“Fabian, aku serius mau mengambil proyek di Kota Bern. Aku juga ingin melanjutkan Pendidikan.” Sesampainya di perusahaan, Rosalyn bergegas menemui Fabian di ruang presdir.“Sebaiknya kamu menjaga kandungan.” Fabian menatap dalam paras menawan Rosalyn.Kendati tersenyum manis dan berpura-pura tidak terjadi apa pun, kedua mata Roslayn membengkak. Ketara sekali wanita itu telah menumpahkan air mata.“Anak-anakku sehat kok, kamu tenang saja,” sahut Rosalyn. Ia bertekad pergi dari kehidupan Dewa, tidak sudi anak-anaknya dirawat oleh Vinensia.Fabian mengangguk lantas menyerahkan kartu nama pada Rosalyn. “Ini alamat cabang Mauer Corp, kamu bisa bekerja di sana.” Sepasang manik hazel berkaca-kaca, Rosalyn ingin menangis sebab Fabian selalu membantunya. Fabian juga tidak mempertanyakan izin dari Dewa seakan mengerti situasi wanita itu.Rosalyn tersenyum dan bertutur sungkan, “Terima kasih banyak Fabian. Aku … pasti bekerja dengan baik.”Sementara itu di dalam ruang presdir Cwell Grup, Dewa ba
Beberapa jam sebelumnya. “Aku pasti merindukan Bibi.” Rosalyn terisak dalam pelukan seorang wanita paruh baya.“Hiduplah dengan baik! Jaga kandunganmu, kalau ada kesulitan jangan sungkan hubungi aku.” Wanita paruh baya itu mendekap erat punggung kurus Rosalyn.“Terima kasih atas bantuannya, Bibi.” Rosalyn menyeka air matanya lalu mengurai pelukan.Sepasang manik hazel menatap lekat wajah keriput, ia terharu di saat dirinya sangat membutuhkan bantuan masih ada orang baik yang memberikan pertolongan.Tadi, tanpa sengaja Rosalyn bertemu ibu angkat Fabian di ruang presdir. Matanya yang sembap mengundang jutaan pertanyaan. Bibir merah Rosalyn tidak bisa berbohong ketika ditanya oleh wanita paruh baya itu.“Ibu, Rosalyn hanya pindah ke Kota Bern. Itu tidak jauh, kita bisa bertemu setiap akhir pekan.” Fabian melingkarkan tangan di bahu ibunya.“Fabian ... tolong rahasiakan ini darinya,” pinta Rosalyn dengan suara tercekat dan tatapan memelas.Fabian mengangguk tegas.Setelah itu mobil yang
“Bagaimana?” Sejujurnya Dewa menggebu-gebu ingin mengetahui keberadaan Rosalyn. Namun, ego setinggi cakrawala menahan bibir pria itu bertanya menggunakan kalimat panjang.[Mengenai keberadaan Nyonya, saya belum mengetahuinya karena tidak ada jejak apa pun.]“Dasar tidak becus! Buang-buang waktuku saja!”Dewa hendak mengakhiri panggilan telepon, tetapi Pandu bersuara dengan lantang sehingga mencegah gerakan jemari lentik pria itu.[Nyonya Rosalyn menerima transfer setelah menjual sesuatu. Sepertinya Nyonya menggunakan barang-barang tersisa di Vila Keller.]Seketika Dewa mengernyit, sebab hasil penyelidikan Pandu tidak memuaskan. Lagi pula, vila itu sudah lama tidak tempati dan barang-barang di sana hampir habis dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup Dorian.“Kalau benar dia menjual perabotan di vila, seharusnya sekarang Rosalyn tidak memiliki uang lagi,” gumam Dewa. Otak pria itu berpikir keras karena Rosalyn bisa-bisanya meningalkan kehidupan mewah di sini. Ia berujar pelan penuh teka
“Aku tidak mau ketemu sama kamu, Dewa!”Mobil sport itu milik Dewa.Wajah pria di balik kemudi tidak terlihat jelas, tetapi hoodie hitam yang digunakan merupakan hadiah ulang tahun dari Rosalyn untuk suaminya. Jadi ia sangat yakin sosok yang bersama Vinsensia adalah Dewa.Manik hazel berubah lembab ketika ia melihat tangan suaminya membelai puncak kepala wanita lain. Bahkan pria itu mencium liar bibir Vinsensia. Dada Rosalyn menjadi sesak dan jantungnya berdetak lebih cepat. Sebelum kedua orang itu menyadari kehadirannya, ia bergegas meninggalkan swalayan.**‘Semoga dia tidak ada di sini,’ lirih Rosalyn dalam hati.Sejak tadi sepasang iris hazelnya tak lepas mengamati setiap tamu yang hadir. Jujur Rosalyn takut bertemu Dewa di acara amal malam ini.Menyadari ada yang tidak beres dengan Rosalyn, Fabian menolehkan kepala dan bertanya, “Kamu kenapa? Perutmu sakit atau kepalamu pusing?”Namun, Rosalyn tidak menjawab karena fokus memperhatikan wajah para pria di sekitarnya.“Kamu mencari
“Ssst, diamlah! Ini aku,” kata orang itu dan tangan kanannya masih membekap mulut Rosalyn.Efek keterkejutan Rosalyn belum hilang, dadanya masih berdentum hebat. “Sebenarnya ada apa?” cicit Rosalyn. “Dia ada di sana. Kamu tidak mau ketemu dengannya ‘kan?” Jari telunjuk Fabian menunjuk seorang pria yang berjalan menuju toilet.Suara Rosalyn tercekat dan bola matanya memanas. “Dewa?” “Ya, sepertinya dia tidak tahu kamu ada di sini. Ayo ikut aku!” Fabian membawa Rosalyn ke ruangan lain. Kedua kaki jenjang Rosalyn mengikuti Fabian, tetapi kepalanya menoleh ke belakang. Sesungguhnya dalam lubuk hati, ia merindukan sang suami. Namun, Rosalyn sadar diri Dewa bukanlah miliknya.Meskipun begitu, Rosalyn tidak menyesal pernah mencintai Dewa sepenuh hati layaknya memuja dewa cinta. Perasaan itu perlahan ia kubur di hatinya yang paling dalam, dan menjadikannya bagian dari masa lalu.**Setelah acara lelang, Rosalyn bertemu dengan Tuan Jack. Tak disangka, pria paruh baya yang cukup disegani di
“Gawat!”“Ada apa, Pandu?” sentak Dewa karena asistennya tampak panik.Dewa hanya menginap satu malam di Kota Bern. Setelah itu ia bergegas kembali, selain pekerjaan menumpuk dirinya juga buru-buru meletakkan permata merah di tempat aman.“Pertama, di luar ada Pengacara Tony.” Tangan Pandu menunjuk ke pintu. Asisten itu kembali berujar, “Kabar buruk yang kedua, sosial media sedang gempar karena Nona Vinsensia berfoto dengan liontin itu.”“Apa?!” Dewa mengusap kasar wajah tampannya.Hari-hari yang mendung semakin gelap sesudah mendengar kabar mencengangkan itu. Manik kelabu Dewa memerah dan tangannya mengepal di atas meja.“Bawa Pengacara Tony masuk! Dan, hapus unggahan foto di sosial media!” titah Dewa. Ia menghela napas kasar.“Dimengerti Pak.” Pandu langsung melaksanakan tugas.Dewa menumpu siku di atas meja dan menyatukan semua jemari tangan. Otak pria itu berpikir keras, mengapa secara mendadak pengacara keluarga Keller datang menemuinya. Seketika naluri Dewa tertuju pada Rosalyn.
“Sudah tanda tangan?” Manik hazel menatap lekat amplop di tangan Dewa.Dewa menyerahkan amplop itu ke tangan Rosalyn. “Periksa sendiri!”Ada perasaan nyeri sekaligus lega dalam dada Rosalyn karena sebentar lagi terbebas dari belenggu suami yang kejam. Ia berjanji tidak akan mempersulit hubungan Dewa dan Vinsensia.Rosalyn memeriksa isi amplop, tetapi kelopak matanya terbuka lebar kala melihat surat berubah kusut serta tidak ada goresan tanda tangan.“Apa-apaan ini? Seharusnya kamu—”Kata-kata Rosalyn lenyap di udara karena Dewa merampas surat itu lalu menyobeknya tepat di depan mata.“Dewa?!”“Ya?”“Kamu membuat kesabaranku habis!” Mata indah Rosalyn memerah dan merambang sebab rasa senang telah menghilang.Rosalyn tidak mudah terbebas dari genggaman pria itu. Kini tangan ramping mendorong dada bidang, ia tidak mau Dewa menyentuhnya lagi.“Aku tidak punya kesabaran!” balas Dewa, seringai tipis terukir pada wajah tampan. “Kamu membawa kabur anakku,” sambung pria itu.Dewa merunduk mene
“Sampai mati aku tidak memberikan anakku pada kalian!” tegas Rosayn diikuti lelehan hangat yang menganak sungai.Kedua tangan lemahnya terkepal, ia memukul-mukul dada bidang suaminya. Rosalyn benci terlihat lemah di mata Dewa. Sehingga ia sulit berpikir jernih mengingat kelak Dewa akan merebut anak dalam kandungannya.Dewa meraih kedua tangan Rosalyn lalu menempelkannya ke depan dada bidang. “Apa maksudmu?”“Ini bukan panggung sandiwara, kamu tidak bisa mengelak lagi!” desak Rosalyn menggebu dikuasai keputusasaan dan kekecewaan. Wanita itu melanjutkan dengan suara bergetar, “Aku tidak bodoh, kamu sudah merencanakannya ‘kan? Mau menculik anakku?!”Rahang tegas yang ditumbuhi rambut halus seketika menegang dan bola mata Dewa menatap sengit wajah memilukan wanita itu. Satu tangan besar Dewa merangkul bahu Rosalyn dan mendekap dengan erat.“Aku pria bajingan tapi bukan ayah yang kejam!” tutur Dewa menjawab pertanyaan Rosalyn.Akan tetapi, Rosalyn tidak mudah memercayai ucapan sang suami.