“Aku memiliki satu pengumuman,” kata orang itu sambil tersenyum lebar dan netra tertuju pada seseorang.
Seketika semua tamu kembali duduk di tempatnya masing-masing. Mereka juga saling berbisik satu sama lain. Sedangkan Rosalyn tercengang melihat pria yang sangat dikenalnya berdiri di atas altar pernikahan, di belakang sosok itu Fabian dan Anna melempar senyuman pada semua orang.
Dewa merunduk lantas berbisik, “Apa yang Tuan Jack lakukan? Memangnya ada informasi penting?”
Sebagai putri angkat, Rosalyn tidak mengetahui apa pun. Ia mengedik kedua bahu seraya menyahut, “Aku juga tidak tahu apa-apa. Kita dengarkan saja.”
Setelah suasana cukup khidmat, Tuan Jack mengeluarkan sesuatu dari saku. Itu adalah benda berkilau yang sangat cantik untuk seorang wanita. Tentu saja semua tamu terbelalak, menyakini bahwa pria paruh baya berniat melamar seseorng. Hanya saja siapa sosok perempuan idaman Tuan jack?
Pria paruh baya be
“Kenapa kita ke sini?” tanya Rosalyn sembari mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan.Baru saja selesai bertanya, ia mendengar hentak sepatu pantofel seolah berjalan mendekat ke arahnya. Ketika Rosalyn menolehkan kepala, kelopak matanya melebar melihat sosok itu berdiri tegak.Kini sorot mata hazel bergeser pada Dewa. Pria itu mengangguk pelan, membenarkan pertanyaan yang tersirat melalui indera penglihatan.“Kakak?” lirih Rosalyn memanggil pria itu. Pandangannya pun berubah sendu menatap dua orang pria tampan.“Aku datang bukan untuk mencari keributan. Suamimu yang minta.” Pria itu melangkah kecil mendekati Rosalyn dan Dewa.Sudut bibir Dewa berkedut tipis dan ekor matanya melirik tajam pada pria yang teramat dibenci. Ya, perasaan sebak itu masih menggerogoti dalam hati, ia tidak pernah lupa peristiwa masa lalu. Awal mula segala permasalahan muncul karena tingkah kakak ipar.“Aku tidak mau meninggalkan kalian berdua!” sergah Dewa, “jangan lupa janjimu Kevin!”Kevin tersenyum kecut la
“Bagaimana kondisinya? Sekarang dia ada di mana?” desak Kevin sesampainya di rumah sakit. Pria bertubuh tegap itu mencengkeram kerah pakaian Bella. Seakan-akan Kevin tidaklah peduli bahwa orang yang ada di depannya adalah perempuan. “Pak!” tegur Sipir bertubuh bak atlet binaraga itu. “Lepas!” “Bagaimana dengan bayinya? Anakku selamat ‘kan?” cerca Kevin, ia menanti kepastian. “Itu—” Ucapan Sipir terhenti ketika Dewa dan Rosalyn baru saja tiba. Tadi, setelah mobil yang dikemudikan Dewa parkir, Kevin keluar lebih dahulu dan berlari. Sedangkan pasangan itu menyusul belakangan. Melihat tindak kekerasan yang dilakukan oleh Kevin, sigap Dewa merangkul tubuh kakak ipar dan melepaskan tangan pria itu dari kerah baju seragam penjaga rumah tahanan. Ia membawa Kevin mundur beberapa langkah, khawatir terjadi penyerangan sehingga nantinya berbuntut panjang. Sebagai adik, Rosalyn menggantikan kakaknya untuk bertanya pada Sipir. Meskipun lubuk hati antara mencemaskan kondisi mantan kekasih
“Anna dan Fabian mengundur jadwal berangkat bulan madu,” tutur Dewa setelah mengakhiri percakapan di telepon bersama mantan rival. Rosalyn yang sedang duduk di tepi ranjang mendongak, menatap lurus sang suami. Kelopak matanya berkedip-kedip lembut. Ia menyahut, “Kenapa? Apa Anna sakit?” Dewa menggeleng dan menghela napas, lantas berucap lirih, “Mereka tidak mau senang-senang sementara kamu sedang menghadapi masalah.” Untuk sesaat Rosalyn bergeming mencerna kata demi kata yang terlontar dari bibir sensual. Kemudian rasa bersalah menggigit relung hati. Ia tidak menyangka Fabian dan Anna sampai membatalkan rencana penting mereka. Ketika ia terhanyut dengan pikirannya sendiri, ponsel miliknya berdenting. Gegas Rosalyn meraih benda tipis itu di atas nakas. Ia membaca pesan singkat dari Feli, Tuan Jack dan Fabian. Semua isinya sama. [Apa kamu baik-baik saja, Rosalyn?] Bibir Rosalyn tersenyum simpul. Tentu saja ia baik-baik saja, meskipun hatinya saat ini mencemaskan Vinsensia. Ia pu
“Jangan terlalu memercayai Kevin. Aku takut dia memanfaatkan situasi,” bisik Fabian pada Dewa. Kedua pria tampan dan mapan itu mengamati interaksi Kevin dan Mathilda. Tampaknya kakak kandung Rosalyn menanamkan kebencian sangat dalam pada sang ibu. Bahkan, Kevin tegas menghempas tangn Mathilda yang menyentuhnya. “Kasar sekali!” geram Fabian sembari melangkah menuju gerbang depan. Akan tetapi, Dewa mencekal pergelangan tangan mantan rival lalu menggeleng pelan. Sebenarnya ia tidak ingin membuat keributan di area ini. “Itu urusan mereka, sebaiknya kita tidak perlu ikut campur. Di sana juga ada Paman Felix.” Ucapan Dewa diangguki Fabian. Tidak lama kemudian keduanya melihat Kevin telah menjauh dan mengemudikan kendaraan roda dua. Sama halnya dengan Mathilda, langsung masuk mobil lalu meninggalkan kawasan ini. Sedangkan Rosalyn masih berjongkok di samping pusara Vinsensia. Netra hazel menatap dalam pada batu nisan yang baru saja terpasang. Ia menghela napas panjang, lalu Anna mengusap
Satu bulan berlalu, kehidupan Rosalyn dan Dewa berjalan mulus. Sama halnya dengan Fabian dan Anna. Setiap akhir pekan, kedua pasangan itu selalu double date. Entah itu sekadar makan atau menonton film komedi di bioskop. Seperti saat ini, mereka berada di salah satu pusat perbelanjaan.“Besok Janeta boleh pulang. Aku tidak sabar melihatnya. Kak Kevin bilang jam sepuluh pagi bertemu di pusat medis,” ujar Rosalyn bernada antusias.Selama sebulan ini juga ia rajin bertukar kabar dengan sang kakak. Rosalyn bahagia karena Kevin telah mendapat pekerjaan layak dan hidupnya tampak sangat baik. Ia percaya kakaknya mampu merawat bayi mungil itu.“Benarkah? Janeta pasti senang Papanya mau jemput. Apa aku boleh melihat anak itu di rumah sakit?” pinta Anna sambil menggenggam tangan Rosalyn.Rosalyn melirik Fabian lantas bertutur, “Itu tergantung suamimu. Ingat, sekarang kamu seorang istri.”Sebelum Anna bertanya, Fabian lebih dulu bersuara. “Aku izinkan asalkan kamu melihat Janeta bukan Kevin!”Men
“Sebenarnya aku salah apa?” gumam pemilik bibir tipis merah muda. Saat ini Rosalyn berdiri di balkon kamar.Dua hari ini Rosalyn merasa ada yang aneh dengan kehidupannya. Dewa selalu pulang larut malam, dan wajah pria itu sangatlah masam. Bahkan anak-anak menjauh, mereka lebih senang menghabiskan waktu bersama para kakek dan nenek.Netra berbentuk almond ini menatap ke bawah, di mana dua anak kembar sedang berlarian bersama Dewa. Ia mengembus napas pelan dan menangkup pipinya lalu mengeluh, “Mereka tidak mengajakku bermain.”“Arimbi, Brahma, Papa … Mama ikut main, ya?” teriak Rosalyn sekuat tenaga. Padahal ia sudah mengeluarkan suara keras, tetapi tak satu pun dari mereka menoleh padanya. Sungguh keterlaluan! Rosalyn menekuk bibir lantas masuk dalam kamar.Ia menyalakan laptop dan membuka email pekerjaan yang dikirim oleh Lily. Alangkah terkejutnya Rosalyn sebab terjadi masalah dan laporan yang diterimanya semua salah. Satu tangan wanita itu meremas kuat rambut panjang.Lagi, kejadia
“Akting kalian benar-benar meyakinkan,” kata Rosalyn sambil memandangi seluruh anggota keluarga berbagi cerita, tawa serta kasih sayang di depannya. Ia juga bersandar di bahu kokoh suami.“Ya berterima kasihlah pada anak-anak. Apalagi Brahma—"Mulut Dewa langsung terkatup rapat karena melihat lirikan tajam dari sang putra. Pria itu mengangguk paham bahwa anaknya ingin memberikan seseuatu yang istimewa.Rosalyn mensyukuri kehangatan ini, kedua mertuanya bercengkerama bersama Feli dan Tuan Jack. Kemudian, para ipar turut meramaikan dengan menari-nari, sedangkan pasangan pengantin baru bernyanyi di panggung kecil.Semua sangat sempurna, kehadiran Kevin dan Janeta menjadi pelengkap. Ini merupakan anugerah tak ternilai bagi Rosalyn.“Bagaimana caranya kamu membujuk Kak Kevin? Lalu bosnya bagaimana?” Pertanyaan Rosalyn membuat Dewa nyaris memuntahkan air minum dari rongga mulut.Bos Cwell Grup itu terbatuk-batuk sambil menepuk dada, lantas menyengir dan berkata, “Memangnya kamu lupa siapa s
Sepanjang perjalanan menuju Vila Caldwell, Rosalyn lebih banyak diam. Pandangannya lebih tertarik pada objek kendaraan di luar sana. Tadi, dia memutuskan pulang, enggan berdebat apa pun bersama Kevin dan Dewa. Apalagi Mathilda, percuma menanggapi ocehan ibu sambungnya yang tidak mau mengalah.“Sudah sampai di vila, Nyonya,” ucap seorang sopir. Ya, Rosalyn enggan mengemudi sendiri, ia merasa suasana hatinya sedang buruk.“Hu’um, terima kasih.” Wanita berambut panjang ini keluar dari mobil.Bertepatan dengan ia menutup pintu bagian belakang, mobil sport mewah milik Dewa memasuki halaman. Pria itu tergesa-gesa menghampiri Rosalyn. Dewa tidak mau ucapan Mathilda merusak rumah tangganya.“Aku bisa jelaskan semuanya, Sayang. Jangan marah lagi, ya.” Dewa meraih satu tangan Rosalyn lalu mengecupnya.Tidak ada penolakan atau tanggapan apa pun dari bibir tipis merah muda membuat Dewa cemas.“Ayo masuk dulu,” ajak pria itu.Rosalyn berjalan tepat di samping sang suami. Kemudian, keduanya masuk ru