Share

Kebenaran

"Hai, Leon," sapa Ziva dengan senyum ramah, berusaha menyembunyikan motifnya. "Boleh aku duduk di sini?"

Ya, Ziva melihat Leon yang pergi ke kantin.

Dengan cepat, Ziva memutuskan untuk mengambil langkah pertama--menghampiri pria bernama belakang Bearpo itu!

"Tentu, silakan," jawab Leon tampak terkejut namun senang. "Ziva, kan? Aku ingat kamu dari kelas tadi."

Ziva duduk dan memandang Leon dengan mata penuh perhatian. "Ya, betul. Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu. Jadi, bagaimana rasanya pindah dari Inggris ke sini?"

Leon menghela napas lega. "Cukup berbeda, tapi menyenangkan. Semua orang di sini sangat ramah."

Ziva tersenyum tipis. "Senang mendengarnya. Nama keluargamu, Bearpo, terdengar unik. Apakah ada cerita di balik nama itu?"

Leon tampak berpikir sejenak. "Sebenarnya, itu nama keluarga lama yang diwariskan dari kakek buyutku. Tidak banyak cerita menarik, hanya sejarah keluarga biasa."

Ziva mengangguk, berusaha menyingkap lebih banyak informasi tanpa terlihat terlalu mencurigakan. "Aku suka mendengar cerita-cerita sejarah keluarga. Mungkin suatu hari kamu bisa menceritakannya lebih banyak padaku."

Leon tersenyum lebar. "Tentu, aku akan senang hati menceritakannya."

Percakapan mereka berlanjut dengan ringan, namun Ziva tetap waspada. Dia berusaha mencari celah untuk mengetahui lebih dalam tentang asal-usul Leon dan hubungannya dengan simbol beruang yang telah menghantuinya selama ini. Meski Leon tampak ramah dan jujur, Ziva tahu dia harus berhati-hati dan cerdik.

Dan di saat yang sama, tanpa Ziva sadari, hati Leon mulai tertarik pada gadis misterius yang tampak begitu ramah padanya. Ini adalah awal dari permainan penuh intrik dan emosi, di mana kebenaran dan perasaan akan diuji seiring berjalannya waktu.

Malam harinya, di kamar, Ziva pun mulai menyusun strategi.

Dia membuka laptopnya dan mulai mencari informasi tentang keluarga Bearpo di Inggris. Setiap detail yang ditemukan akan membantu menyusun gambaran yang lebih jelas tentang siapa Leon sebenarnya dan apakah dia memiliki hubungan dengan kelompok misterius itu.

Tak banyak yang ia temukan di malam itu, hanya ada informasi keseharian Leon di Inggris yang suka pergi ke bar, diskotik, dan hobinya yang bermain golf sama seperti anak orang berada pada umumnya. Ziva pun hampir menyerah mengusut pria bermata biru itu.

Namun Ziva tahu ini akan menjadi tantangan besar, oleh karena itu dia tidak akan menyerah. Dengan setiap langkah yang diambil, dia semakin dekat pada kebenaran.

Leon Bearpo mungkin tampak ramah dan menyenangkan, tetapi Ziva tidak akan membiarkan penampilannya mengaburkan tujuan utamanya—mengungkap rahasia di balik pembantaian keluarganya dan membawa para pelakunya ke hadapan keadilan.

Jadi, keesokan paginya, dengan tekad yang sama, Ziva terus mendekati Leon dengan hati-hati.

Berharap bisa mengetahui lebih banyak tentang rahasia di balik nama keluarganya dan hubungannya dengan kelompok berlogo beruang.

Setiap percakapan mereka dia rekam dalam ingatannya, setiap detail dia analisis dengan seksama.

"Jadi, apa rencanamu setelah lulus nanti, Leon?" tanya Ziva, mencoba memancing cerita lebih pribadi.

Leon tersenyum. "Aku belum punya rencana pasti. Mungkin aku akan melanjutkan studi ke universitas Oxford, atau mungkin membantu bisnis keluarga. Belum tahu pasti."

Ziva mengangguk. "Bisnis keluarga? Seperti apa bisnis keluargamu?"

Leon tampak sedikit ragu sebelum menjawab. "Keluarga kami memiliki beberapa usaha di bidang perhiasan dan properti. Tidak terlalu besar, tapi cukup sukses."

Sebelum Ziva bisa bertanya lebih lanjut, dia merasakan ada yang mengawasi mereka. Dia menoleh dan melihat Raka berdiri di kejauhan, memperhatikan mereka dengan tatapan tidak suka. Raka tampak jelas cemburu, dan Ziva tahu ini bisa menimbulkan masalah.

Raka, yang biasanya ceria, kini menunjukkan ekspresi serius. Dia mendekati mereka dengan langkah mantap.

"Hai, Ziva. Leon ya? Anak baru?" sapanya dengan suara yang terdengar tegang. Ia menunjuk Leon.

"Hai, Raka," balas Ziva sambil tersenyum tipis, mencoba meredakan ketegangan. Ia tidak nyaman akan kehadiran Raka.

Namun, sebelum mereka bisa berbicara lebih jauh, bola basket tiba-tiba melayang ke arah Leon dan hampir mengenainya. Leon menghindar dengan cepat, dan bola itu jatuh di dekat mereka. Raka tersenyum tipis.

"Ups, maaf, Leon," katanya dengan nada yang terdengar sengaja. "Kamu main basket juga?"

Leon menatap Raka dengan penuh tantangan. "Tidak terlalu sering, tapi aku cukup bisa."

Raka, yang adalah ketua tim basket kampus, melihat ini sebagai kesempatan. "Bagaimana kalau kamu ikut turnamen basket bulanan? Aku yakin tim lain akan butuh pemain tambahan."

Leon tersenyum, menerima tantangan itu. "Tentu, kenapa tidak."

Ziva memandang kedua pemuda itu dengan sedikit khawatir, tetapi dia menyembunyikan perasaannya.

Baginya, kedekatannya dengan Leon adalah tentang menemukan kebenaran, bukan tentang persaingan.

Namun, siapa sangka, beberapa hari kemudian, suasana kampus dipenuhi semangat kompetisi menjelang turnamen basket bulanan.

Raka memimpin latihan timnya dengan penuh semangat, sementara Leon mulai bergabung dengan tim basket lain!

Setiap kali Ziva melihat mereka berlatih, dia tetap bersikap tenang dan tidak menunjukkan ketertarikan khusus.

Meski dalam hatinya, dia tahu bahwa ini adalah bagian dari rencananya.

Saat Ziva dan Leon berjalan bersama setelah kampus, mereka melewati lapangan basket tempat Raka sedang berlatih. Tanpa sengaja, bola yang dilempar Raka melayang ke arah Leon lagi. Leon menangkap bola itu dengan cepat dan melemparkannya kembali dengan senyum tipis.

Raka mendekati mereka dengan napas sedikit terengah. "Leon, kau harus siap untuk pertandingan nanti. Ini akan menjadi pertandingan yang sulit."

Leon mengangguk dengan percaya diri. "Aku siap. Mari kita lihat siapa yang menang."

Ziva melihat ke arah Raka dan Leon, merasakan ketegangan yang kian meningkat di antara mereka. Dia tahu bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk menunjukkan dukungannya kepada Leon, meski itu hanya berpura-pura.

"Leon, aku tahu kamu bisa melakukannya," kata Ziva dengan senyum lembut, membuat Leon semakin termotivasi.

Leon tersenyum padanya. "Terima kasih, Ziva. Dukunganmu berarti banyak."

Raka melihat interaksi mereka dengan tatapan cemburu, tetapi dia berusaha menyembunyikannya. Dia tidak akan membiarkan Leon merebut perhatian Ziva begitu saja!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status