Avanthe luar biasa terkejut ketika dia terbangun dan menemukan Hope sudah membuka mata dan bergelut sendiri di sekitar tubuh Hores, sedangkan pria itu masih berada di puncak tidur yang lelap.
Avanthe segera bangkit untuk mengambil Hope yang malang. Putri kecilnya belum bisa mengatakan apa pun ketika menginginkan sesuatu. Anehnya, Avanthe tak mendengar suara Hope sejak semalam. Biasanya setiap beberapa jam Hope akan terbangun meminta susu; dia mulai menduga keberadaan Hores menjadi pengaruh di sekitar mereka.Tangan mungil Hope bergerak tepat setelah Avanthe mendekap bayi lima bulan itu. Hope persis sedang mencari satu hal dengan memukul – mukul di dada Avanthe.Tawa Avanthe mendesak ke udara, tetapi kemudian dia mengatur suaranya tetap tenang. Tidak ingin Hores terjaga. Rasanya Avanthe tidak siap menghadapi pria seperti itu. memutuskan mengambil posisi duduk di pinggir ranjang dengan hati – hati.Gaun tidur berkancing sedikit memudahkan pekerjaan. Avanthe salut bah“Hope sudah mandi, Ava?”Avanthe menelan ludah kasar berpas – pasan bersama Shilom ketika dia akan melebarkan kaki menuju kamar. Senyum wanita itu kaku, seperti ingin menyampaikan sesuatu, tetapi juga ragu untuk bicara. Sikap Shilom persis menunjukkan wanita itu dalam tekanan. Sekarang biar Avanthe tebak. Shilom dalam pengaruh Hores?Itu cukup masuk akal mengapa sekali lagi Shilom tersenyum kaku, mengulurkan kedua lengan untuk mengambil Hope yang sedang dalam balutan handuk kecil; menggemaskan.“Tuan Roarke memintamu untuk menemuinya.”Akhirnya, setelah lama diam Avanthe meyakini bahwa pilihan terakhir Shilom tidak jauh dari kebutuhan bicara secara lugas. Hope sudah berada digendongan wanita itu, sementara Avanthe mengangkat sebelah alis tinggi memahami apa yang perlu dan tidak dia lakukan.“Kenapa aku harus menemui majikanmu?” tanya Avanthe hampir membiarkan suaranya terdengar kesal. Iris mata keunguannya menatap Shilom, mencari tanda – tanda perubahan apa
“Lepaskan aku!”Kata - kata Avanthe berdentam di benak sendiri. Dadanya bergolak liar. Dia menatap Hores tajam, tetapi pria itu sama sekali tidak mengatakan apa – apa, yang membuat reaksi di tubuh Avanthe menjalar panas, meskipun dia bisa merasakan ketegangan memancar dari tubuh besar Hores.“Hope membutuhkanku. Aku mau masuk ke dalam!”Tiba – tiba sebuah tangan mencekal pergelangan Avanthe. Dia tercekat. Berusaha dengan cepat menepis tindakan Hores, dengan bagian dalam dirinya yang pengkhianat tidak mendengarkan. Avanthe langsung mengurungkan niat saat rahang Hores bergemelatuk keras.“Ambil sepatuku sekarang!”Pria itu mendesis diliputi nada mengancam yang berbahaya. Kabut gelap menyelimuti wajah Hores, demikian, Avanthe ingat pernah melihat ekspresi yang begitu asing ini. Bibirnya terbuka, tidak tahu harus mengatakan apa; Hores sudah mengeluarkan kata – kata bernada marah.“Kau punya kesempatan bertanggung jawab atau aku akan membawa Hope pergi.”Menggancamnya dengan mengikutsertak
Itu secara mutlak adalah perintah. Beruntunglah pria itu bahwa Avanthe sedang berbaik hati untuk melangkahkan mengambil sisa sepatu yang dia lempar semalam. Avanthe terpaku lamat. Ternyata dia melakukan terlalu kuat; sepatu Hores bahkan berada beberapa meter cukup jauh dari arah kamar; dari jendela yang dia buka hati – hati semalam.Setelah melihat Hores melangkah ke arah gudang untuk meletakkan tangga di sana. Langkah Avanthe terdesak; mengambil sepatu yang terendam di genangan air. Bagaimana reaksi pria itu ketika mengetahui hal ini?Celakalah!Avanthe menelan ludah kasar memikirkan apa yang akan dia terima nanti. Bajingan kejam seperti Hores akan sangat murka. Bagaimana cara menghadapinya?Avanthe mengerjap cepat. Sudah terjadi. Apa yang bisa dia harapkan? Sepatu Hores tidak akan kering dan dia tidak bisa mencegah perubahan apa pun yang akan terjadi pada pria itu. Memang sudah tidak dapat dihentikan. Dengan desakan parah di benaknya, Avanthe segera melangkahk
Mobil yang mengantar jemput Shilom sudah berada di depan rumah. Avanthe merasa sangat gugup untuk mengetahui apakah Hope akan bersama wanita itu atau tidak ketika pintu mobil dibuka. Dia sendiri merasa cukup ragu sekadar melangkahkan kaki mendekat; perkara kata – kata Hores, itu sudah begitu jelas jika berikutnya adalah giliran Avanthe melakukan perjalanan; ntah akan ke mana.Avanthe menahan napas saat menemukan Shilom seorang diri memijakkan kaki di atas rerumputan dan menjinjing beberapa perlengkapan wanita itu. Hope akan dipulangkan; pernyataan yang selalu tergiang liar di benaknya sejak sendirian di rumah dan sekarang, saat – saat seperti ini rasanya ketakutan Avanthe menjadi nyata. Dia segera menyusul Shilom, merasakan jantungnya berdebar keras melakukan kontak mata bersama wanita itu.“Di mana Hope?” Avanthe bisa mendengar suaranya begitu lirih. Meskipun Shilom tersenyum tipis, tetapi dia tidak bisa merasakan ketenangan sebelum wanita itu mengatakan sesuatu; sebua
Avanthe mematut diri di depan cermin. Ini persis pakaian pelayan dengan aksen seksi yang sengaja Hores berikan. Ukuran begitu pas mencekik di lekuk tubuh Avanthe. Batas kain begitu pendek yang hanya sebatas separuh paha. Dia juga dituntut menggunakan topi khusus untuk menggambarkan professinya sebagai seorang pelayan secara utuh di sini.Avanthe menarik napas dalam – dalam, kemudian menggembuskan udara di rongga mulut secara perlahan. Sekali lagi dia memastikan penampilannya sudah lebih baik atau semakin buruk. Setelah merasa yakin; akhirnya Avanthe melangkahkan kaki, membuka pintu kamar untuk menemukan Hope ke mana pun dia bisa.Wajah Avanthe melongok mencari – cari sebentuk tubuh mungil, padat berisi itu, barangkali dia akan kembali mendapati putri kecilnya sedang bersama Hores.Napas Avanthe tercekat seperti yang sudah dia duga. Hope sibuk bermain bola – bola, sementara Hores sedang sibuk bicara bersama seseorang di ponselnya. Wajah pria itu begitu dingin, tetapi sese
Semua pekerjaan telah diselesaikan berdasarkan aturan tertulis. Beberapa syarat tampaknya terlalu berat, tetapi Avanthe tidak bisa melakukan apa pun. Dia tidak diizinkan untuk mengundurkan diri. Tidak diperkenankan mengolah beberapa ruangan kecuali dapur, bar pribadi Hores, dan satu kamar tempat dia menidurkan Hope maupun mengganti pakaian. Mengenai sepeda-nya yang teronggok di halaman parkir malam itu ....Avanthe diberitahukan sedikit informasi bahwa Nicky telah memulangkan benda tersebut ke rumah Shilom. Avanthe menunduk; tidak tahu apa yang Hores inginkan. Pria itu seolah semakin sering mengikatnya dengan cara yang begitu buruk.Di sini tidak memiliki banyak kebebasan. Tidak ada tamu yang datang. Avanthe lebih yakin bahwa dia sebenarnya tidak benar – benar bekerja walau harus mengatur semua kebutuhan Hores sesuai standar yang pria itu berikan. Bahkan Avanthe juga merangkap sebagai seorang bartender bayangan. Mungkin – mungkin dia akan menyediakan minum khusus, kemudian melayani pr
“Apa kau selalu memakai lensa mata setiap saat?”Avanthe sedikit terkejut ketika tiba – tiba Laticia bertanya sesuatu yang tidak begitu penting kepadanya. Dia menatap wanita itu sebentar. Menimbang – nimbang; merasa tak perlu memberi Laticia jawaban, tetapi sepertinya hal tersebut tidak akan menghentikan wanita yang Hores bawa kemari supaya diam.“Apa kau akan menggoda Mr. Darkgray dengan wajah atau tubuhmu?”Di sekitar mereka napas Laticia berembus panjang, kemudian dengan cepat wanita itu melipat tangan di atas meja bar; menunjukkan sikap angkuh yang menghinakan. Ekspresi sinis saat menunggu Avanthe akan mengatakan sesuatu, setidaknya membuat Avanthe yakin untuk tetap memilih diam selama beberapa saat. Pertanyaan Laticia lebih seperti sebuah tuduhan tanpa bukti. Tidak pernah terbesit niat menggoda siapa pun, tetapi Hores-lah yang terus mengikat Avanthe ke dalam situasi rumit seperti ini. Sudah cukup berkelit menghadapi pria itu dan sekarang Laticia berusaha menambahkan bumbu tidak
Avanthe meringis sakit, dan semakin dia mengeluarkan suara untuk mengingatkan Laticia, wanita itu tampak bertambah berang. Harus diakui Laticia punya keberanian besar; melakukan sebuah tindakan jahat di tempat yang seharusnya wanita itu tidak memiliki hak.Avanthe bukan membiarkan Laticia menginjak – injak sikapnya yang lebih banyak diam; terlalu buruk sekadar meladeni wanita seperti ini. Dia berjuang melepas cengkeram Laticia di rambutnya. Tenaga yang cukup besar, Avanthe butuh upaya lebih keras demi membebaskan diri. Nyaris. Usaha untuk membuka jari – jari yang mengepal hampir selesai, tetapi tiba – tiba Laticia menginjak punggung tangannya saat Avanthe secara tidak sengaja mencoba mempertahankan keseimbangan. Ujung heels milik wanita itu menancap cukup kuat. Rasanya sangat sakit. Betapa pun Avanthe ingin terbebas, dia selalu gagal berkat tarikan penuh ambisi. Hanya suara Hope-lah yang menjadi satu – satunya pemicu mengapa Avanthe bisa segera bangkit; memberi Laticia sebuah tampara