"Masuk!!" Carlos mendorong Carissa, memaksa gadis itu untuk masuk ke dalam mobil. Dia membanting pintu lantas berjalan berputar lanjut mendaratkan tubuhnya di belakang kemudi. "Aku paling tidak suka dibantah oleh perempuan rendahan sepertimu! Terlebih kamu hanyalah seorang anak pembantu. Sama posisinya dengan pengesat kaki, hanya untuk aku injak-injak!!"
Carissa menyalang murka, api kebencian berkobar di kedua netra birunya. "Tajam sekali ucapanmu wahai Tuan muda. Apa kau tidak pernah dididik dan diajari sopan santun hingga mulutmu itu lebih nista dari kotoran anjing?"
Dada Carlos bergemuruh, kilatan kebencian tak luput dari matanya. Dia menyalakan mesin mobil, menarik tuas gigi kemudian menginjak pedal gas dalam-dalam. Kecepatan kendaraan semakin meninggi, mobil bak mengapung di atas aspal, membelah jalanan melewati kendaraan-kendaraan lainnya. Menyelip, menyisip dan menerobos lampu merah yang tengah menyala.
Carissa mengatup kedua mata seraya berpegangan pada handle yang berada di atas kepala dengan sekuat tenaga. Carlos menarik bibir ke salah satu sudut lantas menginjak pedal rem tiba-tiba. Tubuh Carissa terpelanting ke depan, kepalanya menghantam dashboard mobil. Terlihat luka memar di atas pelipis sebelah kiri.
"Aw..." keluh Carissa memegangi kening sebab dia merasakan kepalanya seakan berputar-putar.
Belum habis rasa pening, kini Carlos menarik tengkuk Carissa lalu memagut bibir tipis itu yang belum terjamah oleh bibir siapa pun. Carissa terhenyak, dia memukul dada bidang Carlos berkali-kali. Akan tetapi, si pria arogan bertambah semangat untuk mencumbu benda lembut itu.
Carissa masih terus memberontak. Namun, Carlos menarik rambutnya membuat gadis manis itu sontak membuka mulut dan Carlos dengan leluasa menikmati setiap sudut rongga hangat seraya menyesap kuat benda tak bertulang. Napas Carissa semakin terbatas, dia akhirnya menggigit lidah Carlos untuk melepaskan diri.
"Ah... apa yang kamu lakukan?" erang Carlos karena rasa sakit yang teramat dari dalam mulutnya. "Darah? Waw... aku tidak menyangka kalau wanita lembut sepertimu ternyata liar di dalamnya," cicit Carlos menekan perasaan Carissa.
"What, aku liar? Aku terpaksa melakukan itu karena kamu terus saja mencumbu dan tidak memberikan ruang untukku bernapas lega!" seru Carissa tidak terima kalau Carlos menyebutnya liar.
Carlos terkekeh, "Ayolah... aku tahu persis bagaimana karakter perempuan dari kelas rendahan sepertimu! Berpura-pura menjadi gadis polos, padahal aslinya—"
"Aslinya apa?" potong Carissa.
Carlos mencondongkan punggungnya dan mengekang pergerakan tubuh Carissa. Matanya menatap dalam dengan tangan membelai lembut pipi Carissa. "Aslinya sama seperti perempuan lain, perlahan menjajakan tubuh demi uang yang aku punya. Aku yakin kalau kamu sudah tidak perawan, 'kan?"
Saliva diteguk kasar, sebuah tamparan mendarat dengan mulus di atas pipi si pria kejam. "Jaga omonganmu, Tuan Carlos! Ternyata harta, kekuasaan dan pendidikan tinggi ... tidak bisa mencuci mulut busukmu itu! Sekali busuk tetap saja busuk!!"
Carissa melepas sabuk pengaman dan menarik handle pintu ingin keluar dari mobil dan sesegera mungkin menjauh dari lelaki yang membutnya bergidig ketakutan. Namun, dia lupa kalau mobil yang dinaikinya itu memiliki teknologi mumpuni. Carlos hanya tertawa meremehkan seraya menggeleng-gelengkan kepala.
"Carissa Cassiopeia Oakley, si gadis bodoh dari keluarga miskin. Aku beritahu, mobil ini menggunakan central lock. Semua kunci pintu, ada dalam kendaliku. Kamu mau kabur begitu saja setelah melukai lidahku? Oh, jangan bermimpi sebelum aku memberi pelajaran yang tidak akan kamu lupakan!!"
Melihat seringai menakutkan dari raut Carlos, keberanian Carissa runtuh seketika. Air mata yang ditahan sedari tadi, kini berderai membasahi kedua pipi. Karena saat ini Carlos mendekat lalu merobek bagian atas dress putihnya, menjadikan tubuh putih mulus terpampang di pelupuk mata.
"Kamu mau apa, hah...?" Carissa menyilangkan kedua tangan untuk menutupi dada yang terbuka.
Carlos tertegun melihat keindahan yang tersaji di depan mata. "Sudah berapa banyak pria yang menjamah tubuh murahmu itu, Carissa?"
Tamparan kedua mendarat, Carissa benar-benar murka. "Sudah aku peringatkan ... jaga omonganmu itu, Tuan Carlos! Perlu kamu tahu, kamu adalah laki-laki pertama yang menciumku. Menyentuh dan melihat tubuhku. Dan sampai saat ini, aku masih mempertahankan kesucianku. Jadi, kamu salah besar kalau menganggapku sama dengan perempuan lainnya!"
"Benarkah?" Carlos semakin mendekat. Menjadikan jarak antara dia dengan Carissa hanya terbatas tarikan napas. "Kalau begitu, boleh aku yang mencicipinya untuk pertama kali? Dengan begitu aku bisa mengetahui apakah kamu masih suci atau sama kotornya seperti perempuan-perempuan di luaran sana," bisik Carlos. Namun, amat menohok ke dalam sanubari.
Carissa melengos dan menutup mata. Carlos tertawa puas melihat gadis di depannya tidak berkutik. "Kenapa memejamkan mata, sudah tak tahan tubuh kerempengmu aku jamah, Nona? Tenang saja, aku juga tidak sudi menyentuh seorang anak pembantu. Karena itu sama saja dengan merendahkan harga diri jua martabatku!"
Carlos menarik tubuhnya dari hadapan Carissa dan kembali melajukan kendaraan menuju kediaman keluarga Leon. Gadis bersurai cokelat terang, menahan sekuat hati perasaan yang berkecambuk di dalam dada. Ingin rasanya dia mencekik dan mencabut nyawa pria dingin di sampingnya saat itu juga.
***
Bagaimana rasanya bila tubuh dan kehormatan yang dijaga selama ini, hanya dianggap sampah oleh pria yang tak pernah mengenal arti cinta. Pria yang semasa hidupnya bergelimangan harta, tetapi ada ruang di dalam hati yang teramat kosong. Rasa hampa pun sering menelusup ke dalam nurani. Namun, ia tangkis dengan dendam jua kebencian. Dendam pada sang ibu, dia balaskan kepada perempuan mana pun yang ia mau.Setelah berkendara selama lima belas menit, Carlos memakirkan kendaraannya di depan pelataran. Dia keluar begitu saja meninggalkan Carissa yang masih shock dengan kejadian beberapa saat lalu. Pria egois itu melenggang masuk ke dalam hunian bak istana seraya merapikan jas mewahnya. Wajah tanpa dosa, dia suguhkan kepada semua orang. Sedangkan Carissa, harus siap dengan orang-orang yang akan memberondong dengan ribuan pertanyaan.Gadis itu perlahan bergerak. Dia berjalan lemah dengan tangan menyilang menutupi tubuh atas yang terbuka. Dia berharap
"Sepertinya mobil hitam itu membuntutiku sedari tadi!" Jacob bermanuver dengan membelokkan mobilnya mencari jalan lain seraya menancap gas, menambah laju kecepatan. "Benar berarti, ada yang sedang mengikutiku. Tapi siapa mereka dan ada maksud apa?" gumam Jacob bingung. Berkali-kali dia memperhatikan kendaraan di belakangnya dari balik kaca spion. Sementara dari dalam mobil tersebut, tiga pria yang menjadi orang suruhan Carlos tengah berbagi tugas. Di mana salah satu dari mereka akan meluncurkan sebuah tembakan ke arah ban mobil Jacob, sementara yang lainnya bertugas menyetir mobil dan memperhatikan kondisi sekeliling. "Bagaimana, apakah aman untuk mengeksekusi sekarang?" "Nanti saja, kita tunggu mobil itu masuk highway. Baru kita lakukan perintah dari tuan Carlos," sahut salah seorang dari mereka. "Kalau kita mencelakai orang itu di sini, bukan hanya target yang akan mati. Namun, orang-orang yang berada di sekitarnya bisa terkena imbas." Setelah setengah jam terjadi aksi kejar-kejar
Saat ini, batin Carissa benar-benar dalam keadaan terguncang. Di satu sisi, dia dikhawatirkan oleh kondisi Heleina yang tiba-tiba melemah. Satu sisi lain, dia dihadapkan dengan kenyataan bahwa nyawa sang ayah sudah berada di ujung tanduk."Ya Tuhan... aku harus mencari ke mana uang sebanyak itu? Bahkan untuk membayar uang mukanya saja, tidak cukup sekedar menjual perhiasan mama."Carissa berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang ICU. Tangan yang bergetar, sesekali menyapu air mata yang terus saja mengalir tiada henti. Ketakutan menelesup ke dalam sanubari, memikirkan keadaan kedua orang tuanya yang sama-sama terbaring lemah tidak sadarkan diri."Apa aku meminta tolong tuan Charles saja ya? Dia pasti bersedia membantuku." Carissa mencoba menghubungi nomor majikan orang tuanya itu. Namun, sia-sia karena Charles tidak mengangkat panggilannya. "Ya Tuhan... bahkan tuan Charles pun disaat dibutuhkan seperti ini, sulit sekali untuk dihubungi."Carissa mengerutkan dahi lantaran kepanikan ya
Ayah adalah cinta pertama bagi setiap anak perempuan. Ketika lelaki yang menjadi cinta pertama pergi untuk selama-lamanya, di sanalah titik terendah yang mampu meluluh lantahkan hidup dan hati seorang wanita. Dunia pun seakan berhenti berputar untuk sesaat. Karena kebahagiaan, bak direnggut secara paksa. Tiada lagi tempat yang bisa dijadikan sandaran. Selain bertumpu pada kaki sendiri dengan kedua pundak yang berusaha tegar."Maafkan saya, Carissa. Tadi saya sedang ada pertemuan. Jadi, tidak sempat mengangkat teleponmu," sesal Charles memeluk tubuh gadis yang tengah berkabung.Carissa menganggukkan kepala. "Tidak apa-apa Tuan... lagi pula ini semua sudah menjadi suratan takdir. Kalau papa harus meninggalkan dunia, secepat ini."Charles mengusap-usap punggung Carissa. "Tabah ya, Nak. Jacob orang baik, dia pasti sudah tenang di alam sana ... dan kamu harus bangkit, demi mamamu."Carissa melepas dekapan dan menatap sendu ke arah Charles. "Terima kasih, Tuan. Kata-kata Tuan telah menyadar
"Long time no see, Beatrize. How are you?" "Seperti yang kamu lihat, Dav!" Beatrize duduk dengan anggun di atas sofa lalu melepas kaca mata hitam miliknya. Pria dengan label manajer tersebut menghampiri Beatrize kemudian duduk di samping wanita tersebut. "I miss you, darl!" Beatrize berdecak. "Aku sedang tidak mood!" "Kamu butuh sesuatu? Like sampanye, wine, or—" "Aku sedang tidak ingin minum." "Lalu?" "Dav, aku ingin melihat rekaman cctv dua minggu yang lalu. Saat itu aku tengah mabuk. Aku penasaran siapa yang telah membawaku dari klub dan berani-beraninya mengerjaiku." "Aku sangat tahu siapa!" "Siapa?" "Infoku tidak gratis Beatrize!" Beatrize mendengkus. "Kamu licik!" David tergelak. "Aku memang licik. Karena aku seekor rubah." Beatrize memutar bola matanya malas. Dia mengeluarkan satu batang rokok dari dalam tas. David sigap menyalakan alat pemantik. "Thankyou." "Jadi, bagaimana? Kamu menginginkan informasi itu atau tidak?" David menyandarkan punggungnya dengan kedu
Dua puluh tahun yang silamSiang itu menjadi siang paling kelabu bagi seorang anak laki-laki bernama Carlos. Di mana wanita yang telah melahirkan dia ke dunia, dengan tega mencampakkan sang ayah beserta dirinya, demi pria muda yang memiliki banyak kekayaan. Tangisan jua rengekan, seakan angin lalu yang menggelitik indera pendengaran. Wanita cantik itu pergi, meninggalkan masa lalu dengan menyisakan luka mendalam pada hati sang anak."Mommy... kumohon jangan pergi!!" pinta Carlos kecil sembari mencengkeram kaki sang ibu. Namun, wanita yang dipanggil ibu olehnya terus saja berjalan dan menghentak-hentakkan kaki. Tubuh Carlos hilang keseimbangan, dia tersungkur dengan pelipis membentur aspal panas."Jangan membuntutiku lagi atau aku tidak akan segan-segan untuk menyakitimu, Carlos! Lupakan bahwa aku ibumu, anggap saja kalau aku telah tiada. Karena aku pun telah menganggapmu dan Charles, mati!" pekik Beatri
Di sebuah kamar kosong, sepasang manusia tengah melakukan aktifitas di luar batas norma. Keduanya tidak mempedulikan tentang status mereka yang sama-sama terikat oleh tali suci pernikahan. "Oh... baby," racau seorang wanita yang duduk di atas tubuh lelakinya. "Apa kamu yakin istrimu itu tidak akan pulang lebih awal?" tanya perempuan tersebut menggoyang-goyangkan pinggulnya. "Ayolah Agatha... jangan membahas nenek peot itu. Membuat mood-ku hancur seketika!" Gadis bernama Agatha mempercepat gerakan tubuhnya. Suara desahan dan erangan bersahutan dari bibir para pencari kenikmatan. Semakin lama semakin cepat, tubuh Agatha menggelinjang dengan kepala tertarik ke belakang. "Faster baby..." sahut si lelaki. Dia turut menggerakkan pinggul, menyambut puncak kenikmatan yang ditunggu-tunggu. Akan tetapi, suara pekikan Agatha menghancurkan khayalannya.
Carlos mengendarai mobil sport ke arah hutan belantara, tidak tahu apa yang terpikir di otaknya saat ini. Namun, yang pasti bukanlah sesuatu yang baik. Dia menatap ke arah Beatrize dari balik kaca spion, senyuman licik tersungging. Rencana jahat berkelibat di pikiran, membangkitkan kenangan lama dua puluh tahun yang silam. Kenangan, di mana semuanya berubah drastis. Hal indah menjadi nestapa. Kebahagiaan luruh, kepedihan menghampiri. Anak kecil penuh penyayang, kini bak seekor monster tak berhati, tak berperasaan. Menyimpan dendam dan berniat membalaskannya, sesegera mungkin. Malam semakin larut dan kendaraan yang membawa Beatrize mulai meninggalkan kota dan kini melewati jalanan sepi. Di mana bukit dan deretan pohon mengelilingi jalanan tersebut. Sudah satu jam Carlos berkendara, tetapi dia belum juga berhenti. Tidak tahu ke mana dia akan membawa wanita tersebut. Wanita yang melekat di ingatannya sebagai perempuan cantik, tetapi b