“Hope – Hope mau yang mana? Yang singa atau gajah?”Avanthe memamerkan dua boneka di hadapan putri kecilnya. Atas perbuatan Hores, dia tak punya pilihan selain memutuskan untuk mengambil salah satu boneka yang masih utuh tersimpan di dalam kardus; kotak yang tersusun bertingkat – tingkat bersama kotak lainnya. Dengan tenang. Avanthe menunggu boneka mana yang akan Hope pilih. Tangan gadis kecil itu cukup lincah beberapa saat, lalu kemudian terlihat mendadak bingung ingin menggapai boneka singa bersurai cokelat atau gajah dengan belalai panjang.Di samping mereka, Shilom terlihat tersenyum, hal yang sama dilakukan adalah menunggu sampai tangan mungil Hope menggenggam erat di telinga gajah. Tanpa bisa dicegah, tahu – tahu gadis kecil itu telah memasukkan ekor yang dibuat menjuntai masuk ke dalam mulut.Shilom tertawa. Wanita itu langsung menangkap Hope, sementara Avanthe akan merapikan sisa kekacauan setelah membongkar banyaknya boneka yang ada di dalam kotak.“Tumben, Ava. Tidak biasan
Setelah menunggu untuk waktu yang lama, iris gelap Hores masih belum meninggalkan pandangannya pada siluet tubuh seorang gadis muda, yang baru saja membacakan cerita dongeng kepada dua orang anak di kasur terpisah, tetapi dengan sedikit jarak melengkapi.Hores hanya memindahkan pandangan ketika lampu tidur dinyalakan dan pintu kamar menutup perlahan – lahan. Pandora meninggalkan ruangan itu. Mungkin telah memastikan Aceli dan seorang anak lelaki, kira – kira berusia satu setengah tahun, barangkali lebih, sedang tertidur begitu lelap.Hores diam – diam membuka pintu balkon. Tidak sulit baginya melakukan hal tersebut. Dia melangkah begitu tentatif. Sesaat memutuskan untuk mematikan kamera CCTV yang terpasang di sudut kamar dengan kemampuan alami. Seharusnya itu tidak Hores lakukan, mengingat dia sudah melanggar banyak peraturan sejak bertemu Avanthe. Kekuatannya tidak bisa terus - terusan digunakan.Tangan Hores berpegangan pada ranjang yang dibatasi dengan pagar. Mata Aceli terpejam. C
Nyaris dua minggu tanpa bayang – bayang dari kemunculan Hores merupakan bagian terbaik dalam hidup Avanthe. Dia merasakan kelegaan yang dahsyat. Melewati waktu demi waktu bersama orang – orang di sekitar dengan ketidakterlibatan Hores rasanya menjadi satu hal paling berharga. Avanthe tidak akan menapik kalau dia puas telah membuat pria itu berhenti memutuskan sesuatu di luar kendalinya. Mungkin Hores sadar. Tidak akan melakukan apa pun lagi setelah kata – kata yang melukai harga diri pria itu. Dia yakin ada keterlibatan ego yang melarang, mengapa Hores tidak pernah muncul sampai detik ini.Atau barangkali Hores termakan oleh kebohongan. Percaya jika Hope bukanlah anaknya?Itu bagus. Suatu berita tambahan baik. Tidak akan menahan rasa takut yang besar jika Hores suatu ketika akan mengambil Hope dengan atau tanpa persetujuannya. Sekarang Avanthe tidak lagi memerlukan alat bantu melakukan akvitias.Latihan rutin dan serius membuat luka tembak sembuh lebih cepat. Dia sudah bisa berjalan
“Mengapa Coks tiba – tiba menutup pintu masuk bar, Ale?”Selama nyaris sepanjang malam melakukan tugas dengan baik, Avanthe dikejutkan oleh tindakan rekan kerjanya secara mendadak di jam – jam terakhir. Dia merasakan sesuatu yang ganjil mengingat tidak biasanya Coks, ketua pengawas, akan menutup pintu bar sebelum memastikan para pegawai menyiapkan diri untuk pulang.Tidak tahu karena Avanthe tertinggal informasi sejak mengambil cuti atau ada bagian lain yang sengaja tidak diberitahukan kepadanya. Dia menatap Aleson dengan sorot mata dipenuhi rasa penasaran membludak. Ketika melakukan kontak mata bersama, pria itu segera mengedik tidak yakin.“Aku dengar bos kita yang baru akan datang, jadi Mr. Seigo meminta kita berkumpul sebentar.” Begitulah. Terdengar sederhana, tetapi menimbulkan efek tak terduga dalam diri Avanthe. Tiba – tiba pernyataan Hores waktu itu mendesak liar di benaknya. Avanthe tak seharusnya merupakan hal itu. Dia mengerjap beberapa kali dan merasakan debaran jantung ya
“Kesalahan seperti apa yang ingin kau lakukan?”Bisikan Hores serupa nada – nada menyedihkan yang sedikitpun Avanthe tidak ingin mendengarnya. Dia masih memalingkan wajah. Menahan napas supaya tidak menghirup aroma maskulin yang menyeruak di sekitar. Tubuh Hores terlalu menyengat. Sentuhan tangan yang kasar, menekan di wajah Avanthe dengan rambatan khusus, lalu perlahan – lahan berakhir menjadi sebuah cengkeraman keras.Bagaimanapun itu, Avanthe tak berharap dia akan segera putus asa. Memberanikan diri melirik cara Hores menyeringai. Terlalu mengesankan.“Aku akan melakukan kesalahan apa pun agar kau memecatku,” ucapnya tak lekang oleh tekad dan keputusan yang matang.Hores terkekeh. “Sayangnya peraturan yang kubuat, tidak pernah berlaku untukmu. Kalau kau melakukan kesalahan, kau menerima hukuman, Ava.” “Apa kau juga ingin coba – coba mengundurkan diri dari pekerjaan ini?” Bisikan tambahan diliputi efek mengerikan menembus di pendengaran Avanthe. Dia bergedik n
Seorang wanita berjalan takut – takut bagaikan musang kecil bersembunyi mencari makan di malam hari. Hores menipiskan bibir mengamati rangkaian adegan yang tersapu menyeluruh, seharusnya hanya Avanthe yang dirancang secara khusus untuk melangkah mendekatinya. Bukan seorang wanita penuh impian, yang menandai setiap keinginan menuju satu puncak tak terelakkan.“Di mana Ava?” tanya Hores begitu dingin.Akan tetapi itu sama sekali di luar dugaan Broke. Dia tidak pernah mengira suara berat dan dalam dari seorang pria tampan sekaligus panas akan terdengar menggetarkan, yang bahkan seperti membuat dia merasa beku. Ketakutan Broke sejak awal semakin merambah bebas. Segera menelan ludah kasar, mencoba sesekali menatap ke sekeliling tetapi tidak menemukan prospek bagus kalau – kalau suatu waktu dia akan mengurungkan niat untuk menggantikan posisi Avanthe.“Aku bertanya padamu di mana Ava?”Sekali lagi, suara yang baginya sempurna itu dengan mudah menyeret Broke ke permukaan. T
Lengan Avanthe terulur merenggut kain yang menjuntai di tiang gantung. Dia tidak melakukan keramas di malam hari. Air terasa sangat membekukan tetapi itu lebih baik daripada menghadapi situasi yang Hores bawa sampai di sini. Sambil melangkah melewati lantai kamar mandi yang lembab, Avanthe memegang ujung handuk yang melilit di tubuh. Dia segera menekan pintu, sedikit terkejut saat menemukan Hores sudah ada di kamarnya. Tidur telentang dengan sepatu melekat utuh di sana. Di depan dada pria itu terdapat Hope sedang menelungkup. Avanthe terpekur beberapa saat. Wajah putri kecilnya menyamping tepat menghadap dia yang masih membeku di tempat. Pipi Hope benar – benar tumpah dan melekat bersama Hores. Kemiripan luar biasa persis membuat Avanthe tak dapat berkomentar apa pun.Dia akhirnya melangkah menuju lemari. Mengambil gaun tidur. Mengenakan kain – kain ke tubuhnya untuk kemudian melangkahkan kaki lebih dekat. Avanthe menatap sepatu pentofel hitam berkilauan milik pria yan
Avanthe luar biasa terkejut ketika dia terbangun dan menemukan Hope sudah membuka mata dan bergelut sendiri di sekitar tubuh Hores, sedangkan pria itu masih berada di puncak tidur yang lelap. Avanthe segera bangkit untuk mengambil Hope yang malang. Putri kecilnya belum bisa mengatakan apa pun ketika menginginkan sesuatu. Anehnya, Avanthe tak mendengar suara Hope sejak semalam. Biasanya setiap beberapa jam Hope akan terbangun meminta susu; dia mulai menduga keberadaan Hores menjadi pengaruh di sekitar mereka.Tangan mungil Hope bergerak tepat setelah Avanthe mendekap bayi lima bulan itu. Hope persis sedang mencari satu hal dengan memukul – mukul di dada Avanthe. Tawa Avanthe mendesak ke udara, tetapi kemudian dia mengatur suaranya tetap tenang. Tidak ingin Hores terjaga. Rasanya Avanthe tidak siap menghadapi pria seperti itu. memutuskan mengambil posisi duduk di pinggir ranjang dengan hati – hati.Gaun tidur berkancing sedikit memudahkan pekerjaan. Avanthe salut bah