“Siapa pun, tolong aku!” jerit Aoi dalam hati.
Dia selalu lemah setiap kali berhadapan dengan wanita. Akalnya ingin menolak, tapi kesopanan menuntut berlaku sebaliknya. Dia menjadi kikuk. Perempuan berkimono merah itu membisikkan sesuatu di telinga Aoi dalam bahasa Jepang yang baik dan benar. Aoi sedikit terperanjat. Pada umumnya, para samurai generasi kedua dan ketiga yang tinggal di negeri Jawa Dwipa, mereka sudah tak menggunakan bahasa Jepang murni.
Perempuan itu melepas satu persatu kimono di tubuhnya. Terakhir, dia menarik tusuk konde di rambutnya hingga rambut hitam panjang itu tergerai sempurna menutupi dada dan bagian belakang tubuhnya.
Aoi memejamkan mata. Dia bahkan berusaha berpaling. Tapi, perempuan itu bergayut manja di tubuhnya dan membisikkan sesuatu. “Memalingkan wajah dari perempuan itu perbuatan yang tidak sopan, Tuan Ronin!”
“Si-siapa kau?”
<“Siapa mereka?” desak Aoi saat berdiri saling membelakangi dengan Haridra.“Entah apa aku harus menyebutnya? Para warok, pendekar, atau bandit?” jawab Haridra asal.“Apa maksudmu dengan semua itu?”Mereka berdua berdiskusi sambil menghadapi musuh masing-masing. Aoi dengan jurus hihona ittou-nya dengan mudah menjatuhkan sejumlah warok dalam pakaian hitam. Haridra dengan kekuatan tinju mautnya sekali pukul membuat lawannya tak bergerak lagi.Tangan kanan Haridra yang terbuat dari metal berwarna merah terdengar bergemeretak saat dia menggerak-gerakkan jarinya. Dia menyerang dengan gaya bertinju menggunakan tangan kosong.Aoi menyadari bahwa Haridra kebal senjata. Para warok yang Haridra sebutkan, berulang kali menyabetkan pedang, tapi dia tak terluka sama sekali. “Orang sakti yang lain lagi,” keluh Aoi sambil menghunuskan pedang pada l
Perayaan gerbeg suro di Kota Porog dilakukan dengan sangat meriah, bahkan jauh lebih meriah dibandingkan dengan festival air di Kota Banyu. Para warga Kota Porog turun ke jalan-jalan melakukan pesta dengan membagikan makanan dan minuman secara cuma-cuma kepada para pelancong dan pengembara.“I-ni seheti su-ha?” Silver berbicara dengan mulut penuh makanan. Di tangan kanan dan kirinya membawa dua kantung berisi makanan beraneka jenis.Wajah Karuna memerah menahan kesal. “Jangan berbicara dengan mulut penuh makanan!”Silver menelannya dan nyengir. “Di sini seperti surga makanan. Rakyatnya juga makmur dan sangat ramah. Aku ingin tinggal di sini lebih lama.”Karuna tampak masih gelisah. Wajahnya terus menegang dengan sepasang alis yang mengerut. Dia terus memegangi tangan kanannya yang terasa berdenyut. Rion sendiri sudah tak terlihat. Pemuda itu pergi sendiri begitu me
Suku api datang dengan berkuda dan membakar semua rumah-rumah yang ada di sepanjang perjalanan mereka. Rion dan Haridra berdiri di tengah jalan menyaksikan iring-iringan para penari reog, warok, dan gemblaknya yang tercerai-berai. Tak sedikit warga yang terluka. Lebih banyak lagi rumah yang terbakar. Asap pekat memenuhi langit. Kobaran api memerah dan berkeretak saat melahap bangunan yang terbuat dari kayu dan bambu.Di sisi lain datang pasukan warok dalam pakaian hitam dan berudeng batik merah. Mereka berkuda dan berjalan kaki. Wajah mereka tak kalah kejam dan matanya dipenuhi dengan kebencian. Di antara kepulan asap pekat, terdengar suara desingan dan dentingan logam yang saling beradu.Rion menajamkan mata untuk memusatkan penglihatan. Dia mendapati sesosok pria berkumis baplang dalam pesak dan celana hitam. Pria itu tengah adu pedang dengan seorang pria lain yang bertopeng iblis merah.“Draken!” gum
Rion dan ketiga panglimanya memimpin pasukan warok porog pergi ke Selter Agung. Dengan bantuan dan petunjuk dari Kamiya Aoi, mereka berhasil mencapai pusat Selter Agung tanpa banyak kesulitan. Jalan-jalan yang mereka lalui, membawa kembali ingatan Rion saat pertama kali terbangun pasca jatuh dari tebing. Dia mengulang kembali satu persatu kenangan dan jalan panjang yang sudah dia tempuh untuk menemukan ketujuh panglima Kalamantra dan membebaskan dirinya dari kutukan sebagai penyihir merah.“Benarkah aku menginginkannya? Benarkah aku ingin lepas dari ajian kutukan hidup abadi sebagai Penyihir Merah?” batinnya bergejolak. “Jika aku berhasil dengan misiku, apa aku siap akan kenyataan siapa diriku yang sebenarnya? Siapa diriku di masa lalu yang ingatan itu terhapus?”Pertentangan dan pergolakan batin terus berkecamuk di dalam kepalanya sepanjang memasuki kawasan perkampungan samurai sebelum menuju benteng Selter Agung. Be
“Karuna!” teriak Rion yang dijawab Karuna dengan ayunan kaparanya.Sulur-sulur asap hitam dari tubuh Karuna memanjang dengan cepat dan membelit Catto—Jenderal Macan Kuning yang tangannya koyak oleh sabetan kapara. Tubuh mungil remaja tanggung itu menggeliat dan meronta. Di bawah belitan racun karang, tubuhnya malah membesar dan mengeluarkan cakar-cakar yang tajam dan panjang.Catto berhasil melepas belitan racun karang dan balas menerjang Karuna, tapi Haridra mengadangnya dengan tinju maut. Tubuh raksasa Catto sedikit terhuyung. Haridra terkejut karena tinjunya yang mematikan hanya memberikan efek yang tak terlalu besar bagi tubuh Catto.“Jangan meremehkan anak kecil, Haridra,” tutur Rion yang sedari tadi terlihat tak tenang. “Kemarahan hanya akan membuatnya semakin membesar. Jiwa kanak-kanaknya tertelan oleh kegelapan.”Catto bangkit dan menyerang lagi. Silv
“Eknath!” sapa Catto yang sudah kembali menjadi remaja tanggung dengan senyum ceria.“Kau membuat Tuanku susah, Catto!” keluh Eknath.Jenderal Macan Kuning itu terlihat menyesal. Dia melemparkan tatapan tajam dan tak suka secara terang-terangan pada Rion. “Aku sudah memberinya apel agar bisa membawamu pergi, tapi dia tak tahu diri!”Rion terperangah. Dia tak mengira jika apel yang diberikan Catto adalah suap agar dia bisa merebut Eknath.Pemuda berambut biru tua yang baru muncul dari dalam gua itu berlutut di depan Rion. “Hormat dan salam saya, Eknath, untuk Penyihir Merah!”Rion terlihat ragu-ragu. “Panglima Rawarontek?“Dia memang Eknath si Panglima Rawarontek yang legendaris itu,” bisik Karuna sambil memalingkan wajah dari Eknath.“Bangkitlah, Eknath!” pinta
Saat Haridra masuk ke lab bawah tanah yang berantakan dan tergenang cairan kehijauan dengan banyak serpihan kaca berserakan, diam-diam Keiko sadar dari pingsannya meski terluka parah. Eknath bangkit dari tidur panjangnya dengan tubuh telanjang. Dia melindungi Aoi yang sudah hampir mati di tangan Keiko. Pria berambut biru gelap itu mengeluarkan tombak mata satunya dari telapak tangan kanan.Keiko tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Selama di dalam inkubator, Eknath disedot energinya sampai ke titik terendah hingga dia hanya bisa terlelap. Energi yang disedot itu diserap oleh Ron untuk peremajaan tubuhnya agar selalu tampil muda. Kini, Keiko tahu Eknath selama ini hanya berpura-pura melemah.“Tapi, untuk apa dia melakukan semua itu jika bisa kapan saja pergi dari lab?” batin Keiko. Dia tak mengerti apa yang sedang dipikirkan dan direncanakan oleh sang Panglima Rawarontek ini. “Memang dari awal dia terlihat janggal. Bagaim
“Panglima Rengkah Gunung!” ujar Kamiya Aoi.Karuna dan Rion terkesiap. Haridra dan Silver kebingungan.“Kalian tahu sesuatu tentangnya? Bertahun-tahun Ron memerintahkan para pemburu Selter Agung untuk mencari dan membawanya. Akan tetapi, tak ada satu pun manusia di Jawa Dwipa yang tahu tentang legenda ini. Di dalam buku-buku tua yang aku baca juga tidak pernah menyebutkan sosok ini.” Aoi tampak berpikir keras dan mengira-ngira siapa sosok ini.“Dia... Panglima kedelapan!” tutur Rion datar yang diiyakan oleh Karuna.Haridra dan Silver semakin tak mengerti. “Aku pikir, panglima legenda hanya ada tujuh dan semuanya berasal dari sihir pancasona yang berhasil diciptakan oleh Ratu Shima.”“Seorang pria tua jembel!” Rion seketika tersadar. “Sewaktu aku terbangun di dasar jurang, ada seorang pria tua jembel yang memasukkan