Beranda / Pendekar / Panglima Kalamantra / 84: Haridra Sang Petarung

Share

84: Haridra Sang Petarung

Penulis: Roe_Roe
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-17 12:49:47

Prang!

Setumpuk piring pecah dan makanan di atasnya berserakan ke lantai. Seluruh pengunjung kedai hanya melirik ke sumber keributan. Mereka tak berani menatap pria yang membuat kekacauan itu yang hanya berdiri mematung dengan wajah tegang dan beku.

Tubuhnya kekar berotot dengan kulit sewarna zaitun. Rambutnya putih keperakan dan dipangkas pendek, terlihat kontras dengan kulitnya. Pakaiannya sedikit nyentrik, jaket kulit hitam dengan banyak hiasan belt di bagian lengan. Bagian dadanya terbuka sebagian berpadu dengan celana jin hitam ketat. Sepatu botnya setinggi betis. Pada tangan kanannya terdapat sarung tangan aneh serupa besi berwarna merah. Tangan kirinya hanya dibalut sarung tangan kulit yang menampakkan dua ruas buku-buku jemarinya.

Pria menakutkan itu adalah pelayan kedai. Dia baru keluar dari dapur untuk menyajikan makanan bagi pelanggan. Di tangannya, dia membawa banyak piring bertumpuk-tumpuk. Saat berjalan men

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Panglima Kalamantra    85: Penguntit

    “Siapa pun, tolong aku!” jerit Aoi dalam hati.Dia selalu lemah setiap kali berhadapan dengan wanita. Akalnya ingin menolak, tapi kesopanan menuntut berlaku sebaliknya. Dia menjadi kikuk. Perempuan berkimono merah itu membisikkan sesuatu di telinga Aoi dalam bahasa Jepang yang baik dan benar. Aoi sedikit terperanjat. Pada umumnya, para samurai generasi kedua dan ketiga yang tinggal di negeri Jawa Dwipa, mereka sudah tak menggunakan bahasa Jepang murni.Perempuan itu melepas satu persatu kimono di tubuhnya. Terakhir, dia menarik tusuk konde di rambutnya hingga rambut hitam panjang itu tergerai sempurna menutupi dada dan bagian belakang tubuhnya.Aoi memejamkan mata. Dia bahkan berusaha berpaling. Tapi, perempuan itu bergayut manja di tubuhnya dan membisikkan sesuatu. “Memalingkan wajah dari perempuan itu perbuatan yang tidak sopan, Tuan Ronin!”“Si-siapa kau?”

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-19
  • Panglima Kalamantra    86: Panglima dari Barat dan Timur

    “Siapa mereka?” desak Aoi saat berdiri saling membelakangi dengan Haridra.“Entah apa aku harus menyebutnya? Para warok, pendekar, atau bandit?” jawab Haridra asal.“Apa maksudmu dengan semua itu?”Mereka berdua berdiskusi sambil menghadapi musuh masing-masing. Aoi dengan jurus hihona ittou-nya dengan mudah menjatuhkan sejumlah warok dalam pakaian hitam. Haridra dengan kekuatan tinju mautnya sekali pukul membuat lawannya tak bergerak lagi.Tangan kanan Haridra yang terbuat dari metal berwarna merah terdengar bergemeretak saat dia menggerak-gerakkan jarinya. Dia menyerang dengan gaya bertinju menggunakan tangan kosong.Aoi menyadari bahwa Haridra kebal senjata. Para warok yang Haridra sebutkan, berulang kali menyabetkan pedang, tapi dia tak terluka sama sekali. “Orang sakti yang lain lagi,” keluh Aoi sambil menghunuskan pedang pada l

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-20
  • Panglima Kalamantra    87: Kampung Reog di Kota Porog

    Perayaan gerbeg suro di Kota Porog dilakukan dengan sangat meriah, bahkan jauh lebih meriah dibandingkan dengan festival air di Kota Banyu. Para warga Kota Porog turun ke jalan-jalan melakukan pesta dengan membagikan makanan dan minuman secara cuma-cuma kepada para pelancong dan pengembara.“I-ni seheti su-ha?” Silver berbicara dengan mulut penuh makanan. Di tangan kanan dan kirinya membawa dua kantung berisi makanan beraneka jenis.Wajah Karuna memerah menahan kesal. “Jangan berbicara dengan mulut penuh makanan!”Silver menelannya dan nyengir. “Di sini seperti surga makanan. Rakyatnya juga makmur dan sangat ramah. Aku ingin tinggal di sini lebih lama.”Karuna tampak masih gelisah. Wajahnya terus menegang dengan sepasang alis yang mengerut. Dia terus memegangi tangan kanannya yang terasa berdenyut. Rion sendiri sudah tak terlihat. Pemuda itu pergi sendiri begitu me

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-21
  • Panglima Kalamantra    88: Menyerang Puri Api

    Suku api datang dengan berkuda dan membakar semua rumah-rumah yang ada di sepanjang perjalanan mereka. Rion dan Haridra berdiri di tengah jalan menyaksikan iring-iringan para penari reog, warok, dan gemblaknya yang tercerai-berai. Tak sedikit warga yang terluka. Lebih banyak lagi rumah yang terbakar. Asap pekat memenuhi langit. Kobaran api memerah dan berkeretak saat melahap bangunan yang terbuat dari kayu dan bambu.Di sisi lain datang pasukan warok dalam pakaian hitam dan berudeng batik merah. Mereka berkuda dan berjalan kaki. Wajah mereka tak kalah kejam dan matanya dipenuhi dengan kebencian. Di antara kepulan asap pekat, terdengar suara desingan dan dentingan logam yang saling beradu.Rion menajamkan mata untuk memusatkan penglihatan. Dia mendapati sesosok pria berkumis baplang dalam pesak dan celana hitam. Pria itu tengah adu pedang dengan seorang pria lain yang bertopeng iblis merah.“Draken!” gum

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-22
  • Panglima Kalamantra    89: Catto sang Jenderal Macan Kuning

    Rion dan ketiga panglimanya memimpin pasukan warok porog pergi ke Selter Agung. Dengan bantuan dan petunjuk dari Kamiya Aoi, mereka berhasil mencapai pusat Selter Agung tanpa banyak kesulitan. Jalan-jalan yang mereka lalui, membawa kembali ingatan Rion saat pertama kali terbangun pasca jatuh dari tebing. Dia mengulang kembali satu persatu kenangan dan jalan panjang yang sudah dia tempuh untuk menemukan ketujuh panglima Kalamantra dan membebaskan dirinya dari kutukan sebagai penyihir merah.“Benarkah aku menginginkannya? Benarkah aku ingin lepas dari ajian kutukan hidup abadi sebagai Penyihir Merah?” batinnya bergejolak. “Jika aku berhasil dengan misiku, apa aku siap akan kenyataan siapa diriku yang sebenarnya? Siapa diriku di masa lalu yang ingatan itu terhapus?”Pertentangan dan pergolakan batin terus berkecamuk di dalam kepalanya sepanjang memasuki kawasan perkampungan samurai sebelum menuju benteng Selter Agung. Be

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-23
  • Panglima Kalamantra    90: Tidur Panjang Panglima Rawarontek

    “Karuna!” teriak Rion yang dijawab Karuna dengan ayunan kaparanya.Sulur-sulur asap hitam dari tubuh Karuna memanjang dengan cepat dan membelit Catto—Jenderal Macan Kuning yang tangannya koyak oleh sabetan kapara. Tubuh mungil remaja tanggung itu menggeliat dan meronta. Di bawah belitan racun karang, tubuhnya malah membesar dan mengeluarkan cakar-cakar yang tajam dan panjang.Catto berhasil melepas belitan racun karang dan balas menerjang Karuna, tapi Haridra mengadangnya dengan tinju maut. Tubuh raksasa Catto sedikit terhuyung. Haridra terkejut karena tinjunya yang mematikan hanya memberikan efek yang tak terlalu besar bagi tubuh Catto.“Jangan meremehkan anak kecil, Haridra,” tutur Rion yang sedari tadi terlihat tak tenang. “Kemarahan hanya akan membuatnya semakin membesar. Jiwa kanak-kanaknya tertelan oleh kegelapan.”Catto bangkit dan menyerang lagi. Silv

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-24
  • Panglima Kalamantra    91: Jalan yang Dipilih Panglima Rawarontek

    “Eknath!” sapa Catto yang sudah kembali menjadi remaja tanggung dengan senyum ceria.“Kau membuat Tuanku susah, Catto!” keluh Eknath.Jenderal Macan Kuning itu terlihat menyesal. Dia melemparkan tatapan tajam dan tak suka secara terang-terangan pada Rion. “Aku sudah memberinya apel agar bisa membawamu pergi, tapi dia tak tahu diri!”Rion terperangah. Dia tak mengira jika apel yang diberikan Catto adalah suap agar dia bisa merebut Eknath.Pemuda berambut biru tua yang baru muncul dari dalam gua itu berlutut di depan Rion. “Hormat dan salam saya, Eknath, untuk Penyihir Merah!”Rion terlihat ragu-ragu. “Panglima Rawarontek?“Dia memang Eknath si Panglima Rawarontek yang legendaris itu,” bisik Karuna sambil memalingkan wajah dari Eknath.“Bangkitlah, Eknath!” pinta

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-25
  • Panglima Kalamantra    92: Kembali Utuh

    Saat Haridra masuk ke lab bawah tanah yang berantakan dan tergenang cairan kehijauan dengan banyak serpihan kaca berserakan, diam-diam Keiko sadar dari pingsannya meski terluka parah. Eknath bangkit dari tidur panjangnya dengan tubuh telanjang. Dia melindungi Aoi yang sudah hampir mati di tangan Keiko. Pria berambut biru gelap itu mengeluarkan tombak mata satunya dari telapak tangan kanan.Keiko tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Selama di dalam inkubator, Eknath disedot energinya sampai ke titik terendah hingga dia hanya bisa terlelap. Energi yang disedot itu diserap oleh Ron untuk peremajaan tubuhnya agar selalu tampil muda. Kini, Keiko tahu Eknath selama ini hanya berpura-pura melemah.“Tapi, untuk apa dia melakukan semua itu jika bisa kapan saja pergi dari lab?” batin Keiko. Dia tak mengerti apa yang sedang dipikirkan dan direncanakan oleh sang Panglima Rawarontek ini. “Memang dari awal dia terlihat janggal. Bagaim

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-27

Bab terbaru

  • Panglima Kalamantra    25: Segel Kutukan

    “Ayaah!” teriak Lilian. “Di mana kauu...?”Di tengah-tengah lautan pertempuan antara klan kultivasi dengan pasukan mayat hidup itu, seorang pria tua dengan jenggot putih panjang tertatih mencari keberadaan putrinya.“Ayah!” teriak Lilian sekali lagi.Tuan Besar Zang mengikuti sumber suara sang putri. Dia berjalan mendekati arah Lilian berada meski di sekitarnya ada banyak sekali hujan anak panah, tebasan pedang, dan hunusan tombak. Dia berusaha mengindari mereka semua sebisa mungkin.“Ayah! Pergi dari sana!” Lilian panik seketika mendapati sang ayah mendekat dengan tubuh yang tak terlihat baik-baik saja.“Pandai sekali dia memainkan peran,” sengih Eknath begitu melihat Tuan Besar Zang muncul di sana meski sudah sangat terlambat.Sejumlah pasukan mayat hidup menyerang siapa saja yang masih menjadi manusia. Mereka semakin brutal. Tuan

  • Panglima Kalamantra    24: Terkuaknya Sosok Berkecapi

    Melihat kemunculan Lilian bersama pusaka mata naga membuat seluruh anggota klan kultivasi yang lain tertarik. Mereka tak lagi berpura-pura bergabung dalam pemberontakan untuk melawan klan Wan. Tujuan mereka sebenarnya adalah ingin merebut pusaka mata naga.“Aku... tak bisa bergerak.” Eknath terjatuh ke tanah.“Brengsek! Segel itu memakan energinya,” gumam Karuna yang berdiri di luar segel ciptaan Lilian.Traaang!Lilian mengayunkan lagi dawai kecapinya ke arah Eknath yang terjebak. Pria itu muntah darah akibat cambukan dawai iblis Lilian tepat ke pusat inti energinya.“Jangan sakiti dia!” teriak Karuna marah.Lilian berhenti memainkan kecapinya dan berdiri menatap mereka berdua. Dia ulurkan tangan ke depan dan menyerap seluruh energi yang terjerat di dalam segel. Warna merah segel memudar seiring dengan keluarnya energi gelap di dalam tubuh Eknath.

  • Panglima Kalamantra    23: Pasukan Iblis Kabut

    “Siapa pun tolong aku!”Para mayat hidup yang terdiri dari pasukan Wan berlarian memburu Tuan Muda Wan. Jumlah mereka semakin banyak. Tuan Muda Wan terus berlari tapi tak ada tempat perlindungan untuknya.“Akan aku bayar kalian dengan apa saja kalau bisa menyelamatkanku!” Pria itu sangat ketakutan sampai tak bisa lagi berlari.Napas Tuan Muda Wan terengah- engah. Ketakutannya tiba-tiba berbalik menjadi keberanian saat dia teringat pada sesuatu yang dia miliki. Pria itu merogoh baju dan mengeluarkan sebuah kantung khusus penyimpan pusaka.Para mayat hidup itu seketika terhenti begitu kantung di tangan Tuan Muda Wan terbuka segelnya. Tuan Muda Wan mengeluarkan sesuatu yang bercahaya dengan warna hitam pekat di dalamnya. Masing-masing benda yang keluar dari kantung melayang di permukaan tangannya dan bersatu membentuk sebuah bongkahan bola yang kehilangan satu bagian.“Pusaka

  • Panglima Kalamantra    22: Pasukan Ngengat

    Perempuan itu berlari ketakutan. Dia mencari pertolongan pada siapa saja yang masih hidup di sana. Tapi, rumah mewah itu sangat lengang dan gelap. Di sepanjang dia berlari hanya menemukan mayat para penjaga yang ditempatkan Tuan Muda Wan di sana.Di kejauhan terdengar suara kecapi mengalun rendah dan merdu. Perempuan itu berhenti dan menegang seketika. Dia raba tengkuknya yang meremang.“Suara apa ini?” Matanya melotot lebar dan berputar-putar di lorong antara taman dan rumah utama.Suara kecapi itu semakin keras dan mendekat. Dia menatap ke langit yang mendung dan bulan purnama yang tertutup awan.Traaang!Gema kecapi tiba-tiba meninggi dengan kasar. Perempuan itu panik. Seiring dengan alunan kecapi yang menggila, di sekitarnya para mayat pasukan Wan yang bergelimpangan mulai bergerak-gerak. Mayat-mayat itu seperti boneka marionate yang digerakkan oleh benang tak kasatmata.Perem

  • Panglima Kalamantra    21: Penjaga yang Mati

    Saat pengintai itu akan berbalik pergi, sebuah tombak meluncur di depan kakinya. Dia terduduk dan mundur dengan wajah pucat. Dari belakang, seorang pria menghunuskan pedang dari punggung menembus dada sang mata-mata.“Hah, kau mau memata-matai kami?” seringai pria yang berdiri di depannya sambil mencabut tombak yang sebelumnya dia lemparkan.Mata-mata dari klan Wan itu muntah darah dan mati seketika.Mereka terlambat, rekan sang mata-mata sudah melemparkan mantra ke langit untuk memberi tahu pasukan yang lain keberadaan para pemberontak di sana. Pria bertombak menghunus jantung sang pengirim pesan.Seluruh anggota pasukan pemberontak menyadari mantra yang terbang itu akan datang membawa pasukan klan Wan untuk menyerang markas mereka. Seluruh anggota pasukan pemberontak bersiap untuk menghadapi serangan.Di markas pusat klan Wan, Tuan Muda Wan terlihat gelisah dan ketakutan. Selama tiga malam

  • Panglima Kalamantra    20: Mantra Pengundang Iblis

    Karuna dan Eknath mendatangi permukiman terdekat. Mereka mengikuti sumber cahaya yang terlihat masih menyala di perbatasan kota.“Sepertinya di sini baik-baik saja....”“Ya, tampaknya mereka hanya menyasar markas pengawas klan Wan.”Saat melintas di salah satu gang permukiman warga, mereka mendengar sebuah keluarga tengah berbincang-bincang.“Sesuatu tengah terjadi di markas pengawas utara juga. Mereka semua menyelamatkan diri ke sini. Begitu yang aku dengar.”“Tak hanya di sana. Aku baru kembali dari timur. Aku lihat di sana juga kacau. Aku segera kembali dan urung melakukan perjalanan. Kata orang-orang semua markas klan Wan dikutuk oleh iblis jahat!”“Aku dengar yang melakukan adalah iblis dari Gunung Iblis! Mereka memburu pemilik pusaka mata naga. Siapa lagi kalau bukan klan Wan yang punya?”“Entahlah. Jika kau me

  • Panglima Kalamantra    19: Kehancuran Misterius di Kota

    “Aku menerimanya!” teriak Eknath setuju dengan penawaran sosok misterius dalam bayangan gelap itu. “Bebaskan aku sekarang! Aku setuju dengan kesepakatan yang kau berikan!”Sosok yang tersembunyi dalam gelap itu menyeringai.“Hei! Lepaskan aku!”“Berikan padaku sumpah jiwa dengan tombak acala ini sebagai jaminannya!” tuntut sang sosok misterius.“Keparat!” umpat Eknath.Dia tak punya pilihan lain. Eknath pun merapal mantra pelepasan jiwa atau merogoh sukma. Kini, separuh jiwanya berada dalam genggaman sosok misterius itu. Jiwa tombak acala adalah separuh kehidupan Eknath. Dia serahkan jiwa tombak itu sebagai jaminan dan akan kembali padanya jika Eknath sudah menyelesaikan kesepakatannya.Jerat-jerat sihir di tubuh Eknath memudar. Dia bisa bangkit dan memijit pergelangan tangannya yang sebelumnya terikat jerat.“ACALA!

  • Panglima Kalamantra    18: Merangkak Menuju Harapan

    Di sebuah taman pribadi yang mewah dan megah dengan banyak tanaman menghiasai, seorang perempuan dalam gaun sutra tipis berjalan dengan talam di tangan. Dia membawa seperangkat alat untuk jamuan teh.Di gazebo ada seorang remaja yang tengah membersihkan pedangnya. Perempuan pembawa baki teh itu mendekat. Dari arah yang berbeda, seorang pria berlari-lari dengan tergesa.“Tuan Muda... Tuan Muda....”Remaja yang duduk di gazebo itu menengok pada sang pria. “Kenapa panik sekali?”“Hosh... Hosh... Anu... Itu... Di depan ada perwakilan dari klan Wan!”Prang!Baki teh yang dibawa perempuan bergaun sutra terjatuh. Remaja yang duduk di gazebo semakin gusar.“Apa lagi sekarang, Kak?” tanyanya pada sang perempuan.“Ini pertanda buruk, Chyou! Apa kau lupa bagaimana klan Zang dibumihanguskan oleh mereka?”“L

  • Panglima Kalamantra    17: Tiga Kekalahan

    “Ke mana kalian akan membawaku?” tutur Lilian lirih saat tubuhnya diseret oleh lima pria anak buah si perempuan bergaun ungu.Perempuan bergaun ungu itu terhenti. Dia tiba-tiba menyeringai karena mempunyai sebuah ide.“Bawa dia ke kawah iblis!”“Tapi, Nona... tempat itu....”“Ini perintah! Apa yang aku ucapkan juga mewakili perintah Tuan Muda Wan!”Kelima pria yang menyeret tubuh Lilian ragu-ragu.“Ka-kami tidak berani!”“Kalian akan mati di sini jika menolak! Bawa dia ke kawah iblis, sekarang!”Kelima pria itu mulai membawa Lilian menuju ke jalan kawah iblis tak jauh dari hutan bambu hitam. Mata Lilian yang bengkak tak bisa melihat dengan jelas. Tapi, hidungnya bisa mencium aroma daun bambu yang basah dan terbakar.Seluruh tanaman di Gunung Iblis didominasi warna hitam dan kelabu. Semuany

DMCA.com Protection Status