T_T Ya ampun Dewa .... Ada yang tahu gak kira-kira bantuan apa yang diberikan Rosalyn dan Dewa pada Fabian? ^^
Tubuh Rosalyn menegang mendengar nama itu, tangannya mengepal dan jantungnya terasa diremas kuat. Ia ingin bertanya mengapa Dewa masih mengenang mantan kekasih, tetapi lidahnya terasa kelu dan mulut terkatup rapat.“Sayang?” Dewa menoleh ke samping dan memperhatikan raut wajah suram dari paras cantik. “Jangan salah paham,” sambungnya.“Apa maksudnya?” Suara Rosalyn bergelombang.“Duduk dulu, oke!” Dewa menarik pelan pergelangan tangan Rosalyn, tetapi wanita itu buru-buru menariknya. Ia menghela napas karena melakukan kesalahan besar, pikir Dewa sudah pasti sang istri cemburu.Pada akhirnya Dewa tidak memaksa, membiarkan Rosalyn menjauh dan duduk di sofa yang berseberangan dengan ranjang.Sedangkan Rosalyn menatap tajam wajah suami. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Dewa tahu apa yang tengah dirasakan oleh wanita itu.“Aku mimpi.”“Iya aku tahu. Mimpi mantan terindah bukan? Bagaimana kabarnya?”Dewa menghela napas mendengar deret pertanyaan bernada cemburu. Biasanya ia senang, tetap
Satu hari sebelumnya di Vila Caldwell.“Kenapa kamu menyerah, katanya mau berjuang demi Anna?” Rosalyn menghela napas panjang melihat wajah lesu teman kecil sekaligus cinta monyet masa belia.“Justru aku sedang berjuang.” Fabian memelotot pada Dewa yang akan menyela ucapannya.“Tadi kami bertengkar, itu karena … salahku tidak bisa menahan diri. Aku serius ingin menikahi Anna, apalagi belakangan ini Ibu sakit-sakitan. Tapi dia masih ragu, makanya besok aku mau melamar Anna.“Masalahnya, sulit sekali mencari cincin yang sesuai. Aku tidak pernah membelikan apa pun untuk perempuan selain ibuku. Sudah berpindah toko perhiasan tapi cincin untuk Anna belum ketemu. Aku datang ke sini minta bantuan kalian, dan suamimu malah mengomel tidak jelas.”Mendengar penuturan panjang dari Fabian membuat Rosalyn mengulum senyum. Semula, ia pikir Fabian tidak lagi berjuang mengejar Anna ternyata hanya masalah kecil bagi
“Bagaimana bisa mempersiapkan perikahan dalam waktu satu minggu? Ibu terlalu terburu-buru,” gumam Fabian.Setelah melamar Anna, Fabian berpamitan pada Feli. Ia juga membawa calon istri pergi menuju Venesia. Pria itu berharap teman kecilnya dapat membantu, karena ia tidak ingin gagal membina hubungan.“Ada masalah lagi, kali ini jauh lebih besar!” Suara Fabian meninggi.Di belakang pria itu Anna melongok kepala dan tersenyum canggung pada Rosalyn yang memicingkan mata.“Kalian datang berdua?” Rosalyn menghampiri Fabian dan Anna. Ia memeluk teman wanitanya.Anna mengangguk. Sudut mata gadis itu mengeluarkan lelehan hangat yang membasahi bahu Rosalyn. Bahkan tubuhnya berguncang hebat teringat betapa tulus Fabian mengucapkan kata-kata manis memintanya menikah.Dari dalam vila, Dewa menatap dalam pada ketiga orang di ambang pintu. Meskipun belum mendengar apa pun dari mulut Fabian, tetapi perasaan pria ini sang
“Aku memiliki satu pengumuman,” kata orang itu sambil tersenyum lebar dan netra tertuju pada seseorang.Seketika semua tamu kembali duduk di tempatnya masing-masing. Mereka juga saling berbisik satu sama lain. Sedangkan Rosalyn tercengang melihat pria yang sangat dikenalnya berdiri di atas altar pernikahan, di belakang sosok itu Fabian dan Anna melempar senyuman pada semua orang.Dewa merunduk lantas berbisik, “Apa yang Tuan Jack lakukan? Memangnya ada informasi penting?”Sebagai putri angkat, Rosalyn tidak mengetahui apa pun. Ia mengedik kedua bahu seraya menyahut, “Aku juga tidak tahu apa-apa. Kita dengarkan saja.”Setelah suasana cukup khidmat, Tuan Jack mengeluarkan sesuatu dari saku. Itu adalah benda berkilau yang sangat cantik untuk seorang wanita. Tentu saja semua tamu terbelalak, menyakini bahwa pria paruh baya berniat melamar seseorng. Hanya saja siapa sosok perempuan idaman Tuan jack?Pria paruh baya be
“Kenapa kita ke sini?” tanya Rosalyn sembari mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan.Baru saja selesai bertanya, ia mendengar hentak sepatu pantofel seolah berjalan mendekat ke arahnya. Ketika Rosalyn menolehkan kepala, kelopak matanya melebar melihat sosok itu berdiri tegak.Kini sorot mata hazel bergeser pada Dewa. Pria itu mengangguk pelan, membenarkan pertanyaan yang tersirat melalui indera penglihatan.“Kakak?” lirih Rosalyn memanggil pria itu. Pandangannya pun berubah sendu menatap dua orang pria tampan.“Aku datang bukan untuk mencari keributan. Suamimu yang minta.” Pria itu melangkah kecil mendekati Rosalyn dan Dewa.Sudut bibir Dewa berkedut tipis dan ekor matanya melirik tajam pada pria yang teramat dibenci. Ya, perasaan sebak itu masih menggerogoti dalam hati, ia tidak pernah lupa peristiwa masa lalu. Awal mula segala permasalahan muncul karena tingkah kakak ipar.“Aku tidak mau meninggalkan kalian berdua!” sergah Dewa, “jangan lupa janjimu Kevin!”Kevin tersenyum kecut la
“Bagaimana kondisinya? Sekarang dia ada di mana?” desak Kevin sesampainya di rumah sakit. Pria bertubuh tegap itu mencengkeram kerah pakaian Bella. Seakan-akan Kevin tidaklah peduli bahwa orang yang ada di depannya adalah perempuan. “Pak!” tegur Sipir bertubuh bak atlet binaraga itu. “Lepas!” “Bagaimana dengan bayinya? Anakku selamat ‘kan?” cerca Kevin, ia menanti kepastian. “Itu—” Ucapan Sipir terhenti ketika Dewa dan Rosalyn baru saja tiba. Tadi, setelah mobil yang dikemudikan Dewa parkir, Kevin keluar lebih dahulu dan berlari. Sedangkan pasangan itu menyusul belakangan. Melihat tindak kekerasan yang dilakukan oleh Kevin, sigap Dewa merangkul tubuh kakak ipar dan melepaskan tangan pria itu dari kerah baju seragam penjaga rumah tahanan. Ia membawa Kevin mundur beberapa langkah, khawatir terjadi penyerangan sehingga nantinya berbuntut panjang. Sebagai adik, Rosalyn menggantikan kakaknya untuk bertanya pada Sipir. Meskipun lubuk hati antara mencemaskan kondisi mantan kekasih
“Anna dan Fabian mengundur jadwal berangkat bulan madu,” tutur Dewa setelah mengakhiri percakapan di telepon bersama mantan rival. Rosalyn yang sedang duduk di tepi ranjang mendongak, menatap lurus sang suami. Kelopak matanya berkedip-kedip lembut. Ia menyahut, “Kenapa? Apa Anna sakit?” Dewa menggeleng dan menghela napas, lantas berucap lirih, “Mereka tidak mau senang-senang sementara kamu sedang menghadapi masalah.” Untuk sesaat Rosalyn bergeming mencerna kata demi kata yang terlontar dari bibir sensual. Kemudian rasa bersalah menggigit relung hati. Ia tidak menyangka Fabian dan Anna sampai membatalkan rencana penting mereka. Ketika ia terhanyut dengan pikirannya sendiri, ponsel miliknya berdenting. Gegas Rosalyn meraih benda tipis itu di atas nakas. Ia membaca pesan singkat dari Feli, Tuan Jack dan Fabian. Semua isinya sama. [Apa kamu baik-baik saja, Rosalyn?] Bibir Rosalyn tersenyum simpul. Tentu saja ia baik-baik saja, meskipun hatinya saat ini mencemaskan Vinsensia. Ia pu
“Jangan terlalu memercayai Kevin. Aku takut dia memanfaatkan situasi,” bisik Fabian pada Dewa. Kedua pria tampan dan mapan itu mengamati interaksi Kevin dan Mathilda. Tampaknya kakak kandung Rosalyn menanamkan kebencian sangat dalam pada sang ibu. Bahkan, Kevin tegas menghempas tangn Mathilda yang menyentuhnya. “Kasar sekali!” geram Fabian sembari melangkah menuju gerbang depan. Akan tetapi, Dewa mencekal pergelangan tangan mantan rival lalu menggeleng pelan. Sebenarnya ia tidak ingin membuat keributan di area ini. “Itu urusan mereka, sebaiknya kita tidak perlu ikut campur. Di sana juga ada Paman Felix.” Ucapan Dewa diangguki Fabian. Tidak lama kemudian keduanya melihat Kevin telah menjauh dan mengemudikan kendaraan roda dua. Sama halnya dengan Mathilda, langsung masuk mobil lalu meninggalkan kawasan ini. Sedangkan Rosalyn masih berjongkok di samping pusara Vinsensia. Netra hazel menatap dalam pada batu nisan yang baru saja terpasang. Ia menghela napas panjang, lalu Anna mengusap