Pagi GoodReaders Semoga Dewa engga aneh-aneh lagi deh ya ....
Rosalyn menarik tangannya, tetapi membiarkan Dewa menyentuh perutnya.“Vinsensia … sebentar lagi aku ke hotel,” tutur Dewa, seketika Vinsensia terdiam dan tersenyum.Sedangkan Rosalyn mereguk saliva kental yang membakar tenggorokan. Kini, napas wanita itu terasa berat seolah-olah dadanya terhimpit bongkahan batu besar. Meskipun bukan pertama kali ditinggalkan karena Vinsensia, tetapi relung hatinya terasa… nyeri.[Jangan lama-lama ya Dewa. Dan … sampaikan permohonan maafku pada Rosalyn.]“Ya tunggulah.” Dewa tersenyum merekah pada Vinsensia. Kemudian mengakhiri panggilan video.Setelah itu suasana dalam kabin mobil menjadi senyap. Baik Dewa atau Rosalyn tidak ada yang bicara sepatah kata.Menyadari posisinya hanya sebatas pengganti, Rosalyn bergegas turun dari mobil. Namun, Dewa menahan pergelangan tangan wanita itu.Rosalyn menoleh dan memandang datar wajah tampan suaminya. “Ada apa lagi?”“Aku menghubungi sopir. Kamu tunggu saja di pinggir jalan.” Perlahan Dewa melepas cekalan tanga
“Ayah, jangan ketergantungan lagi pada Dewa,” ucap Rosalyn tak bermaksud menyinggung sang ayah.Namun, pria paruh baya itu langsung membelalak karena Rosalyn membantah, lalu mendorong lemah wanita itu.“Susah payah aku menjodohkan kalian. Untuk apa kalau tidak dimanfaatkan? Sekarang pergilah!” Dorian menggeser pandangannya ke pintu.Dari sofa, Mathilda turut menimpali dengan nada sinis, “Berbaktilah Rosalyn! Uang Dewa bisa menyelamatkan kita.”Sebelum keluar ruang rawat inap, Rosalyn menatap sengit kepada Mathilda. “Berbakti tidak harus menjadi mengemis.” Kemudian ia pergi secepat mungkin dari hadapan para orang tua.Mathilda kaget melihat sikap tegas Rosalyn.Di saat bersamaan Rosalyn menerima pesan singkat dari Fabian.[Semua idemu disukai klien. Aku juga sudah transfer uang bonusnya.]Seketika senyum merekah menghiasi wajah cantik. Rosalyn memeriksa mutasi rekening, alangkah terkejutnya ia mendapati tabungannya bertambah berkali lipat.“Uang ini bisa kugunakan untuk membayar hutang
Satu hari sebelumnya.“Aku iri Rosalyn tinggal di vila mewah … sekarang dia mengandung anakmu.” Vinsensia menundukkan kepala sambil melihat kakinya yang melepuh. Gadis itu kembali berkata dengan suara sengau, “Bagaimana kalau pembangunan rumah dipercepat? Aku tidak sabar tinggal satu rumah denganmu.”Seketika Dewa menghentikan percakapanya dengan perawat yang disewa untuk menjaga Vinsensia di hotel. Ia menoleh dan memandangi gadis itu dengan tatapan iba.“Bukankah arsitek andal mereka sedang sakit?” tanya Dewa.“Aku rasa dia sudah sehat. Menurutmu bagaimana?” Vinsensia berusaha berdiri lalu berjalan menggunakan kruk. Gadis itu menghampiri Dewa dan memainkan jemarinya di lengan kekar.Dewa mengangguk kecil. “Lakukan saja.”**Siang ini Rosalyn bersama timnya sedang menunggu kedatangan klien di bangunan tua yang luas. Sejak menginjakkan kaki di sini, ia tak henti memandang kagum karena lokasi ini sangat bagus. Memiliki pemandangan yang menyejukkan dengan beberapa pohon menjulang tinggi
“Fabian, aku serius mau mengambil proyek di Kota Bern. Aku juga ingin melanjutkan Pendidikan.” Sesampainya di perusahaan, Rosalyn bergegas menemui Fabian di ruang presdir.“Sebaiknya kamu menjaga kandungan.” Fabian menatap dalam paras menawan Rosalyn.Kendati tersenyum manis dan berpura-pura tidak terjadi apa pun, kedua mata Roslayn membengkak. Ketara sekali wanita itu telah menumpahkan air mata.“Anak-anakku sehat kok, kamu tenang saja,” sahut Rosalyn. Ia bertekad pergi dari kehidupan Dewa, tidak sudi anak-anaknya dirawat oleh Vinensia.Fabian mengangguk lantas menyerahkan kartu nama pada Rosalyn. “Ini alamat cabang Mauer Corp, kamu bisa bekerja di sana.” Sepasang manik hazel berkaca-kaca, Rosalyn ingin menangis sebab Fabian selalu membantunya. Fabian juga tidak mempertanyakan izin dari Dewa seakan mengerti situasi wanita itu.Rosalyn tersenyum dan bertutur sungkan, “Terima kasih banyak Fabian. Aku … pasti bekerja dengan baik.”Sementara itu di dalam ruang presdir Cwell Grup, Dewa ba
Beberapa jam sebelumnya. “Aku pasti merindukan Bibi.” Rosalyn terisak dalam pelukan seorang wanita paruh baya.“Hiduplah dengan baik! Jaga kandunganmu, kalau ada kesulitan jangan sungkan hubungi aku.” Wanita paruh baya itu mendekap erat punggung kurus Rosalyn.“Terima kasih atas bantuannya, Bibi.” Rosalyn menyeka air matanya lalu mengurai pelukan.Sepasang manik hazel menatap lekat wajah keriput, ia terharu di saat dirinya sangat membutuhkan bantuan masih ada orang baik yang memberikan pertolongan.Tadi, tanpa sengaja Rosalyn bertemu ibu angkat Fabian di ruang presdir. Matanya yang sembap mengundang jutaan pertanyaan. Bibir merah Rosalyn tidak bisa berbohong ketika ditanya oleh wanita paruh baya itu.“Ibu, Rosalyn hanya pindah ke Kota Bern. Itu tidak jauh, kita bisa bertemu setiap akhir pekan.” Fabian melingkarkan tangan di bahu ibunya.“Fabian ... tolong rahasiakan ini darinya,” pinta Rosalyn dengan suara tercekat dan tatapan memelas.Fabian mengangguk tegas.Setelah itu mobil yang
“Bagaimana?” Sejujurnya Dewa menggebu-gebu ingin mengetahui keberadaan Rosalyn. Namun, ego setinggi cakrawala menahan bibir pria itu bertanya menggunakan kalimat panjang.[Mengenai keberadaan Nyonya, saya belum mengetahuinya karena tidak ada jejak apa pun.]“Dasar tidak becus! Buang-buang waktuku saja!”Dewa hendak mengakhiri panggilan telepon, tetapi Pandu bersuara dengan lantang sehingga mencegah gerakan jemari lentik pria itu.[Nyonya Rosalyn menerima transfer setelah menjual sesuatu. Sepertinya Nyonya menggunakan barang-barang tersisa di Vila Keller.]Seketika Dewa mengernyit, sebab hasil penyelidikan Pandu tidak memuaskan. Lagi pula, vila itu sudah lama tidak tempati dan barang-barang di sana hampir habis dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup Dorian.“Kalau benar dia menjual perabotan di vila, seharusnya sekarang Rosalyn tidak memiliki uang lagi,” gumam Dewa. Otak pria itu berpikir keras karena Rosalyn bisa-bisanya meningalkan kehidupan mewah di sini. Ia berujar pelan penuh teka
“Aku tidak mau ketemu sama kamu, Dewa!”Mobil sport itu milik Dewa.Wajah pria di balik kemudi tidak terlihat jelas, tetapi hoodie hitam yang digunakan merupakan hadiah ulang tahun dari Rosalyn untuk suaminya. Jadi ia sangat yakin sosok yang bersama Vinsensia adalah Dewa.Manik hazel berubah lembab ketika ia melihat tangan suaminya membelai puncak kepala wanita lain. Bahkan pria itu mencium liar bibir Vinsensia. Dada Rosalyn menjadi sesak dan jantungnya berdetak lebih cepat. Sebelum kedua orang itu menyadari kehadirannya, ia bergegas meninggalkan swalayan.**‘Semoga dia tidak ada di sini,’ lirih Rosalyn dalam hati.Sejak tadi sepasang iris hazelnya tak lepas mengamati setiap tamu yang hadir. Jujur Rosalyn takut bertemu Dewa di acara amal malam ini.Menyadari ada yang tidak beres dengan Rosalyn, Fabian menolehkan kepala dan bertanya, “Kamu kenapa? Perutmu sakit atau kepalamu pusing?”Namun, Rosalyn tidak menjawab karena fokus memperhatikan wajah para pria di sekitarnya.“Kamu mencari
“Ssst, diamlah! Ini aku,” kata orang itu dan tangan kanannya masih membekap mulut Rosalyn.Efek keterkejutan Rosalyn belum hilang, dadanya masih berdentum hebat. “Sebenarnya ada apa?” cicit Rosalyn. “Dia ada di sana. Kamu tidak mau ketemu dengannya ‘kan?” Jari telunjuk Fabian menunjuk seorang pria yang berjalan menuju toilet.Suara Rosalyn tercekat dan bola matanya memanas. “Dewa?” “Ya, sepertinya dia tidak tahu kamu ada di sini. Ayo ikut aku!” Fabian membawa Rosalyn ke ruangan lain. Kedua kaki jenjang Rosalyn mengikuti Fabian, tetapi kepalanya menoleh ke belakang. Sesungguhnya dalam lubuk hati, ia merindukan sang suami. Namun, Rosalyn sadar diri Dewa bukanlah miliknya.Meskipun begitu, Rosalyn tidak menyesal pernah mencintai Dewa sepenuh hati layaknya memuja dewa cinta. Perasaan itu perlahan ia kubur di hatinya yang paling dalam, dan menjadikannya bagian dari masa lalu.**Setelah acara lelang, Rosalyn bertemu dengan Tuan Jack. Tak disangka, pria paruh baya yang cukup disegani di