“Kesalahan seperti apa yang ingin kau lakukan?”Bisikan Hores serupa nada – nada menyedihkan yang sedikitpun Avanthe tidak ingin mendengarnya. Dia masih memalingkan wajah. Menahan napas supaya tidak menghirup aroma maskulin yang menyeruak di sekitar. Tubuh Hores terlalu menyengat. Sentuhan tangan yang kasar, menekan di wajah Avanthe dengan rambatan khusus, lalu perlahan – lahan berakhir menjadi sebuah cengkeraman keras.Bagaimanapun itu, Avanthe tak berharap dia akan segera putus asa. Memberanikan diri melirik cara Hores menyeringai. Terlalu mengesankan.“Aku akan melakukan kesalahan apa pun agar kau memecatku,” ucapnya tak lekang oleh tekad dan keputusan yang matang.Hores terkekeh. “Sayangnya peraturan yang kubuat, tidak pernah berlaku untukmu. Kalau kau melakukan kesalahan, kau menerima hukuman, Ava.” “Apa kau juga ingin coba – coba mengundurkan diri dari pekerjaan ini?” Bisikan tambahan diliputi efek mengerikan menembus di pendengaran Avanthe. Dia bergedik n
Seorang wanita berjalan takut – takut bagaikan musang kecil bersembunyi mencari makan di malam hari. Hores menipiskan bibir mengamati rangkaian adegan yang tersapu menyeluruh, seharusnya hanya Avanthe yang dirancang secara khusus untuk melangkah mendekatinya. Bukan seorang wanita penuh impian, yang menandai setiap keinginan menuju satu puncak tak terelakkan.“Di mana Ava?” tanya Hores begitu dingin.Akan tetapi itu sama sekali di luar dugaan Broke. Dia tidak pernah mengira suara berat dan dalam dari seorang pria tampan sekaligus panas akan terdengar menggetarkan, yang bahkan seperti membuat dia merasa beku. Ketakutan Broke sejak awal semakin merambah bebas. Segera menelan ludah kasar, mencoba sesekali menatap ke sekeliling tetapi tidak menemukan prospek bagus kalau – kalau suatu waktu dia akan mengurungkan niat untuk menggantikan posisi Avanthe.“Aku bertanya padamu di mana Ava?”Sekali lagi, suara yang baginya sempurna itu dengan mudah menyeret Broke ke permukaan. T
Lengan Avanthe terulur merenggut kain yang menjuntai di tiang gantung. Dia tidak melakukan keramas di malam hari. Air terasa sangat membekukan tetapi itu lebih baik daripada menghadapi situasi yang Hores bawa sampai di sini. Sambil melangkah melewati lantai kamar mandi yang lembab, Avanthe memegang ujung handuk yang melilit di tubuh. Dia segera menekan pintu, sedikit terkejut saat menemukan Hores sudah ada di kamarnya. Tidur telentang dengan sepatu melekat utuh di sana. Di depan dada pria itu terdapat Hope sedang menelungkup. Avanthe terpekur beberapa saat. Wajah putri kecilnya menyamping tepat menghadap dia yang masih membeku di tempat. Pipi Hope benar – benar tumpah dan melekat bersama Hores. Kemiripan luar biasa persis membuat Avanthe tak dapat berkomentar apa pun.Dia akhirnya melangkah menuju lemari. Mengambil gaun tidur. Mengenakan kain – kain ke tubuhnya untuk kemudian melangkahkan kaki lebih dekat. Avanthe menatap sepatu pentofel hitam berkilauan milik pria yan
Avanthe luar biasa terkejut ketika dia terbangun dan menemukan Hope sudah membuka mata dan bergelut sendiri di sekitar tubuh Hores, sedangkan pria itu masih berada di puncak tidur yang lelap. Avanthe segera bangkit untuk mengambil Hope yang malang. Putri kecilnya belum bisa mengatakan apa pun ketika menginginkan sesuatu. Anehnya, Avanthe tak mendengar suara Hope sejak semalam. Biasanya setiap beberapa jam Hope akan terbangun meminta susu; dia mulai menduga keberadaan Hores menjadi pengaruh di sekitar mereka.Tangan mungil Hope bergerak tepat setelah Avanthe mendekap bayi lima bulan itu. Hope persis sedang mencari satu hal dengan memukul – mukul di dada Avanthe. Tawa Avanthe mendesak ke udara, tetapi kemudian dia mengatur suaranya tetap tenang. Tidak ingin Hores terjaga. Rasanya Avanthe tidak siap menghadapi pria seperti itu. memutuskan mengambil posisi duduk di pinggir ranjang dengan hati – hati.Gaun tidur berkancing sedikit memudahkan pekerjaan. Avanthe salut bah
“Hope sudah mandi, Ava?”Avanthe menelan ludah kasar berpas – pasan bersama Shilom ketika dia akan melebarkan kaki menuju kamar. Senyum wanita itu kaku, seperti ingin menyampaikan sesuatu, tetapi juga ragu untuk bicara. Sikap Shilom persis menunjukkan wanita itu dalam tekanan. Sekarang biar Avanthe tebak. Shilom dalam pengaruh Hores?Itu cukup masuk akal mengapa sekali lagi Shilom tersenyum kaku, mengulurkan kedua lengan untuk mengambil Hope yang sedang dalam balutan handuk kecil; menggemaskan.“Tuan Roarke memintamu untuk menemuinya.”Akhirnya, setelah lama diam Avanthe meyakini bahwa pilihan terakhir Shilom tidak jauh dari kebutuhan bicara secara lugas. Hope sudah berada digendongan wanita itu, sementara Avanthe mengangkat sebelah alis tinggi memahami apa yang perlu dan tidak dia lakukan.“Kenapa aku harus menemui majikanmu?” tanya Avanthe hampir membiarkan suaranya terdengar kesal. Iris mata keunguannya menatap Shilom, mencari tanda – tanda perubahan apa
“Lepaskan aku!”Kata - kata Avanthe berdentam di benak sendiri. Dadanya bergolak liar. Dia menatap Hores tajam, tetapi pria itu sama sekali tidak mengatakan apa – apa, yang membuat reaksi di tubuh Avanthe menjalar panas, meskipun dia bisa merasakan ketegangan memancar dari tubuh besar Hores.“Hope membutuhkanku. Aku mau masuk ke dalam!”Tiba – tiba sebuah tangan mencekal pergelangan Avanthe. Dia tercekat. Berusaha dengan cepat menepis tindakan Hores, dengan bagian dalam dirinya yang pengkhianat tidak mendengarkan. Avanthe langsung mengurungkan niat saat rahang Hores bergemelatuk keras.“Ambil sepatuku sekarang!”Pria itu mendesis diliputi nada mengancam yang berbahaya. Kabut gelap menyelimuti wajah Hores, demikian, Avanthe ingat pernah melihat ekspresi yang begitu asing ini. Bibirnya terbuka, tidak tahu harus mengatakan apa; Hores sudah mengeluarkan kata – kata bernada marah.“Kau punya kesempatan bertanggung jawab atau aku akan membawa Hope pergi.”Menggancamnya dengan mengikutsertak
Itu secara mutlak adalah perintah. Beruntunglah pria itu bahwa Avanthe sedang berbaik hati untuk melangkahkan mengambil sisa sepatu yang dia lempar semalam. Avanthe terpaku lamat. Ternyata dia melakukan terlalu kuat; sepatu Hores bahkan berada beberapa meter cukup jauh dari arah kamar; dari jendela yang dia buka hati – hati semalam.Setelah melihat Hores melangkah ke arah gudang untuk meletakkan tangga di sana. Langkah Avanthe terdesak; mengambil sepatu yang terendam di genangan air. Bagaimana reaksi pria itu ketika mengetahui hal ini?Celakalah!Avanthe menelan ludah kasar memikirkan apa yang akan dia terima nanti. Bajingan kejam seperti Hores akan sangat murka. Bagaimana cara menghadapinya?Avanthe mengerjap cepat. Sudah terjadi. Apa yang bisa dia harapkan? Sepatu Hores tidak akan kering dan dia tidak bisa mencegah perubahan apa pun yang akan terjadi pada pria itu. Memang sudah tidak dapat dihentikan. Dengan desakan parah di benaknya, Avanthe segera melangkahk
Mobil yang mengantar jemput Shilom sudah berada di depan rumah. Avanthe merasa sangat gugup untuk mengetahui apakah Hope akan bersama wanita itu atau tidak ketika pintu mobil dibuka. Dia sendiri merasa cukup ragu sekadar melangkahkan kaki mendekat; perkara kata – kata Hores, itu sudah begitu jelas jika berikutnya adalah giliran Avanthe melakukan perjalanan; ntah akan ke mana.Avanthe menahan napas saat menemukan Shilom seorang diri memijakkan kaki di atas rerumputan dan menjinjing beberapa perlengkapan wanita itu. Hope akan dipulangkan; pernyataan yang selalu tergiang liar di benaknya sejak sendirian di rumah dan sekarang, saat – saat seperti ini rasanya ketakutan Avanthe menjadi nyata. Dia segera menyusul Shilom, merasakan jantungnya berdebar keras melakukan kontak mata bersama wanita itu.“Di mana Hope?” Avanthe bisa mendengar suaranya begitu lirih. Meskipun Shilom tersenyum tipis, tetapi dia tidak bisa merasakan ketenangan sebelum wanita itu mengatakan sesuatu; sebua