," jawab Ziva, berusaha menyembunyikan rasa curiganya. Leon tampak sedikit kecewa, namun dia menghormati keputusan Ziva. "Baiklah, hati-hati di jalan ya." Ziva mengangguk dan mengayuh sepedanya menjauh, namun pikirannya terus bekerja. Dia memutuskan untuk mengi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Perhatian

    Beberapa hari telah berlalu. Suasana di gymnasium kampus sangat meriah, dipenuhi oleh sorak-sorai dan semangat para mahasiswa yang datang untuk menyaksikan pertandingan. Bendera, poster, dan yel-yel terdengar riuh mengiringi pertandingan yang akan dimulai. Dua tim yang paling ditunggu-tunggu adalah tim "Wings" yang dipimpin oleh Leon dan tim "Rabbits X" yang dipimpin oleh Raka. Ziva duduk di bangku penonton, hatinya berdebar kencang. Meski fokus utamanya adalah menyelidiki Leon, dia tidak bisa menahan perasaan gugup dan semangat untuk pertandingan ini. Saat Leon dan Raka masuk ke lapangan, sorak-sorai semakin menggema. Pertandingan dimulai dengan cepat. Tim "Rabbits X" langsung mengambil alih kendali permainan. Raka, dengan kelihaiannya, berhasil mencetak beberapa poin awal, membuat timnya unggul. Penonton bersorak gembira, namun Ziva tetap tenang, matanya terus mengikuti gerak-gerik Leon. Di babak pertama, tim "Rabbits X" unggul jauh. Raka menunjukkan kemampuannya yang luar biasa,

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Insiden

    Sayangnya, Ziva tak bisa berbuat apa-apa. Jadi, malam harinya, Ziva duduk di kamar. Merenung tentang semua kejadian yang menimpanya. Dia masih belum berbicara dengan Black D, yang sejak awal melarangnya untuk ikut campur urusan kelompok beruang. Setiap kali membahas insiden 14 tahun lalu, dan membahas segala sesuatu tentang masa lalu. Namun, ketegangan di antara mereka terasa semakin tak tertahankan. Tok tok tok! Black D mengetuk pintu kamar Ziva. Dia masuk dengan wajah penuh beban, membawa sebuah kotak kecil di tangannya. "Ziva, ada sesuatu yang harus kuberikan padamu." Ziva menatapnya dengan bingung. Black D membuka kotak kecil itu dan mengeluarkan sebuah cincin emas yang indah. "Ini milik ibumu, Nyonya Leoni. Dia memberikannya padaku untuk diserahkan kepadamu ketika kau sudah dewasa." Ziva terdiam, menatap cincin itu dengan mata berkaca-kaca. Ziva melanjutkan dengan suara yang semakin berat, "Ziva, aku mungkin tidak punya banyak waktu lagi. Kelompok beruang sedang memburuku.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Klub Malam

    "Ziva, bagaimana perasaanmu hari ini? Apakah tanganmu masih sakit?" Esok harinya di kampus, Ziva berjalan ke kelas dengan tangan yang masih diperban. Begitu memasuki kelas, dia langsung disambut oleh Leon yang sudah menunggunya di meja. Ziva sontak tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja, Leon. Terima kasih sudah membawaku ke rumah sakit kemarin.""Ya sama-sama. Senang membantu kamu," ucap Leon tersenyum. "Eh sini aku bantu!" Leon membantu membawa buku-buku Ziva menuju kelas. Leon terus memperhatikan Ziva sepanjang hari, memastikan dia tidak terlalu kesulitan dengan tangan yang diperban. Dari kejahuan, Raka, yang biasanya selalu memperhatikan gerak-gerik Ziva, kini mulai merasa segan terhadap Leon setelah insiden di toilet kemarin. Namun, dia masih memantau dengan hati-hati, meskipun dari kejauhan. *** Saat pulang dari kampus, Ziva berjalan kaki pulang menuju rumah. Leon yang melihat Ziva berjalan kaki, segera memarkir mobilnya di dekatnya dan memaksa untuk membawanya pulang. "Ziv

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Air Susu Dibalas Air Tuba

    Hari berikutnya di kampus, suasana terasa lebih santai. Di kafetaria, Ziva duduk sendirian dengan segelas kopi di tangannya. Dia sedang merenung ketika Leon mendekatinya dengan senyum lebar."Ziva, aku punya sesuatu untukmu," kata Leon sambil duduk di sebelahnya. Dia mengeluarkan sebuah kartu undangan khusus dari sakunya dan memberikannya kepada Ziva.Ziva mengambil kartu itu dengan rasa penasaran. "Apa ini, Leon?""Besok adalah ulang tahunku, dan aku ingin mengundangmu ke pestaku. Akan ada banyak teman dan keluarga. Aku harap kau bisa datang," kata Leon dengan penuh harap.Ziva membuka kartu undangan itu dan membaca isinya. "Terima kasih, Leon. Aku akan mencoba datang."Leon tersenyum puas. "Aku senang mendengarnya. Aku akan memastikan ini menjadi malam yang tak terlupakan. Oh iya kamu minum apa?""Oh ini?" Ziva menunjuk kopinya. "Kopi Arabika, favoritku.""Boleh aku coba?""Buat apa? Eh, maksudku si-silahkan."Leon menatap Ziva sejenak. Ia lalu mencicipi kopi itu. "Manis.""Manis?

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-26
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Tak Terduga

    Di sisi lain kampus, Raka berkumpul dengan Dom, seorang perempuan bernama Sari, dan seorang laki-laki bernama Ardi di sebuah kafe yang sepi. Mereka duduk di meja sudut, berbicara dengan suara rendah sambil menyusun rencana untuk merusak pesta ulang tahun Leon."Jadi, ini rencananya," kata Raka sambil membuka peta mansion Leon yang besar di atas meja. "Pesta akan diadakan di halaman belakang mansion. Kita harus mencari cara untuk masuk tanpa terdeteksi."Dom menyeringai, menambahkan, "Aku sudah mendapatkan beberapa alat untuk membuat kerusakan. Kita bisa merusak sistem suara dan lampu sehingga pestanya kacau. Aku juga siapkan asap buatan biar pesta itu menjadi ricuh seperti kebakaran."Sari, yang memiliki keterampilan dalam teknologi, berkata, "Aku bisa meng-hack sistem keamanan mereka. Begitu kita masuk, aku akan memastikan kamera pengawas tidak menangkap kita."Ardi, yang memiliki fisik kuat, menambahkan, "Dan kalau ada masalah, aku yang akan menangani keamanan. Kita akan memastikan t

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Cintanya Raka

    Pagi itu, Ziva berolahraga di taman dekat rumahnya, mencoba untuk menghilangkan stres yang membelenggu pikirannya. Dengan napas teratur dan tubuh bergerak mengikuti irama, ia mencoba menenangkan diri. Namun, tiba-tiba ponselnya berbunyi, menandakan pesan masuk. Ziva berhenti sejenak dan membuka ponselnya, melihat pesan dari Raka. Isi pesannya singkat tapi jelas: "Ziva, aku minta tolong, bisa kita bertemu?"Ziva ragu, namun entah mengapa, dorongan untuk menyelesaikan masalah membuatnya setuju. Mereka sepakat untuk bertemu di taman kota, tempat yang cukup ramai sehingga Ziva merasa aman. Ketika tiba, Ziva melihat Raka sudah menunggunya di bangku taman, wajahnya kusut dan penuh penyesalan."Maaf, Ziva," ucap Raka, suaranya serak. "Aku benar-benar minta maaf atas kejadian semalam. Aku… aku hanya tidak bisa mengendalikan perasaanku. Kamu tahu betapa aku mencintaimu. Itu menghancurkanku melihatmu bersama orang lain…"Ziva menatap Raka dengan sorot mata yang penuh ketegasan. “Raka, kita suda

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Godaan

    Pagi hari, kota itu dipenuhi dengan suasana yang meriah dan glamor. Di sebuah gedung megah yang sering digunakan untuk acara-acara besar, sebuah pesta diadakan untuk merayakan kehamilan anak seorang pengusaha kaya. Pesta ini merupakan acara besar, yang menandai pengumuman jenis kelamin anak tersebut. Ruang pesta dihiasi dengan lampu kristal berkilauan dan bunga-bunga eksotis. Tenda putih yang elegan menutupi area luar, sementara di dalam, meja-meja panjang dipenuhi dengan berbagai hidangan mewah. Musik orkestra lembut mengalun, menambah suasana yang berkelas dan penuh kehangatan. Para tamu berpakaian formal, mengenakan gaun-gaun mewah dan jas-jas elegan, menikmati hidangan dan bersosialisasi.Brok, Leon, dan Ziva diundang ke acara tersebut. Namun, hanya Ziva dan Leon yang hadir. Raka dan Nanda juga hadir, meski suasana antara mereka terasa canggung. Raka, yang tidak bisa menahan emosinya, terus memandang Ziva dari kejauhan. Pesta semakin meriah saat pengumuman tentang jenis kelamin

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Leona

    Pagi itu, Ziva bangun lebih awal dari Leon, merasakan udara segar yang masuk melalui jendela kamar mereka yang besar. Perasaan gelisah yang selalu ada sejak pernikahannya dengan Leon kembali menghantuinya. Dengan hati-hati, dia keluar dari tempat tidur, berusaha untuk tidak membangunkan Leon, lalu berjalan menuju kamar mandi.Sesampainya di sana, Ziva membuka seluruh pakaiannya, membiarkan air hangat dari shower mengalir di atas tubuhnya. Dia mencoba menenangkan pikirannya, merenungkan langkah-langkah yang harus dia ambil selanjutnya. Namun, ketika dia mendengar pintu kamar mandi terbuka, jantungnya langsung berdegup kencang.Leon masuk, matanya masih sedikit mengantuk, namun senyum kecil terlihat di wajahnya. "Pagi, sayang," katanya dengan suara lembut. Dia mendekati Ziva, niatnya jelas untuk bergabung dengannya di kamar mandi. Namun, ekspresi Ziva berubah seketika, tubuhnya menegang dan refleks menutupi dirinya dengan tangan.Leon berhenti di tempat, terkejut dengan reaksi Ziva. "Ad

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Dua Sisi

    Malam itu, setelah makan malam yang hangat namun sarat dengan keheningan penuh makna, Brok memanggil Ziva dan Leon untuk ikut dengannya ke sebuah tempat yang tak pernah mereka duga. Ziva, yang sudah mulai terbiasa dengan kejutan-kejutan dari Brok, mengikuti Leon dengan tenang namun penuh antisipasi. Mereka berjalan menuju perpustakaan pribadi Brok, sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan buku-buku kuno dan artefak antik. Di sini, suasana terasa tenang, hampir mistis, dengan cahaya lampu gantung yang memancarkan sinar lembut di ruangan. Brok berhenti di depan salah satu rak buku yang tampak biasa saja. Namun, saat dia menyentuh sebuah buku tua dengan sampul kulit, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Rak buku itu bergeser perlahan, memperlihatkan sebuah pintu rahasia di baliknya. Ziva menatap dengan takjub, sementara Leon tersenyum tipis, seolah sudah terbiasa dengan rahasia-rahasia ayahnya."Masuklah," kata Brok dengan nada tegas, mengisyaratkan mereka untuk mengikuti.Mereka melangk

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Menantu

    Seiring berjalannya waktu, Ziva semakin mengukuhkan posisinya sebagai istri Leon yang perhatian dan penuh dedikasi. Setiap pagi, Ziva bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan, mengurus keperluan rumah, dan memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan lancar. Brok semakin menyukai menantunya, merasa yakin bahwa Ziva adalah pilihan yang tepat untuk putranya.Leon dan Ziva sering menghabiskan waktu bersama, baik di rumah maupun di luar. Leon mengajak Ziva untuk berkenalan dengan para pengusaha dan rekan-rekannya, memperluas jaringan sosial mereka. Ziva selalu tampil anggun dan cerdas, memenangkan hati banyak orang dengan kepribadiannya yang menawan.Suatu hari, Leon mengajak Ziva untuk menghadiri sebuah pertemuan bisnis penting di sebuah hotel mewah. Di sana, mereka bertemu dengan banyak orang berpengaruh, termasuk beberapa mitra bisnis Brok. Leon merasa bangga memiliki Ziva di sisinya, melihat betapa mudahnya Ziva bergaul dengan semua orang."Ziva, kau benar-benar luar biasa. Kau membu

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Awal Rencana

    Acara pernikahan yang meriah telah usai, dan para tamu sudah mulai pulang. Leon dan Ziva akhirnya berada di kamar pengantin mereka. Ruangan itu dihias dengan indah, dengan lilin-lilin yang menyala lembut dan kelopak bunga mawar tersebar di seluruh tempat tidur.Leon masuk ke dalam kamar, sedikit gugup namun penuh harapan. Ia menutup pintu perlahan, membiarkan Ziva masuk terlebih dahulu. Ziva tampak cantik dalam gaun tidurnya yang sederhana namun elegan. Mereka berdua berdiri canggung di tengah ruangan, merasakan ketegangan yang manis namun aneh."Ziva, ini... adalah malam yang sangat spesial bagi kita," kata Leon dengan suara lembut.Ziva tersenyum, namun ada kelelahan yang jelas terlihat di matanya. "Leon, aku benar-benar lelah. Hari ini sangat melelahkan, dan aku butuh istirahat."Leon mengangguk, mencoba menyembunyikan kekecewaannya. "Tentu, aku mengerti. Kita bisa beristirahat malam ini."Mereka berdua naik ke tempat tidur, berbaring berdampingan namun dengan jarak yang terasa. Le

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Pernikahan Sah

    Pagi yang cerah di hari pernikahan Ziva dan Leon. Di rumah Ziva, suasana sibuk dan penuh kegembiraan. Ziva duduk di depan cermin besar di kamarnya. Seorang makeup artist profesional sedang merias wajahnya dengan teliti. Di sekitar Ziva, beberapa asisten membantu mengenakan gaun pengantin putih yang indah, lengkap dengan detail renda dan kristal. Bu Kiki dan beberapa teman dekat Ziva memberikan dukungan moral, membuat Ziva merasa lebih tenang."Ini adalah hari yang luar biasa, Ziva. Kau terlihat sangat cantik," kata Bu Kiki dengan senyum penuh kasih.Ziva tersenyum, meski ada sedikit kegugupan di matanya. "Terima kasih, Bu Kiki. Aku tidak bisa melakukan ini tanpa dukunganmu."Setelah selesai berdandan, Ziva berdiri dan melihat dirinya di cermin. Ia hampir tidak mengenali dirinya sendiri. Gaun pengantin itu memeluk tubuhnya dengan sempurna, dan riasan wajahnya menonjolkan kecantikannya yang alami.Di sisi lain, Leon sedang bersiap di rumahnya. Ayahnya, Brok Bearpo, yang biasanya tampak

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Ancaman Serius

    Di sebuah ruangan yang penuh dengan kemewahan dan aura kekuasaan, Brok Bearpo, dengan tongkat emasnya, berdiri di depan Eleanor. Eleanor, seorang mafia kakap dengan aura yang tak kalah menakutkan, berdiri dengan anggun di hadapannya. Mereka saling menatap dengan mata penuh kewaspadaan.Brok membuka pembicaraan dengan nada sedikit meninggi, “Eleanor, meskipun kita memiliki perbedaan, aku ingin tetap profesional. Ini undangan pernikahan Leon dan Ziva.” Ia menyerahkan kartu undangan mewah itu dengan tangan kokohnya.Eleanor, yang sudah mengetahui rencana pernikahan ini melalui mata-matanya, menerima undangan itu dengan elegan. Ia membaca sekilas undangan tersebut sebelum mengalihkan pandangannya kembali ke Brok. “Terima kasih, Brok. Aku sudah mendengar tentang rencana ini. Kau tahu, dunia kita memang kecil, ya?” ucap Eleanor dengan senyum tipis yang penuh arti.Brok mengangguk, walau matanya tetap tajam. “Memang, Eleanor. Aku harap kau bisa hadir dan melihat bahwa kita bisa menjalin hub

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Persiapan Pernikahan

    Hari itu dimulai dengan sinar matahari yang cerah menerangi kota. Leon dan Ziva memulai persiapan pernikahan mereka dengan penuh semangat. Mereka berdua pergi ke berbagai tempat untuk memastikan semua kebutuhan pernikahan terpenuhi. Leon, yang tampak sangat antusias, memastikan bahwa Ziva mendapatkan semua yang diinginkannya.Leon membawa Ziva ke sebuah butik gaun pengantin terkenal di kota. Di sana, Ziva mencoba beberapa gaun, dengan Leon yang memberikan pendapatnya dengan tulus.“Aku suka yang ini,” kata Leon, sambil menunjuk pada gaun putih sederhana dengan hiasan renda yang elegan. “Kau terlihat sangat cantik.”Ziva tersenyum malu-malu. “Terima kasih, Leon. Aku juga suka gaun ini.”Setelah memilih gaun, mereka juga memilih pakaian untuk Leon, memastikan semuanya serasi. Leon memilih setelan hitam klasik dengan dasi perak, yang membuatnya tampak gagah dan elegan.Selanjutnya, mereka pergi ke sebuah kafe untuk mendiskusikan tema pernikahan. Ziva menginginkan pernikahan yang sederhan

DMCA.com Protection Status