Share

Sosok Leon Bearpo

Saat kelas Sosiologi berakhir, Ziva bahkan mengemasi barang-barangnya dengan cepat.

Bersiap untuk pulang dengan sepedanya. Namun, hari ini, Leon kembali mendekatinya dengan senyum ramah.

"Ziva, mau pulang bareng? Aku bawa mobil hari ini," tawarnya sambil mengeluarkan kunci mobil dari sakunya.

Ziva melirik ke arah mobil Leon yang terparkir di dekat gerbang sekolah. Mobil mewah itu memancarkan kesan eksklusif dengan logo yang familiar di bagian depan. Logo yang sama dengan yang dilihatnya pada orang-orang yang melayani bos tua dengan tongkat mahal.

"Terima kasih, Leon, tapi aku lebih suka pulang dengan sepeda. Rumahku tidak terlalu jauh," jawab Ziva, berusaha menyembunyikan rasa curiganya.

Leon tampak sedikit kecewa, namun dia menghormati keputusan Ziva. "Baiklah, hati-hati di jalan ya."

Ziva mengangguk dan mengayuh sepedanya menjauh, namun pikirannya terus bekerja. Dia memutuskan untuk mengikuti Leon dan mencari tahu lebih banyak. Dengan hati-hati, dia mengikuti mobil Leon yang melaju dengan kecepatan sedang.

Setelah beberapa waktu, mobil itu berhenti di sebuah hotel mewah. Ziva bersembunyi di balik pohon, memperhatikan dari kejauhan. Beberapa pengawal membuka pintu mobil dan Leon keluar. Dia berjalan menuju pintu hotel, dan di sana, seseorang yang Ziva kenal muncul.

Orang itu adalah pria yang dilihatnya kemarin, yang mengenakan pin berlogo beruang tak lupa tongkat mahalnya. Pria itu memeluk Leon dengan hangat, dan Ziva melihat dengan jelas ekspresi akrab di wajah mereka. Kecurigaannya terbukti benar. Leon memiliki hubungan dengan pemimpin kelompok berlogo beruang.

Dengan hati yang berdebar, Ziva memutuskan untuk kembali ke rumah. Dia tahu bahwa informasi ini sangat berharga dan berbahaya. Dia harus berhati-hati dan menyusun rencana lebih lanjut.

Namun sesampainya di rumah, Ziva mendapati Black D sedang berbincang dengan seorang temannya di ruang tamu.

Mereka tidak menyadari kehadiran Ziva, yang bersembunyi di balik pintu dan mendengarkan percakapan mereka dengan seksama.

"Kita harus segera memindahkan Ziva," kata Black D dengan suara serius. "Kelompok beruang semakin dekat, dan aku khawatir mereka akan menemukan keberadaannya."

Temannya mengangguk. "Kita tidak bisa membiarkan mereka menangkap Ziva. Rahasia keluarga Determine ada pada dirinya. Jika mereka menemukannya, segalanya akan berakhir buruk."

"Saat ini mungkin kelompok Bearpo belum mengetahui identitas Ziva, tapi suatu saat nanti mereka akan tahu dan akan..."

"Aku tahu, Black, tenangkan dirimu!"

"Tapi..." Black D menghela napas, mencoba menenangkan dirinya.

"Apapun yang terjadi rahasia keluarga Determine tidak boleh jatuh ke tangan Bearpo!" tegas teman Black D.

Ziva terkejut mendengar percakapan itu. Rahasia keluarga Determine? Apa yang sebenarnya terjadi? Dia merasakan beban yang semakin berat di pundaknya. Ziva tahu dia harus berbicara dengan Black D, tetapi dia juga harus tetap waspada dan tidak membiarkan siapa pun tahu bahwa dia mendengar percakapan itu.

Setelah beberapa saat, temannya Black D pergi, dan Ziva memutuskan untuk muncul dari persembunyiannya. Dia berjalan ke ruang tamu dengan wajah penuh tekad.

"Om Bek, aku perlu bicara," katanya tegas.

Black D menoleh, tampak terkejut namun tenang. "Apa yang terjadi, Ziva?"

"Aku tahu tentang kelompok beruang dan aku mendengar kalian membahas rahasia keluarga Determine. Itu menyangkut aku, kan?"

"Tap-tapi--"

"Om! Aku melihat ketua bajingan itu berkeliaran di luar sana. Kita harus bertindak cepat," kata Ziva, suaranya penuh ketegasan.

Black D terdiam sejenak. "Tidak, Ci! Tidak untuk hari ini," ucapnya dengan lembut meraih pundak Ziva.

Ziva berontak, "Kenapa setiap kali membahas kelompok beruang, Om selalu menghindar?" Nada Ziva marah. "Kenapa, Om?"

"Ziva, Om cuma mau kamu selamat. Itu saja!"

"Tapi tidak seperti ini, Om. Aku berhak ikut membalas mereka."

"Tidak!" bentak Black D dengan tegas namun sedikit ia kendalikan nadanya. "Itu berbahaya, Ci!"

"Setiap hari hidupku penuh dengan bahaya, Om. Cukup, aku tidak anak kecil lagi!"

"Ci, Om cuma mau menjalankan wasiat bos. Om tidak mau mengecewakan apa yang telah bos janjikan padaku."

"Cukup, Om. Ini dendamku, dan aku yang akan menuliskan siapa yang akan menjadi musuh dalam dendamku," ucap Ziva dengan tegas. Ia berlalu ke kamarnya.

Black D terdiam, kaku di ruang tamu. Ia bingung menghadapi situasi kali ini.

Di kamar, Ziva terlihat duduk di kursi belajarnya di dampingi lampu belajar. Di atas meja terdapat sebuah buku hitam dengan catatan kosong. Ia menatap buku kosong itu dengan pulpen yang ia genggam.

"Brok Bearpo," ucapnya. Ia menulis dengan tebal nama itu di salah satu halaman kosong pada buku itu. Lalu ia coret-coret dengan puas hingga memenuhi seisi kertas pada salah satu halaman buku itu.

Srrrrrreeet, ia merobek salah satu halaman itu lalu membakarnya. Ia tersenyum sinis menatap jendela kamar dengan pemandangan langit malam tampak dari dalam.

"Leon Bearpo, ayahmu, Brok Bearpo... harus musnah! Hahahahaha..."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status