Carlos mengendarai mobil sport ke arah hutan belantara, tidak tahu apa yang terpikir di otaknya saat ini. Namun, yang pasti bukanlah sesuatu yang baik. Dia menatap ke arah Beatrize dari balik kaca spion, senyuman licik tersungging. Rencana jahat berkelibat di pikiran, membangkitkan kenangan lama dua puluh tahun yang silam.
Kenangan, di mana semuanya berubah drastis. Hal indah menjadi nestapa. Kebahagiaan luruh, kepedihan menghampiri. Anak kecil penuh penyayang, kini bak seekor monster tak berhati, tak berperasaan. Menyimpan dendam dan berniat membalaskannya, sesegera mungkin.
Malam semakin larut dan kendaraan yang membawa Beatrize mulai meninggalkan kota dan kini melewati jalanan sepi. Di mana bukit dan deretan pohon mengelilingi jalanan tersebut. Sudah satu jam Carlos berkendara, tetapi dia belum juga berhenti. Tidak tahu ke mana dia akan membawa wanita tersebut. Wanita yang melekat di ingatannya sebagai perempuan cantik, tetapi berhati iblis.
"Beatrize... akhirnya kita bertemu kembali. Dan aku masih sangat mengingat wajah menjijikkanmu itu!" Carlos tersenyum miring lantas menambah kecepatan kendaraannya. Dia berkali-kali menatap ke arah wanita yang telah memberikan luka dengan mata menyipit sinis.
Jalanan yang dilalui semakin menyempit, semula aspal sekarang dipenuhi bebatuan. Jalan yang datar, saat ini berubah terjal. Carlos menghentikan laju kendaraan dan mematikan mesin mobilnya. Dia menoleh ke arah wanita yang masih tidak sadarkan diri karena efek minuman keras.
"Malam ini, kamu bermalam di sini ibuku sayang. Dan kalau besok pagi kamu masih hidup, tunggu saja permainan selanjutnya dariku." Carlos melepas sabuk pengaman yang melintang di depan dada dan keluar dari dalam mobil tergesa-gesa. Dia membuka pintu di mana Beatrize tengah berbaring. Pemuda itu terdiam sesaat seraya mendengkus, lantas menarik kasar kaki jenjang wanita tersebut untuk mengeluarkannya dari dalam mobil.
Carlos membopong Beatrize di atas pundak dan membawanya ke pinggiran jurang. "Kita lihat peruntunganmu besok, masih hidupkah atau mati dalam kondisi mengenaskan?! Tapi aku berharap kamu masih hidup karena pembalasan dendamku, baru saja dimulai!"
Pemuda berdarah dingin tersebut menurunkan tubuh Beatrize, tepat di bibir jurang. Tiada celah antara hidup dan mati bagi wanita yang dia benci. Sedikit saja dia bergerak, mungkin esok pagi ketika terbangun bukan lagi di dunia ini melainkan di neraka.
Carlos meninggalkan Beatrize seorang diri, sama seperti yang dilakukan wanita itu terhadapnya dua puluh tahun yang silam. Dia telah berjanji akan membalas setiap tetesan air mata. Penderitaan yang dia alami harus juga dirasakan oleh ibunya, bahkan lebih.
Mobil yang terparkir, kini menyala kembali. Carlos dengan raut menyiratkan kepuasan, mengendarai mobil sport-nya. Membelah jalanan, melewati setiap riak kemelut yang selalu mengiringi hidup. Melesat kilat tanpa takut bila suatu saat maut menjemput.
***
"Hello honey!" Seorang wanita penghibur duduk begitu saja di atas pangkuan Carlos. Dia mengalungkan kedua tangan ke atas leher lelaki itu tanpa rasa canggung. "Kamu sepertinya sedang butuh pelampiasan, benar 'kan terkaanku?" Wanita itu mengecup telinga Carlos lanjut menghembuskan napas hangat. Jemari lentiknya berselancar ke atas dada dan menelusup dari balik celah kemeja. Menggelitik hasrat terpendam lelaki yang tengah dirundung amarah.
Carlos menatap keji dan menjerat leher wanita di hadapannya itu. "Perempuan mana pun sama-sama sampah. Tidak kau juga tidak ibuku! Semuanya adalah jalang keparat, hanya menginginkan uang yang ditukar dengan harga diri!"
Kupu-kupu malam tersebut dicampakkan dengan kasar ke atas kursi. Carlos berkali-kali menampar gadis itu lalu merobek pakaiannya. Dia menindih tubuh tak berdaya lanjut menyesap ceruk leher hingga menyisakan bekas merah pekat. Jemarinya meremas kasar gumpalan di atas dada, tiada sedikit pun kelembutan yang dia suguhkan.
Bukan desahan kenikmatan yang keluar dari bibir wanita itu. Melainkan erangan kesakitan karena Carlos memperlakukan tubuhnya bak binatang. Jambakan, cekikan dan tamparan tak lepas dari tangan kokohnya. Dia begitu menikmati setiap ringis rasa sakit dari mulut wanita yang akan dia sesap madunya.
"Tolong pelan-pelan, Tuan. Anda menyakiti saya." Wanita itu merajuk dan mengharap belas kasihan. Akan tetapi, tidak sedikit pun menggugah perasaan Carlos. Pria kejam itu malah menghujam kasar ruang kewanitaan, menyakiti tubuh dan harga diri perempuan tersebut.
"Jangan banyak bicara denganku, jalang!! Aku pria terhormat dan kamu hanya seonggok kotoran. Jangan mengiba padaku karena itu sama saja memancing untuk aku bertindak lebih kasar!" Carlos menghentak-hentakkan miliknya tanpa melepaskan jeratan di leher perempuan tersebut. Melampiaskan gemuruh di dalam dada karena pertemuan pertamanya dengan wanita yang telah merampas kebahagiaan, setelah bertahun-tahun lamanya.
Kepala Carlos tertarik ke belakang, panggulnya semakin cepat memompa tubuh inti wanita penghibur tanpa ampun. Merasai puncak kenikmatan yang sebentar lagi akan dia dapatkan. Dan sebuah lolongan panjang lolos dari bibirnya dengan tangan meremas kuat gumpalan keindahan.
Carlos melepaskan miliknya dari dalam surga dunia. Dia berdiri lanjut merapikan kembali pakaiannya. Meninggalkan wanita yang dia gagahi dalam kondisi tidak sadarkan diri. Lembaran uang dia hamburkan ke atas tubuh wanita tersebut disertai umpatan jua penghinaan.
***
Di sebuah bangunan dengan cat berwarna-warni, seorang gadis yang mengenakan dress putih selutut, tengah mengajari malaikat-malaikat kecil bermacam-macam warna. Kelembutan dan keteduhan terpancar dari paras cantiknya. Senyuman indah terlukis di antara bibir nan tipis, bak dewi cinta yang menebarkan pesonanya. "Siapa yang tahu ini warna apa?" tanya Carissa mengacungkan sebuah buku berwarna biru. "Itu warna blue, Miss," jawab salah seorang anak laki-laki. "Oke, good!" Carissa mengacungkan ibu jari ke arah murid yang bisa menjawab pertanyaannya tersebut. "Coba tebak, kalau mainan itu warna apa?" tunjuk Carissa pada block berwarna hijau. "Warna green, Miss," jawab muridnya serentak. Carissa mengacungkan kembali ibu jari lantas merentangkan tangan. Semua malaikat kecil beringsut dari atas kursi dan berlarian ke dalam dekapan hangat seorang Carissa. "Ana
"Masuk!!" Carlos mendorong Carissa, memaksa gadis itu untuk masuk ke dalam mobil. Dia membanting pintu lantas berjalan berputar lanjut mendaratkan tubuhnya di belakang kemudi. "Aku paling tidak suka dibantah oleh perempuan rendahan sepertimu! Terlebih kamu hanyalah seorang anak pembantu. Sama posisinya dengan pengesat kaki, hanya untuk aku injak-injak!!" Carissa menyalang murka, api kebencian berkobar di kedua netra birunya. "Tajam sekali ucapanmu wahai Tuan muda. Apa kau tidak pernah dididik dan diajari sopan santun hingga mulutmu itu lebih nista dari kotoran anjing?" Dada Carlos bergemuruh, kilatan kebencian tak luput dari matanya. Dia menyalakan mesin mobil, menarik tuas gigi kemudian menginjak pedal gas dalam-dalam. Kecepatan kendaraan semakin meninggi, mobil bak mengapung di atas aspal, membelah jalanan melewati kendaraan-kendaraan lainnya. Menyelip, menyisip dan menerobos lampu merah yang tengah menyala. Cari
Bagaimana rasanya bila tubuh dan kehormatan yang dijaga selama ini, hanya dianggap sampah oleh pria yang tak pernah mengenal arti cinta. Pria yang semasa hidupnya bergelimangan harta, tetapi ada ruang di dalam hati yang teramat kosong. Rasa hampa pun sering menelusup ke dalam nurani. Namun, ia tangkis dengan dendam jua kebencian. Dendam pada sang ibu, dia balaskan kepada perempuan mana pun yang ia mau.Setelah berkendara selama lima belas menit, Carlos memakirkan kendaraannya di depan pelataran. Dia keluar begitu saja meninggalkan Carissa yang masih shock dengan kejadian beberapa saat lalu. Pria egois itu melenggang masuk ke dalam hunian bak istana seraya merapikan jas mewahnya. Wajah tanpa dosa, dia suguhkan kepada semua orang. Sedangkan Carissa, harus siap dengan orang-orang yang akan memberondong dengan ribuan pertanyaan.Gadis itu perlahan bergerak. Dia berjalan lemah dengan tangan menyilang menutupi tubuh atas yang terbuka. Dia berharap
"Sepertinya mobil hitam itu membuntutiku sedari tadi!" Jacob bermanuver dengan membelokkan mobilnya mencari jalan lain seraya menancap gas, menambah laju kecepatan. "Benar berarti, ada yang sedang mengikutiku. Tapi siapa mereka dan ada maksud apa?" gumam Jacob bingung. Berkali-kali dia memperhatikan kendaraan di belakangnya dari balik kaca spion. Sementara dari dalam mobil tersebut, tiga pria yang menjadi orang suruhan Carlos tengah berbagi tugas. Di mana salah satu dari mereka akan meluncurkan sebuah tembakan ke arah ban mobil Jacob, sementara yang lainnya bertugas menyetir mobil dan memperhatikan kondisi sekeliling. "Bagaimana, apakah aman untuk mengeksekusi sekarang?" "Nanti saja, kita tunggu mobil itu masuk highway. Baru kita lakukan perintah dari tuan Carlos," sahut salah seorang dari mereka. "Kalau kita mencelakai orang itu di sini, bukan hanya target yang akan mati. Namun, orang-orang yang berada di sekitarnya bisa terkena imbas." Setelah setengah jam terjadi aksi kejar-kejar
Saat ini, batin Carissa benar-benar dalam keadaan terguncang. Di satu sisi, dia dikhawatirkan oleh kondisi Heleina yang tiba-tiba melemah. Satu sisi lain, dia dihadapkan dengan kenyataan bahwa nyawa sang ayah sudah berada di ujung tanduk."Ya Tuhan... aku harus mencari ke mana uang sebanyak itu? Bahkan untuk membayar uang mukanya saja, tidak cukup sekedar menjual perhiasan mama."Carissa berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang ICU. Tangan yang bergetar, sesekali menyapu air mata yang terus saja mengalir tiada henti. Ketakutan menelesup ke dalam sanubari, memikirkan keadaan kedua orang tuanya yang sama-sama terbaring lemah tidak sadarkan diri."Apa aku meminta tolong tuan Charles saja ya? Dia pasti bersedia membantuku." Carissa mencoba menghubungi nomor majikan orang tuanya itu. Namun, sia-sia karena Charles tidak mengangkat panggilannya. "Ya Tuhan... bahkan tuan Charles pun disaat dibutuhkan seperti ini, sulit sekali untuk dihubungi."Carissa mengerutkan dahi lantaran kepanikan ya
Ayah adalah cinta pertama bagi setiap anak perempuan. Ketika lelaki yang menjadi cinta pertama pergi untuk selama-lamanya, di sanalah titik terendah yang mampu meluluh lantahkan hidup dan hati seorang wanita. Dunia pun seakan berhenti berputar untuk sesaat. Karena kebahagiaan, bak direnggut secara paksa. Tiada lagi tempat yang bisa dijadikan sandaran. Selain bertumpu pada kaki sendiri dengan kedua pundak yang berusaha tegar."Maafkan saya, Carissa. Tadi saya sedang ada pertemuan. Jadi, tidak sempat mengangkat teleponmu," sesal Charles memeluk tubuh gadis yang tengah berkabung.Carissa menganggukkan kepala. "Tidak apa-apa Tuan... lagi pula ini semua sudah menjadi suratan takdir. Kalau papa harus meninggalkan dunia, secepat ini."Charles mengusap-usap punggung Carissa. "Tabah ya, Nak. Jacob orang baik, dia pasti sudah tenang di alam sana ... dan kamu harus bangkit, demi mamamu."Carissa melepas dekapan dan menatap sendu ke arah Charles. "Terima kasih, Tuan. Kata-kata Tuan telah menyadar
"Long time no see, Beatrize. How are you?" "Seperti yang kamu lihat, Dav!" Beatrize duduk dengan anggun di atas sofa lalu melepas kaca mata hitam miliknya. Pria dengan label manajer tersebut menghampiri Beatrize kemudian duduk di samping wanita tersebut. "I miss you, darl!" Beatrize berdecak. "Aku sedang tidak mood!" "Kamu butuh sesuatu? Like sampanye, wine, or—" "Aku sedang tidak ingin minum." "Lalu?" "Dav, aku ingin melihat rekaman cctv dua minggu yang lalu. Saat itu aku tengah mabuk. Aku penasaran siapa yang telah membawaku dari klub dan berani-beraninya mengerjaiku." "Aku sangat tahu siapa!" "Siapa?" "Infoku tidak gratis Beatrize!" Beatrize mendengkus. "Kamu licik!" David tergelak. "Aku memang licik. Karena aku seekor rubah." Beatrize memutar bola matanya malas. Dia mengeluarkan satu batang rokok dari dalam tas. David sigap menyalakan alat pemantik. "Thankyou." "Jadi, bagaimana? Kamu menginginkan informasi itu atau tidak?" David menyandarkan punggungnya dengan kedu
Dua puluh tahun yang silamSiang itu menjadi siang paling kelabu bagi seorang anak laki-laki bernama Carlos. Di mana wanita yang telah melahirkan dia ke dunia, dengan tega mencampakkan sang ayah beserta dirinya, demi pria muda yang memiliki banyak kekayaan. Tangisan jua rengekan, seakan angin lalu yang menggelitik indera pendengaran. Wanita cantik itu pergi, meninggalkan masa lalu dengan menyisakan luka mendalam pada hati sang anak."Mommy... kumohon jangan pergi!!" pinta Carlos kecil sembari mencengkeram kaki sang ibu. Namun, wanita yang dipanggil ibu olehnya terus saja berjalan dan menghentak-hentakkan kaki. Tubuh Carlos hilang keseimbangan, dia tersungkur dengan pelipis membentur aspal panas."Jangan membuntutiku lagi atau aku tidak akan segan-segan untuk menyakitimu, Carlos! Lupakan bahwa aku ibumu, anggap saja kalau aku telah tiada. Karena aku pun telah menganggapmu dan Charles, mati!" pekik Beatri