“Gawat!”“Ada apa, Pandu?” sentak Dewa karena asistennya tampak panik.Dewa hanya menginap satu malam di Kota Bern. Setelah itu ia bergegas kembali, selain pekerjaan menumpuk dirinya juga buru-buru meletakkan permata merah di tempat aman.“Pertama, di luar ada Pengacara Tony.” Tangan Pandu menunjuk ke pintu. Asisten itu kembali berujar, “Kabar buruk yang kedua, sosial media sedang gempar karena Nona Vinsensia berfoto dengan liontin itu.”“Apa?!” Dewa mengusap kasar wajah tampannya.Hari-hari yang mendung semakin gelap sesudah mendengar kabar mencengangkan itu. Manik kelabu Dewa memerah dan tangannya mengepal di atas meja.“Bawa Pengacara Tony masuk! Dan, hapus unggahan foto di sosial media!” titah Dewa. Ia menghela napas kasar.“Dimengerti Pak.” Pandu langsung melaksanakan tugas.Dewa menumpu siku di atas meja dan menyatukan semua jemari tangan. Otak pria itu berpikir keras, mengapa secara mendadak pengacara keluarga Keller datang menemuinya. Seketika naluri Dewa tertuju pada Rosalyn.
“Sudah tanda tangan?” Manik hazel menatap lekat amplop di tangan Dewa.Dewa menyerahkan amplop itu ke tangan Rosalyn. “Periksa sendiri!”Ada perasaan nyeri sekaligus lega dalam dada Rosalyn karena sebentar lagi terbebas dari belenggu suami yang kejam. Ia berjanji tidak akan mempersulit hubungan Dewa dan Vinsensia.Rosalyn memeriksa isi amplop, tetapi kelopak matanya terbuka lebar kala melihat surat berubah kusut serta tidak ada goresan tanda tangan.“Apa-apaan ini? Seharusnya kamu—”Kata-kata Rosalyn lenyap di udara karena Dewa merampas surat itu lalu menyobeknya tepat di depan mata.“Dewa?!”“Ya?”“Kamu membuat kesabaranku habis!” Mata indah Rosalyn memerah dan merambang sebab rasa senang telah menghilang.Rosalyn tidak mudah terbebas dari genggaman pria itu. Kini tangan ramping mendorong dada bidang, ia tidak mau Dewa menyentuhnya lagi.“Aku tidak punya kesabaran!” balas Dewa, seringai tipis terukir pada wajah tampan. “Kamu membawa kabur anakku,” sambung pria itu.Dewa merunduk mene
“Sampai mati aku tidak memberikan anakku pada kalian!” tegas Rosayn diikuti lelehan hangat yang menganak sungai.Kedua tangan lemahnya terkepal, ia memukul-mukul dada bidang suaminya. Rosalyn benci terlihat lemah di mata Dewa. Sehingga ia sulit berpikir jernih mengingat kelak Dewa akan merebut anak dalam kandungannya.Dewa meraih kedua tangan Rosalyn lalu menempelkannya ke depan dada bidang. “Apa maksudmu?”“Ini bukan panggung sandiwara, kamu tidak bisa mengelak lagi!” desak Rosalyn menggebu dikuasai keputusasaan dan kekecewaan. Wanita itu melanjutkan dengan suara bergetar, “Aku tidak bodoh, kamu sudah merencanakannya ‘kan? Mau menculik anakku?!”Rahang tegas yang ditumbuhi rambut halus seketika menegang dan bola mata Dewa menatap sengit wajah memilukan wanita itu. Satu tangan besar Dewa merangkul bahu Rosalyn dan mendekap dengan erat.“Aku pria bajingan tapi bukan ayah yang kejam!” tutur Dewa menjawab pertanyaan Rosalyn.Akan tetapi, Rosalyn tidak mudah memercayai ucapan sang suami.
Rindu ….Satu kata itu tertahan, ego setinggi angkasa menyebabkan Dewa sulit mengungkapkannya. Berbanding terbalik dengan reaksi tubuh tinggi nan atletis enggan melepaskan Rosalyn.“Jangan pergi!” ulang Dewa.Dewa membenamkan wajah pada bahu Rosalyn yang sangat harum. Ia terobsesi, apalagi tubuh wanita itu membuat kecanduan dan pandai memuaskan kebutuhan biologi. Selain itu, ia tidak bisa acuh tak acuh pada wanita yang mengandung darah dagingnya.Sama halnya dengan Rosalyn, bibirnya lancar menolak kendati tubuhnya terasa nyaman dipeluk hangat seperti ini. Ia menundukkan kepala dan memandang sepasang lengan kekar yang melingkari perut.“Tidak bisa,” jawab Rosalyn, suaranya tercekat.“Lalu apa yang harus kulakukan?” tanya pria itu.Sudut bibir merah Rosalyn tersenyum pedih mendengar pertanyaan itu. Ia geleng-geleng kepala, karena seharusnya Dewa mengerti apa yang diinginkan. Ia mengembuskan napas perlahan lalu sedikit menoleh.Tatkala Rosalyn ingin menjawab, ponsel suaminya berdering. De
“Maksudmu?” Kening Rosalyn mengerut dalam.“Aku tidak bisa meninggalkan kamu dan Vinsensia,” tegas Dewa menatap lekat sepasang manik hazel.Rosalyn sudah menduganya, dan ia sama sekali tidak terkejut. Suaminya tampannya ini memang kejam, pria itu terlalu rakus ingin menguasai dua perempuan sekaligus.“Kamu menuduhku perempuan tamak. Sekarang lihatlah, kamu sendiri serakah!” Rosalyn bergegas meninggalkan Dewa.Wanita itu berlari kecil menghindari suaminya. Ia berharap janin dalam kandungan baik-baik saja. Rosalyn beruntung menemukan taksi yang melintas, ia langsung naik. Namun saat menutup pintu, tangan Dewa menahan.Dewa meringis sebab kelima jemari tangan kanan terjepit. “Turun!”Rosalyn melirik sopir taksi yang menatap takut pada Dewa. Terpaksa ia turun dari taksi karena tidak mau menimbulkan keributan apalagi melibatkan pihak ketiga. Masalah pernikahannya saja sudah rumit dengan kehadiran Vinsensia.Setelah Rosalyn keluar dari taksi. Dewa mengeluarkan dompet lalu memberi beberapa
“Akh … Fabian, apa kamu terluka?” Rosalyn cemas karena tubuhnya mendadak menindih pria itu.“Aku tidak apa-apa, Rosalyn. Tapi ….” Sorot mata Fabian tertuju pada Dewa yang bersimpuh di belakang mereka.Sontak bola mata Rosalyn bergerak mengikuti arah pandang Fabian. Ia membeliak tatkala melihat pelipis Dewa dialiri darah. Kedua kaki Rosalyn ingin mendekat tetapi … tiba-tiba seorang wanita langsung menghampiri.“Ya ampun! Rosalyn, apa yang kamu lakukan? Kenapa Dewa terluka begini?”“Vinsensia ... aku tidak tahu kalau—”“Cukup! Kemarin kamu pergi tanpa sebab sekarang kamu kembali dan membuatnya terluka. Sebenarnya apa maumu Rosalyn?!” Vinsensia memelotot sembari memeluk Dewa dan membenamkan kepala terluka pria itu ke dadanya.Pemandangan itu membuat rongga dada Rosalyn menyempit. Ia masih terkejut atas peristiwa menyeramkan yang baru saja terjadi, dan … sekarang Vinsensia sedang membantu Dewa berjalan.“Minggir! Biar aku yang membantunya!” tegas wanita hamil itu. Rosalyn menjauhkan tangan
“Memangnya aku siapa berhak di sini? Sudah ada kekasihmu, jadi untuk apa?” Rosalyn tersenyum manis dan menggeser pandangan pada Vinsensia.Dewa menatap Rosalyn dan Vinsensia secara bergantian. Pria itu berpikir keras sehingga luka di kepalanya semakin sakit.“Vinsensia, temui Pandu. Katakan padanya untuk menyelidiki kecelakaan hari ini,” pinta Dewa.“Kamu mengusirku?!” Gadis itu berlinang air mata. “Dewa, aku yang membawamu ke sini, tadi Rosalyn hanya diam saja.”Bibir pucat Dewa memaksa tersenyum hangat untuk menenangkan gadis itu. Ia juga berupaya duduk menyandar lalu menatap lekat wajah memerah Vinsensia.Alih-alih berkata lembut, suara Dewa justru terdengar datar dan penuh tekanan, “Bukan mengusir, selidiki apa runtuhnya puing bangunan murni kecelakaan atau disengaja. Mengerti?”Vinsensia menghentak kaki dengan keras, lalu terisak dan keluar dari ruang perawatan. Gadis itu sempat melirik tajam pada Rosalyn yang tersenyum anggun.Setelah itu, Dewa mengulurkan satu tangan dan netra
Malam harinya di Vila Caldwell. “Kamu belum pulang?” Dewa menghela napas kala menatap Vinsensia mengantar makanan ke kamarnya.“Dewa, kamu lagi sakit. Kamu juga butuh perhatian.” Vinsensia menaruh nampan di atas nakas. “Makan dulu ya. Aku masak sup untukmu.” Sebelah sudut bibir Dewa berkedut, ia teringat kenangan masa lalu. Bola mata Dewa bergeser pada pintu karena menanti kedatangan Rosalyn.Bersamaan dengan itu pintu terbuka, seorang pelayan masuk sambil membawa bubur ayam. Aroma kaldu dan beberapa bumbunya menggugah selera. Seketika, Dewa menegakkan punggung sebab mengenal masakan ini.Sayang, melihat pelayan yang membawa makanan hati pria itu berubah hampa. “Mana mungkin Rosalyn,” gumam Dewa. Ekspresi wajah tampannya sangat masam.“Hah, apa? Kamu bilang apa?” Vinsensia menajamkan telinga tetapi Dewa tidak mengulang kalimatnya. Gadis itu melirik mangkuk bubur di tangan pelayan. “Kalian ‘kan tahu aku sudah masak untuk Dewa. Kenapa bawa makanan asing? Bagaimana kalau Dewa sakit p