Share

#2 Leon Bearpo

Penulis: NaLaTu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-15 14:12:26

Ziva berjakan ke kelas.

Sesampainya di dalam, dia segera duduk di kursinya, melemparkan buku-buku ke atas meja. Menghembuskan napasnya yang kasar. Hari ini agak pusing rasanya.

PRAKK!!

Pintu kelas terbuka, muncul seorang mahasiswi, berjalan santai dengan angkuh sambil menyilangkan tangannya.

Tatapan Ziva tak sengaja bertemu dengan gadis itu, yang langsung menyadari keberadaannya. “Apa lo liat-liat? Nggak pernah, ya, liat cewek cantik kayak gue?” ucap gadis itu dengan nada sinis sambil memutar rambutnya.

Ziva tetap diam. Ekspresinya tetap datar, tapi sorot matanya dingin.

Gadis itu terus berjalan ke kursinya yang posisinya tak terlalu jauh dari kursi Ziva.

“Cih,” gumam Ziva pelan, cukup untuk didengar gadis itu.

Wajah gadis itu berubah muram, tersinggung, yang tak lain adalah Celine. “Heh, manusia es!" tunjuk Celine. Dia berjalan ke kursi Ziva, "Nggak usah sok suci lu!” katanya tajam dekat Ziva, matanya membara.

Ziva menatap Celine, alisnya terangkat.

Celine mendekatkan wajahnya ke telinga Ziva, berbisik "Dengerin gua!" BUM! Memukul meja Ziva. "Awas aja lu cepu, gua bakal bikin lu nyesel kuliah di sini!"

Ziva mengangkat bahu santai. “Tch, gue emang nggak suci, tapi gue beradab,” ucapnya, kali ini jelas dan tanpa basa-basi.

Celine terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata itu, sebelum emosinya benar-benar meledak. “Heh! Elu tuh nggak usah sok munafik!” suaranya nyaring, membuat seluruh kelas langsung terdiam, menoleh ke arah mereka.

Celine menatap seisi kelas, "Nggak usah liat-liat lu semua! Kayak nggak pernah liat cewek berantem aja!" teriak Celine sambil berkacak pinggang.

Celine balik mendekat ke telinga Ziva, "Lu tau kan siapa gua? Sekali lu bermasalah sama gua, hancur lu!"

Ziva menyilangkan tangan di depan dada, tatapannya semakin tajam ke Celine. "Celine Celine, asal lu tau, gua males ladenin cewek murahan kayak lo.”

Celine kaget, wajahnya merah padam. “Jaga mulut lo!" Celine melayangkan tangannya hendak memukul Ziva. WHOOSSS!!!

TAP! Ziva berhasil menepis tangan Celine. "Gua dah bilang gua malas ladenin orang kayak elu!"

"Dosennya Kaka!" teriak salah satu mahasiswa dari pintu.

Bibir Celine mengkerut, "AWAS LO, ZIVA!” bentaknya sambil menepuk meja Ziva. "HUEUH!!"

"Selamat pagi!" Seorang dosen masuk ke kelas.

Celine menatap sinis ke Ziva sambil berjalan kembali ke tempat duduknya sambil mendengus kesal.

Sementara itu, Ziva hanya tersenyum kecil—senyum sinis yang penuh kemenangan. Sejak hari pertama masuk kampus, mereka tak pernah akur. Dan Ziva sudah beberapa kali memergoki kelakuan Celine yang bercumbu dengan pacarnya yang juga seangkatan dengannya walau beda jurusan. Ya, Celine dan pacarnya yang di kamar mandi.

Sepulang dari kampus, Ziva berjalan santai keluar gerbang. Tiba-tiba...

BRUK!

Celine dengan sengaja menubruk bahu Ziva dan mempercepat langkah menuju parkiran. "Ups!"

"Stres!" gumam Ziva.

"Apa? Mau ribut lu?" tantang Celine, menyilangkan tangannya. Dia berhenti.

Ziva tak memperdulikannya. Ia melanjutkan langkahnya ke depan, pulang.

"Kalau mau ribut lu tau gua dimana, bitch!" teriak Celine saat Ziva sudah agak jauh.

Ziva sendiri tak memperdulikanny. Dia berjalan kaki ke trotoar. Biasanya dia pulang naik sepeda, tapi hari ini terpaksa jalan kaki karena sepedanya lagi di bengkel. Tempo hari Ziva nggak sengaja nyungsep di parit, patah stangnya.

Udara sore hari ini cukup sejuk, tapi langkahnya mendadak terhenti saat matanya menangkap sebuah mobil mewah yang berhenti di seberang jalan. Mobil itu sedari tadi dikawal saat di jalan bagai pejabat penting. Ramai orang-orang berjas hitam mengerumuninya.

Dari dalam mobil, keluar seorang pria tua berpenampilan elegan, dengan tongkat mahal di tangannya. Di belakangnya, beberapa pria bertato berpakaian rapi langsung sigap melayaninya, seolah dia seorang raja.

Namun, perhatian Ziva nggak tertuju pada pria tua itu. Matanya langsung mengarah pada pin kecil berbentuk beruang yang tersemat di jas para pengawal itu. Dadanya berdegup kencang. Simbol itu...

Flashback...

"Om Bek... kita mau kemana?"

"Kita harus pergi, Ci!"

"Kemana, Om?"

Black D tak menghiraukannya lagi. Dia menatap sejenak sebuah pin berlogo beruang yang berhasil ia rebut dari salah satu penyerbu yang menyerbu kediaman majikannya itu.

"Om... Ziva takut gelap!"

Black D mangantongi pin itu lalu memeluk Ziva. "Om ada di sini, jangan takut ya!"

Flashback end...

Yah... dia ingat betul lambang itu. Lambang beruang yang sama persis seperti yang dikenakan oleh para penyerang keluarganya bertahun-tahun lalu. Dan Ziva sempat melihat Black D mendapat salah satu pin itu.

Seketika, kilasan memori pahit itu muncul lagi di benaknya. Jeritan, darah, dan suara tembakan yang menggema malam itu.

"Nggak mungkin ini kebetulan," gumam Ziva dalam hati, tatapannya tajam menatap mobil-mobil mewah yang perlahan pergi.

Dia mengepalkan tangan, mencoba meredam emosinya. “Ini... ini mesti gua cari tahu!” Dengan langkah cepat, dia bergegas pulang, pikirannya penuh dengan tekad.

Setibanya di rumah, Ziva disambut Black D yang baru pulang kerja. Pria itu mengenakan kaus polos dan celana jeans yang tampak lusuh setelah seharian di barber shop. Dia bekerja di sana dan merupakan usahanya sendiri. Dari situlah Black D mampu membiayai kebutuhan Ziva hingga masuk kuliah sampai sekarang ini.

"Hei, Ci. Gimana hari ini?" tanyanya sambil tersenyum santai. "Om harap yang baik-baik ya hari ini."

"Baik, kok Om," jawab Ziva pendek. Matanya sedikit gelisah, tapi dia mencoba menyembunyikannya. "Om Bek gimana?"

Black D terdiam sejenak, kaget. "Tunggu, kamu nanya Om?" tanya Black D tak percaya.

"Iya, Om."

"Om ya? Hm... sibuk, tapi oke kok."

"Bagus deh." Ziva hendak berjalan, naik ke tangga.

"Oh iya, mau makan malam apa hari ini? Om mau masak," kata Black D sambil meletakkan tasnya di sofa.

"Semur pare aja. Aku mau ke kamar dulu." Ziva menjawab cepat lalu langsung naik ke atas tanpa menunggu respon.

"Tapi..." Black D menghembuskan napasnya. "Tumben tuh anak pengen semur pare. Biasanya rica-rica jengkol. Eh tapi tumben juga dia mau nanya kabarku. Wah, mencurigakan."

Ziva duduk di depan meja belajarnya dengan laptop terbuka. Jarinya mengetik cepat, mencari informasi tentang lambang beruang yang dia lihat tadi di jalan.

Pikirannya terus melayang ke masa lalu, malam tragis yang merenggut segalanya. Walau dia sendiri tak mengerti apa-apa karena masih berusia 7 tahun. Black D yang berusaha menyelamatkan dirinya dari peristiwa berdarah itu. Dan dia nggak akan pernah lupa wajah-wajah para penyerang yang bertato dan berpin beruang itu atau suara ayahnya yang memohon agar Ziva diselamatkan oleh Black D.

“Bearpo...” ucap Ziva pelan, tapi penuh kebencian.

Dari hasil penelusurannya, dia menemukan bahwa logo beruang itu milik keluarga Bearpo, salah satu keluarga terkaya dan paling berpengaruh di kota Jayarta. Bahkan se-Asia Tenggara. Pemimpin keluarga itu adalah Brok Bearpo, pria tua yang dia lihat tadi sore di jalan. Wajahnya persisi seperti yang diingat Ziva.

Namun, semakin dalam dia mencoba mencari informasi, semakin banyak rintangan yang muncul. Data tentang keluarga ini ternyata dilindungi sistem keamanan digital tingkat tinggi. Nggak mungkin dia bisa meretasnya dengan kemampuan laptopnya yang biasa walau laptopnya Ipear sekalipun tak akan bisa, kecuali dia hacker.

Ziva menggertakkan giginya, matanya masih terpaku pada layar laptop. “Yang penting gua tau lu sekarang!"

Ya, keluarga Bearpo adalah kunci untuk mengungkap kebenaran di balik pembantaian keluarganya. Keluarga yang dulu membantai kediaman Determine hingga menewaskan ayah, ibu dan kakak sulungnya. Setelah bertahun-tahun mencoba berdamai dengan masa lalu, kini ia tak dapat memendamnya lagi.

Ziva sudah bertekad untuk menggali lebih dalam, meski itu berarti memasuki dunia penuh bahaya. Baginya, dendam dan keadilan untuk keluarganya adalah hal yang lebih penting daripada keselamatannya sendiri.

"Ayah... Ibu... Kakak..." Ziva terlentang di kasurnya menatap langit-langit kamarnya. "Aku akan balaskan kesakitan kalian!"

TOK TOK TOK! "Nona, semur pare, sudah siap!"

Deg!

***

Keesokan harinya...

Di kelas Sosiologi, suasana seperti biasa: beberapa mahasiswa sibuk mengobrol, yang lain sibuk mengutak-atik ponsel, sementara Ziva hanya duduk diam dengan ekspresi datar khasnya. Sesekali membaca buku pelajarannya.

"Rektor datang Kaka, UKT... UKT... UKTnya Kaka segera dilunasi!!!" teriak mahasiswa yang biasa memantau pintu. Sontak seluruh mahasiswa sedikit ricuh namun langsung tenang.

Rektor itu masuk bersama dosen dan seorang pemuda asing yang langsung menarik perhatian seluruh ruangan.

"Selamat pagi, semuanya," sapa rektor dengan senyum ramah. "Hari ini, kita kedatangan mahasiswa baru. Namanya Leon Bearpo. Dia berasal dari luar negeri, jadi mohon bantuannya untuk membuat dia merasa nyaman."

Deg!

Bearpo?

Nama itu langsung membuat jantung Ziva berdegup kencang. Dia menatap pemuda itu dengan tajam saat dia melangkah masuk. Leon Bearpo. Tinggi, berambut pirang, dengan mata biru dan wajah yang tirus.

“Silahkan, Leon, perkenalkan dirimu,” kata dosen Sosiologi dengan nada santai.

Leon tersenyum kecil, menatap seisi kelas. "Halo, guys my name is Leon Bearpo. Actually, saya baru pindah dari England. And, senang bisa join di sini."

Mendengar nama itu keluar langsung dari mulutnya membuat Ziva jadi waspada. Leon Bearpo. Bearpo yang sama dengan nama keluarga pemilik simbol beruang yang menghantui masa lalunya. "Ini pasti nggak kebetulan!" gumamnya.

"Leon, bisa berbahasa Indonesia kan?" tanya dosen.

"Of course, ayah saya asli Indonesia. But, belum terlalu lancar. And I hope, teman sekalian enjoy with me."

"Bagus, kalau begitu silahkan duduk!" Dosen lalu mengantar rektor keluar dari ruang kelas. "Mari Pak!"

"Leon, hope you comfortable!" ucap rektor sebelum benar-benar keluar dari pintu.

"Baik, Pak, thank you atas perhatiannya."

Leon pun berjalan ke bangku kosong di barisan belakang, tidak terlalu jauh dari tempat Ziva duduk. Mata-mata tertuju pada Leon saat ia berjalan. Beberapa cewek senyum-senyum melihat Leon.

Sedangkan Ziva mencoba terlihat biasa saja, tapi pikirannya terus bekerja. Dia begitu penasaran dengan sosok Leon Bearpo.

***

Sementara itu, di tempat lain, Raka sedang duduk di kamarnya yang penuh dengan poster pemain basket. Hari ini tak ada kelas. Di tangannya ada sebuah foto Ziva, yang dia ambil diam-diam di kafetaria kampus beberapa hari lalu.

Dia menatap foto itu dengan senyum kecil di wajahnya. Ada sesuatu tentang Ziva yang membuatnya terus penasaran.

“Ziva Determine,” gumam Raka sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Hahaha, gua bener-bener penasaran, seberapa dinginnya sih elu?"

Dia tahu Ziva bukan tipe gadis yang mudah didekati. Bahkan sejak hari pertama masuk kampus, saat masa pengenalan kampus, Raka sudah tertarik dengan sosok Ziva yang satu-satunya cewek yang mendapat nilai terbaik dan bahkan berhasil mempermalukan kakak tingkat yang mengospek dia. Ziva ialah sosok cewek yang cerdik dan tentu dingin. Tapi justru itulah yang membuat Raka semakin tertarik. Baginya, Ziva adalah teka-teki yang harus dia pecahkan.

***

Di kelas, Ziva berusaha mengabaikan tatapan beberapa orang yang tertuju pada Leon. Banyak mahasiswa yang langsung terpesona oleh penampilannya. Tapi bagi Ziva, dia bukan cowok yang mempesona. Ia hanya berfokus pada tujuannya untuk mengungkapkan nama keluarganya. Dan apakah dia berhubungan dengan kelompok beruang.

"Hai!" Tiba-tiba Leon menyapa Ziva.

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
NaLaTu
bener banget pak Rasdin... ikuti terus ceritanya pak, biar usahanya lancar🫶
goodnovel comment avatar
Rasdin Sirait
ziva si cewe cool
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   #3 Tantangan

    "Hai juga," jawab Ziva dengan datar, berusaha menyembunyikan motifnya. Ia sedikit gugup saat tiba-tiba disapa."Boleh aku duduk... di sini?" tanyanya, ragu.Ya, Leon tiba-tiba menghampiri Ziva di kantin kampus. Rupanya dia penasaran dengan Ziva sejak pertama kali melihatnya di kelas tadi. Dan ia mengikuti Ziva."Ya, silakan," jawab Ziva tampak terkejut namun sedikit senang.Leon duduk, memandang Ziva dengan mata penuh perhatian. "Ehm... nama kamu siapa?""Ziva, panggil aja Ziva," jawab Ziva mencoba senyum. Sejauh ini ia belum pernah menampakkan senyumnya kepada siapapun. Leon beruntung. "Dan elu...""Leon, Leon Bearpo," ucapnya, menyodorkan tangannya.Ziva tersentak memandangi tangan Leon. "Oh, oke," jawab Ziva datar, masih tak bereaksi.Leon mulai canggung. Ia turunkan tangannya. "So, nama lu Ziva... good name. Eh, iya, by the way, kenapa kamu ambil jurusan sosiologi?""Ya, emangnya kenapa?""Ow, sorry! I mean, cewek kayak kamu itu cocoknya ambil jurusan kedokteran.""Kedokteran? Kena

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Kebenaran

    "Hai, Leon," sapa Ziva dengan senyum ramah, berusaha menyembunyikan motifnya. "Boleh aku duduk di sini?" Ya, Ziva melihat Leon yang pergi ke kantin. Dengan cepat, Ziva memutuskan untuk mengambil langkah pertama--menghampiri pria bernama belakang Bearpo itu! "Tentu, silakan," jawab Leon tampak terkejut namun senang. "Ziva, kan? Aku ingat kamu dari kelas tadi." Ziva duduk dan memandang Leon dengan mata penuh perhatian. "Ya, betul. Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu. Jadi, bagaimana rasanya pindah dari Inggris ke sini?" Leon menghela napas lega. "Cukup berbeda, tapi menyenangkan. Semua orang di sini sangat ramah." Ziva tersenyum tipis. "Senang mendengarnya. Nama keluargamu, Bearpo, terdengar unik. Apakah ada cerita di balik nama itu?" Leon tampak berpikir sejenak. "Sebenarnya, itu nama keluarga lama yang diwariskan dari kakek buyutku. Tidak banyak cerita menarik, hanya sejarah keluarga biasa." Ziva mengangguk, berusaha menyingkap lebih banyak informasi tanpa terlihat terlalu men

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Sosok Leon Bearpo

    Saat kelas Sosiologi berakhir, Ziva mengemasi barang-barangnya dengan cepat. Bersiap untuk pulang dengan sepedanya yang sudah diperbaiki. Namun, hari ini, Leon kembali mendekatinya dengan senyum ramah di halaman kampus. Itu artinya rencananya berhasil memancing Leon. "Ziva, mau pulang bareng? Aku bawa mobil hari ini," tawarnya sambil mengeluarkan kunci mobil dari sakunya. Ziva melirik ke arah mobil Leon yang terparkir di dekat gerbang sekolah. Mobil mewah itu memancarkan kesan eksklusif dengan logo yang familiar di bagian depan. Logo yang sama dengan yang dilihatnya pada orang-orang yang melayani bos tua dengan tongkat mahal tempo hari. "Terima kasih, Leon, tapi aku lebih suka pulang dengan sepeda. Rumahku tidak terlalu jauh," jawab Ziva, berusaha menyembunyikan rasa curiganya. Leon tampak sedikit kecewa, namun dia menghormati keputusan Ziva. "Baiklah, hati-hati di jalan ya." Ziva mengangguk dan mengayuh sepedanya menjauh, namun pikirannya terus bekerja. Dia memutuskan untuk mengi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Perhatian

    Beberapa hari telah berlalu. Suasana di gymnasium kampus sangat meriah, dipenuhi oleh sorak-sorai dan semangat para mahasiswa yang datang untuk menyaksikan pertandingan. Bendera, poster, dan yel-yel terdengar riuh mengiringi pertandingan yang akan dimulai. Dua tim yang paling ditunggu-tunggu adalah tim "Wings" yang dipimpin oleh Leon dan tim "Rabbits X" yang dipimpin oleh Raka. Ziva duduk di bangku penonton, hatinya berdebar kencang. Meski fokus utamanya adalah menyelidiki Leon, dia tidak bisa menahan perasaan gugup dan semangat untuk pertandingan ini. Saat Leon dan Raka masuk ke lapangan, sorak-sorai semakin menggema. Pertandingan dimulai dengan cepat. Tim "Rabbits X" langsung mengambil alih kendali permainan. Raka, dengan kelihaiannya, berhasil mencetak beberapa poin awal, membuat timnya unggul. Penonton bersorak gembira, namun Ziva tetap tenang, matanya terus mengikuti gerak-gerik Leon. Di babak pertama, tim "Rabbits X" unggul jauh. Raka menunjukkan kemampuannya yang luar biasa,

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Insiden

    Sayangnya, Ziva tak bisa berbuat apa-apa. Jadi, malam harinya, Ziva duduk di kamar. Merenung tentang semua kejadian yang menimpanya. Dia masih belum berbicara dengan Black D, yang sejak awal melarangnya untuk ikut campur urusan kelompok beruang. Setiap kali membahas insiden 14 tahun lalu, dan membahas segala sesuatu tentang masa lalu. Namun, ketegangan di antara mereka terasa semakin tak tertahankan. Tok tok tok! Black D mengetuk pintu kamar Ziva. Dia masuk dengan wajah penuh beban, membawa sebuah kotak kecil di tangannya. "Ziva, ada sesuatu yang harus kuberikan padamu." Ziva menatapnya dengan bingung. Black D membuka kotak kecil itu dan mengeluarkan sebuah cincin emas yang indah. "Ini milik ibumu, Nyonya Leoni. Dia memberikannya padaku untuk diserahkan kepadamu ketika kau sudah dewasa." Ziva terdiam, menatap cincin itu dengan mata berkaca-kaca. Ziva melanjutkan dengan suara yang semakin berat, "Ziva, aku mungkin tidak punya banyak waktu lagi. Kelompok beruang sedang memburuku.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Klub Malam

    "Ziva, bagaimana perasaanmu hari ini? Apakah tanganmu masih sakit?" Esok harinya di kampus, Ziva berjalan ke kelas dengan tangan yang masih diperban. Begitu memasuki kelas, dia langsung disambut oleh Leon yang sudah menunggunya di meja. Ziva sontak tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja, Leon. Terima kasih sudah membawaku ke rumah sakit kemarin.""Ya sama-sama. Senang membantu kamu," ucap Leon tersenyum. "Eh sini aku bantu!" Leon membantu membawa buku-buku Ziva menuju kelas. Leon terus memperhatikan Ziva sepanjang hari, memastikan dia tidak terlalu kesulitan dengan tangan yang diperban. Dari kejahuan, Raka, yang biasanya selalu memperhatikan gerak-gerik Ziva, kini mulai merasa segan terhadap Leon setelah insiden di toilet kemarin. Namun, dia masih memantau dengan hati-hati, meskipun dari kejauhan. *** Saat pulang dari kampus, Ziva berjalan kaki pulang menuju rumah. Leon yang melihat Ziva berjalan kaki, segera memarkir mobilnya di dekatnya dan memaksa untuk membawanya pulang. "Ziv

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Air Susu Dibalas Air Tuba

    Hari berikutnya di kampus, suasana terasa lebih santai. Di kafetaria, Ziva duduk sendirian dengan segelas kopi di tangannya. Dia sedang merenung ketika Leon mendekatinya dengan senyum lebar."Ziva, aku punya sesuatu untukmu," kata Leon sambil duduk di sebelahnya. Dia mengeluarkan sebuah kartu undangan khusus dari sakunya dan memberikannya kepada Ziva.Ziva mengambil kartu itu dengan rasa penasaran. "Apa ini, Leon?""Besok adalah ulang tahunku, dan aku ingin mengundangmu ke pestaku. Akan ada banyak teman dan keluarga. Aku harap kau bisa datang," kata Leon dengan penuh harap.Ziva membuka kartu undangan itu dan membaca isinya. "Terima kasih, Leon. Aku akan mencoba datang."Leon tersenyum puas. "Aku senang mendengarnya. Aku akan memastikan ini menjadi malam yang tak terlupakan. Oh iya kamu minum apa?""Oh ini?" Ziva menunjuk kopinya. "Kopi Arabika, favoritku.""Boleh aku coba?""Buat apa? Eh, maksudku si-silahkan."Leon menatap Ziva sejenak. Ia lalu mencicipi kopi itu. "Manis.""Manis?

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-26
  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Tak Terduga

    Di sisi lain kampus, Raka berkumpul dengan Dom, seorang perempuan bernama Sari, dan seorang laki-laki bernama Ardi di sebuah kafe yang sepi. Mereka duduk di meja sudut, berbicara dengan suara rendah sambil menyusun rencana untuk merusak pesta ulang tahun Leon."Jadi, ini rencananya," kata Raka sambil membuka peta mansion Leon yang besar di atas meja. "Pesta akan diadakan di halaman belakang mansion. Kita harus mencari cara untuk masuk tanpa terdeteksi."Dom menyeringai, menambahkan, "Aku sudah mendapatkan beberapa alat untuk membuat kerusakan. Kita bisa merusak sistem suara dan lampu sehingga pestanya kacau. Aku juga siapkan asap buatan biar pesta itu menjadi ricuh seperti kebakaran."Sari, yang memiliki keterampilan dalam teknologi, berkata, "Aku bisa meng-hack sistem keamanan mereka. Begitu kita masuk, aku akan memastikan kamera pengawas tidak menangkap kita."Ardi, yang memiliki fisik kuat, menambahkan, "Dan kalau ada masalah, aku yang akan menangani keamanan. Kita akan memastikan t

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Cintanya Raka

    Pagi itu, Ziva berolahraga di taman dekat rumahnya, mencoba untuk menghilangkan stres yang membelenggu pikirannya. Dengan napas teratur dan tubuh bergerak mengikuti irama, ia mencoba menenangkan diri. Namun, tiba-tiba ponselnya berbunyi, menandakan pesan masuk. Ziva berhenti sejenak dan membuka ponselnya, melihat pesan dari Raka. Isi pesannya singkat tapi jelas: "Ziva, aku minta tolong, bisa kita bertemu?"Ziva ragu, namun entah mengapa, dorongan untuk menyelesaikan masalah membuatnya setuju. Mereka sepakat untuk bertemu di taman kota, tempat yang cukup ramai sehingga Ziva merasa aman. Ketika tiba, Ziva melihat Raka sudah menunggunya di bangku taman, wajahnya kusut dan penuh penyesalan."Maaf, Ziva," ucap Raka, suaranya serak. "Aku benar-benar minta maaf atas kejadian semalam. Aku… aku hanya tidak bisa mengendalikan perasaanku. Kamu tahu betapa aku mencintaimu. Itu menghancurkanku melihatmu bersama orang lain…"Ziva menatap Raka dengan sorot mata yang penuh ketegasan. “Raka, kita suda

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Godaan

    Pagi hari, kota itu dipenuhi dengan suasana yang meriah dan glamor. Di sebuah gedung megah yang sering digunakan untuk acara-acara besar, sebuah pesta diadakan untuk merayakan kehamilan anak seorang pengusaha kaya. Pesta ini merupakan acara besar, yang menandai pengumuman jenis kelamin anak tersebut. Ruang pesta dihiasi dengan lampu kristal berkilauan dan bunga-bunga eksotis. Tenda putih yang elegan menutupi area luar, sementara di dalam, meja-meja panjang dipenuhi dengan berbagai hidangan mewah. Musik orkestra lembut mengalun, menambah suasana yang berkelas dan penuh kehangatan. Para tamu berpakaian formal, mengenakan gaun-gaun mewah dan jas-jas elegan, menikmati hidangan dan bersosialisasi.Brok, Leon, dan Ziva diundang ke acara tersebut. Namun, hanya Ziva dan Leon yang hadir. Raka dan Nanda juga hadir, meski suasana antara mereka terasa canggung. Raka, yang tidak bisa menahan emosinya, terus memandang Ziva dari kejauhan. Pesta semakin meriah saat pengumuman tentang jenis kelamin

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Leona

    Pagi itu, Ziva bangun lebih awal dari Leon, merasakan udara segar yang masuk melalui jendela kamar mereka yang besar. Perasaan gelisah yang selalu ada sejak pernikahannya dengan Leon kembali menghantuinya. Dengan hati-hati, dia keluar dari tempat tidur, berusaha untuk tidak membangunkan Leon, lalu berjalan menuju kamar mandi.Sesampainya di sana, Ziva membuka seluruh pakaiannya, membiarkan air hangat dari shower mengalir di atas tubuhnya. Dia mencoba menenangkan pikirannya, merenungkan langkah-langkah yang harus dia ambil selanjutnya. Namun, ketika dia mendengar pintu kamar mandi terbuka, jantungnya langsung berdegup kencang.Leon masuk, matanya masih sedikit mengantuk, namun senyum kecil terlihat di wajahnya. "Pagi, sayang," katanya dengan suara lembut. Dia mendekati Ziva, niatnya jelas untuk bergabung dengannya di kamar mandi. Namun, ekspresi Ziva berubah seketika, tubuhnya menegang dan refleks menutupi dirinya dengan tangan.Leon berhenti di tempat, terkejut dengan reaksi Ziva. "Ad

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Dua Sisi

    Malam itu, setelah makan malam yang hangat namun sarat dengan keheningan penuh makna, Brok memanggil Ziva dan Leon untuk ikut dengannya ke sebuah tempat yang tak pernah mereka duga. Ziva, yang sudah mulai terbiasa dengan kejutan-kejutan dari Brok, mengikuti Leon dengan tenang namun penuh antisipasi. Mereka berjalan menuju perpustakaan pribadi Brok, sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan buku-buku kuno dan artefak antik. Di sini, suasana terasa tenang, hampir mistis, dengan cahaya lampu gantung yang memancarkan sinar lembut di ruangan. Brok berhenti di depan salah satu rak buku yang tampak biasa saja. Namun, saat dia menyentuh sebuah buku tua dengan sampul kulit, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Rak buku itu bergeser perlahan, memperlihatkan sebuah pintu rahasia di baliknya. Ziva menatap dengan takjub, sementara Leon tersenyum tipis, seolah sudah terbiasa dengan rahasia-rahasia ayahnya."Masuklah," kata Brok dengan nada tegas, mengisyaratkan mereka untuk mengikuti.Mereka melangk

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Menantu

    Seiring berjalannya waktu, Ziva semakin mengukuhkan posisinya sebagai istri Leon yang perhatian dan penuh dedikasi. Setiap pagi, Ziva bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan, mengurus keperluan rumah, dan memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan lancar. Brok semakin menyukai menantunya, merasa yakin bahwa Ziva adalah pilihan yang tepat untuk putranya.Leon dan Ziva sering menghabiskan waktu bersama, baik di rumah maupun di luar. Leon mengajak Ziva untuk berkenalan dengan para pengusaha dan rekan-rekannya, memperluas jaringan sosial mereka. Ziva selalu tampil anggun dan cerdas, memenangkan hati banyak orang dengan kepribadiannya yang menawan.Suatu hari, Leon mengajak Ziva untuk menghadiri sebuah pertemuan bisnis penting di sebuah hotel mewah. Di sana, mereka bertemu dengan banyak orang berpengaruh, termasuk beberapa mitra bisnis Brok. Leon merasa bangga memiliki Ziva di sisinya, melihat betapa mudahnya Ziva bergaul dengan semua orang."Ziva, kau benar-benar luar biasa. Kau membu

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Awal Rencana

    Acara pernikahan yang meriah telah usai, dan para tamu sudah mulai pulang. Leon dan Ziva akhirnya berada di kamar pengantin mereka. Ruangan itu dihias dengan indah, dengan lilin-lilin yang menyala lembut dan kelopak bunga mawar tersebar di seluruh tempat tidur.Leon masuk ke dalam kamar, sedikit gugup namun penuh harapan. Ia menutup pintu perlahan, membiarkan Ziva masuk terlebih dahulu. Ziva tampak cantik dalam gaun tidurnya yang sederhana namun elegan. Mereka berdua berdiri canggung di tengah ruangan, merasakan ketegangan yang manis namun aneh."Ziva, ini... adalah malam yang sangat spesial bagi kita," kata Leon dengan suara lembut.Ziva tersenyum, namun ada kelelahan yang jelas terlihat di matanya. "Leon, aku benar-benar lelah. Hari ini sangat melelahkan, dan aku butuh istirahat."Leon mengangguk, mencoba menyembunyikan kekecewaannya. "Tentu, aku mengerti. Kita bisa beristirahat malam ini."Mereka berdua naik ke tempat tidur, berbaring berdampingan namun dengan jarak yang terasa. Le

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Pernikahan Sah

    Pagi yang cerah di hari pernikahan Ziva dan Leon. Di rumah Ziva, suasana sibuk dan penuh kegembiraan. Ziva duduk di depan cermin besar di kamarnya. Seorang makeup artist profesional sedang merias wajahnya dengan teliti. Di sekitar Ziva, beberapa asisten membantu mengenakan gaun pengantin putih yang indah, lengkap dengan detail renda dan kristal. Bu Kiki dan beberapa teman dekat Ziva memberikan dukungan moral, membuat Ziva merasa lebih tenang."Ini adalah hari yang luar biasa, Ziva. Kau terlihat sangat cantik," kata Bu Kiki dengan senyum penuh kasih.Ziva tersenyum, meski ada sedikit kegugupan di matanya. "Terima kasih, Bu Kiki. Aku tidak bisa melakukan ini tanpa dukunganmu."Setelah selesai berdandan, Ziva berdiri dan melihat dirinya di cermin. Ia hampir tidak mengenali dirinya sendiri. Gaun pengantin itu memeluk tubuhnya dengan sempurna, dan riasan wajahnya menonjolkan kecantikannya yang alami.Di sisi lain, Leon sedang bersiap di rumahnya. Ayahnya, Brok Bearpo, yang biasanya tampak

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Ancaman Serius

    Di sebuah ruangan yang penuh dengan kemewahan dan aura kekuasaan, Brok Bearpo, dengan tongkat emasnya, berdiri di depan Eleanor. Eleanor, seorang mafia kakap dengan aura yang tak kalah menakutkan, berdiri dengan anggun di hadapannya. Mereka saling menatap dengan mata penuh kewaspadaan.Brok membuka pembicaraan dengan nada sedikit meninggi, “Eleanor, meskipun kita memiliki perbedaan, aku ingin tetap profesional. Ini undangan pernikahan Leon dan Ziva.” Ia menyerahkan kartu undangan mewah itu dengan tangan kokohnya.Eleanor, yang sudah mengetahui rencana pernikahan ini melalui mata-matanya, menerima undangan itu dengan elegan. Ia membaca sekilas undangan tersebut sebelum mengalihkan pandangannya kembali ke Brok. “Terima kasih, Brok. Aku sudah mendengar tentang rencana ini. Kau tahu, dunia kita memang kecil, ya?” ucap Eleanor dengan senyum tipis yang penuh arti.Brok mengangguk, walau matanya tetap tajam. “Memang, Eleanor. Aku harap kau bisa hadir dan melihat bahwa kita bisa menjalin hub

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Persiapan Pernikahan

    Hari itu dimulai dengan sinar matahari yang cerah menerangi kota. Leon dan Ziva memulai persiapan pernikahan mereka dengan penuh semangat. Mereka berdua pergi ke berbagai tempat untuk memastikan semua kebutuhan pernikahan terpenuhi. Leon, yang tampak sangat antusias, memastikan bahwa Ziva mendapatkan semua yang diinginkannya.Leon membawa Ziva ke sebuah butik gaun pengantin terkenal di kota. Di sana, Ziva mencoba beberapa gaun, dengan Leon yang memberikan pendapatnya dengan tulus.“Aku suka yang ini,” kata Leon, sambil menunjuk pada gaun putih sederhana dengan hiasan renda yang elegan. “Kau terlihat sangat cantik.”Ziva tersenyum malu-malu. “Terima kasih, Leon. Aku juga suka gaun ini.”Setelah memilih gaun, mereka juga memilih pakaian untuk Leon, memastikan semuanya serasi. Leon memilih setelan hitam klasik dengan dasi perak, yang membuatnya tampak gagah dan elegan.Selanjutnya, mereka pergi ke sebuah kafe untuk mendiskusikan tema pernikahan. Ziva menginginkan pernikahan yang sederhan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status