Itu secara mutlak adalah perintah. Beruntunglah pria itu bahwa Avanthe sedang berbaik hati untuk melangkahkan mengambil sisa sepatu yang dia lempar semalam.
Avanthe terpaku lamat. Ternyata dia melakukan terlalu kuat; sepatu Hores bahkan berada beberapa meter cukup jauh dari arah kamar; dari jendela yang dia buka hati – hati semalam.Setelah melihat Hores melangkah ke arah gudang untuk meletakkan tangga di sana. Langkah Avanthe terdesak; mengambil sepatu yang terendam di genangan air. Bagaimana reaksi pria itu ketika mengetahui hal ini?Celakalah!Avanthe menelan ludah kasar memikirkan apa yang akan dia terima nanti. Bajingan kejam seperti Hores akan sangat murka. Bagaimana cara menghadapinya?Avanthe mengerjap cepat. Sudah terjadi. Apa yang bisa dia harapkan? Sepatu Hores tidak akan kering dan dia tidak bisa mencegah perubahan apa pun yang akan terjadi pada pria itu. Memang sudah tidak dapat dihentikan. Dengan desakan parah di benaknya, Avanthe segera melangkahkMobil yang mengantar jemput Shilom sudah berada di depan rumah. Avanthe merasa sangat gugup untuk mengetahui apakah Hope akan bersama wanita itu atau tidak ketika pintu mobil dibuka. Dia sendiri merasa cukup ragu sekadar melangkahkan kaki mendekat; perkara kata – kata Hores, itu sudah begitu jelas jika berikutnya adalah giliran Avanthe melakukan perjalanan; ntah akan ke mana.Avanthe menahan napas saat menemukan Shilom seorang diri memijakkan kaki di atas rerumputan dan menjinjing beberapa perlengkapan wanita itu. Hope akan dipulangkan; pernyataan yang selalu tergiang liar di benaknya sejak sendirian di rumah dan sekarang, saat – saat seperti ini rasanya ketakutan Avanthe menjadi nyata. Dia segera menyusul Shilom, merasakan jantungnya berdebar keras melakukan kontak mata bersama wanita itu.“Di mana Hope?” Avanthe bisa mendengar suaranya begitu lirih. Meskipun Shilom tersenyum tipis, tetapi dia tidak bisa merasakan ketenangan sebelum wanita itu mengatakan sesuatu; sebua
Avanthe mematut diri di depan cermin. Ini persis pakaian pelayan dengan aksen seksi yang sengaja Hores berikan. Ukuran begitu pas mencekik di lekuk tubuh Avanthe. Batas kain begitu pendek yang hanya sebatas separuh paha. Dia juga dituntut menggunakan topi khusus untuk menggambarkan professinya sebagai seorang pelayan secara utuh di sini.Avanthe menarik napas dalam – dalam, kemudian menggembuskan udara di rongga mulut secara perlahan. Sekali lagi dia memastikan penampilannya sudah lebih baik atau semakin buruk. Setelah merasa yakin; akhirnya Avanthe melangkahkan kaki, membuka pintu kamar untuk menemukan Hope ke mana pun dia bisa.Wajah Avanthe melongok mencari – cari sebentuk tubuh mungil, padat berisi itu, barangkali dia akan kembali mendapati putri kecilnya sedang bersama Hores.Napas Avanthe tercekat seperti yang sudah dia duga. Hope sibuk bermain bola – bola, sementara Hores sedang sibuk bicara bersama seseorang di ponselnya. Wajah pria itu begitu dingin, tetapi sese
Semua pekerjaan telah diselesaikan berdasarkan aturan tertulis. Beberapa syarat tampaknya terlalu berat, tetapi Avanthe tidak bisa melakukan apa pun. Dia tidak diizinkan untuk mengundurkan diri. Tidak diperkenankan mengolah beberapa ruangan kecuali dapur, bar pribadi Hores, dan satu kamar tempat dia menidurkan Hope maupun mengganti pakaian. Mengenai sepeda-nya yang teronggok di halaman parkir malam itu ....Avanthe diberitahukan sedikit informasi bahwa Nicky telah memulangkan benda tersebut ke rumah Shilom. Avanthe menunduk; tidak tahu apa yang Hores inginkan. Pria itu seolah semakin sering mengikatnya dengan cara yang begitu buruk.Di sini tidak memiliki banyak kebebasan. Tidak ada tamu yang datang. Avanthe lebih yakin bahwa dia sebenarnya tidak benar – benar bekerja walau harus mengatur semua kebutuhan Hores sesuai standar yang pria itu berikan. Bahkan Avanthe juga merangkap sebagai seorang bartender bayangan. Mungkin – mungkin dia akan menyediakan minum khusus, kemudian melayani pr
“Apa kau selalu memakai lensa mata setiap saat?”Avanthe sedikit terkejut ketika tiba – tiba Laticia bertanya sesuatu yang tidak begitu penting kepadanya. Dia menatap wanita itu sebentar. Menimbang – nimbang; merasa tak perlu memberi Laticia jawaban, tetapi sepertinya hal tersebut tidak akan menghentikan wanita yang Hores bawa kemari supaya diam.“Apa kau akan menggoda Mr. Darkgray dengan wajah atau tubuhmu?”Di sekitar mereka napas Laticia berembus panjang, kemudian dengan cepat wanita itu melipat tangan di atas meja bar; menunjukkan sikap angkuh yang menghinakan. Ekspresi sinis saat menunggu Avanthe akan mengatakan sesuatu, setidaknya membuat Avanthe yakin untuk tetap memilih diam selama beberapa saat. Pertanyaan Laticia lebih seperti sebuah tuduhan tanpa bukti. Tidak pernah terbesit niat menggoda siapa pun, tetapi Hores-lah yang terus mengikat Avanthe ke dalam situasi rumit seperti ini. Sudah cukup berkelit menghadapi pria itu dan sekarang Laticia berusaha menambahkan bumbu tidak
Avanthe meringis sakit, dan semakin dia mengeluarkan suara untuk mengingatkan Laticia, wanita itu tampak bertambah berang. Harus diakui Laticia punya keberanian besar; melakukan sebuah tindakan jahat di tempat yang seharusnya wanita itu tidak memiliki hak.Avanthe bukan membiarkan Laticia menginjak – injak sikapnya yang lebih banyak diam; terlalu buruk sekadar meladeni wanita seperti ini. Dia berjuang melepas cengkeram Laticia di rambutnya. Tenaga yang cukup besar, Avanthe butuh upaya lebih keras demi membebaskan diri. Nyaris. Usaha untuk membuka jari – jari yang mengepal hampir selesai, tetapi tiba – tiba Laticia menginjak punggung tangannya saat Avanthe secara tidak sengaja mencoba mempertahankan keseimbangan. Ujung heels milik wanita itu menancap cukup kuat. Rasanya sangat sakit. Betapa pun Avanthe ingin terbebas, dia selalu gagal berkat tarikan penuh ambisi. Hanya suara Hope-lah yang menjadi satu – satunya pemicu mengapa Avanthe bisa segera bangkit; memberi Laticia sebuah tampara
Setelah mengunci pintu kamar. Avanthe segera meletakkan Hope di antara bantal, mengatur posisi putri kecilnya bersandar di kepala ranjang, lalu menyerahkan boneka gajah untuk dimainkan.Tarikan napas Avanthe panjang, lelah dan nyaris tidak bisa mengatakan apa pun. Dia segera mengambil tindakan membuka ikatan rambut di kepala. Kemudian pelan – pelan meluruh ke bawah; duduk di atas lantai sambil melipat tangan di pinggir kasur dan menyangga wajah di sana. Untuk beberapa saat waktu berjalan begitu hening. Rasanya Avanthe akan terlelap jika dia tak memikirkan Hope masih diliputi keinginan begadang. Mata terang itu melentik lebar; sementara Avanthe diam memperhatikan putri kecilnya yang mulai sibuk sendiri. Terkadang dia akan tersenyum ketika Hope berteriak gemas seraya menarik kuping gajah yang lebar. Tidak ada yang bisa menandingi sulut kebahagiaan di benak Avanthe selain mendapati putri kecilnya semakin pintar dan menggemaskan. Sesekali Avanthe juga akan bergerak saat Ho
“Hope – Hope-nya Mommy wangi sekali.” Avanthe dengan telaten menyematkan kancing – kancing pada pakaian berlengan panjang di tubuh Hope, sesekali akan mencium ceruk leher putri kecilnya hingga Hope akan menanggapi diliputi tawa menggemaskan.Dia melirik jam di dinding. Jarum – jarum hitam yang bergerak menunjukkan seharusnya saat ini Shilom akan meninggalkan rumah untuk bekerja. Avanthe memang sengaja mengambil waktu sedikit lebih siang, karena saat kali pertama terbangun dan mematut diri di depan cermin; dia menemukan luka lebam di sudut bibir terlihat begitu jelas. Tidak cukup berani menunjukkan semua itu di depan wanita yang Avanthe sendiri tidak tahu; sedang apa Shlom sekarang ini? Apakah menunggu jemputan atau justru melakukan kegiatan lainnya? Dia tak berani langsung memastikan. Bahkan ketika harus memandikan Hope. Avanthe harus menemukan waktu yang tepat; ketika Shilom menyiapkan diri di kamar. Betapa pun seperti itu caranya, dia harus melakukan segala sesuatu secara terburu, d
Selesai menidurkan Hope. Avanthe menyibukkan diri melakukan perkerjaan lainnya; melipat pakaian – pakaian kecil dan menyusun ke keranjang yang diletakkan di sudut kamar; menyapu ruangan—dari dapur menuju halaman depan; kemudian membersihkan perangkat – perangkat yang ada di dapur—memastikan dia tak melewatkan sedikitpun perkejaan agar ketika Shilom pulang, wanita itu tidak akan menghadapi pekerjaan rumah setelah lelah harus mengurus gedung mentereng milik pria yang ....Tiba – tiba Avanthe meletakkan satu piring di tangannya sedikit kasar. Dia mengerjap. Menghela napas lalu melangkahkan kaki menuju kamar. Semua sudah selesai. Avanthe pikir dia bisa sedikit beristirahat menenangkan pikiran yang sejak awal tidak pernah berakhir baik – baik saja. Avanthe tak mengerti mengapa dia terus – terus diliputi rasa takut. Barangkali karena pesan yang dititipkan untuk disampaikan kepada Hores menjadi salah satu tolak ukurnya. Avanthe takut kalau keputusan yang dia ambil tidak pernah dis