Home / Pernikahan / Pamanmu Adalah Suamiku / 5. Mengakhiri Semuanya

Share

5. Mengakhiri Semuanya

“Alena, bangunlah!” perintah pria yang menghentikan sang ayah memukulinya. 

Alena mendongak. Dia pun menerima uluran tangan pria itu. Dia menatapnya lalu memeluknya. Dia begitu merindukan pria itu dan hanya pria itu yang selalu melindunginya. 

“Kakek ....”

“Gadis tengil. Mengapa kamu tidak melawan? Apakah kamu ingin dihajar habis-habisan oleh ayahmu yang bodoh itu.”

Alena hanya diam dan masih memeluk kakeknya. Dengan berada di dalam pelukan sang kakek bisa membuatnya begitu tenang dan hangat. Hanya berada di dekat sang kakek yang bisa membuatnya merasa aman.

Dia melepaskan pelukannya. Setelah itu dia melihat Brian yang berdiri di belakang sang kakek. Dia melupakan jika pria itu ada di depan rumah sedang menunggunya.

“Ayah, dia sudah membuatku malu. Serta nama baik kita tercemar karena dia!”

“Pram, sejak awal kamu memang tidak adil pada, Alena. Kamu hanya mengikuti apa yang kamu pikirkan dan tidak pernah mau mendengarkan penjelasannya. Sehingga bagimu Alena hanya putri tidak berguna dan hanya membuat malu,” timpal sang ayah. 

Perhatiannya kembali tertuju pada ayah dan kakeknya yang tengah beradu argumentasi. Terlihat jika sang ayah sama sekali tidak ingin disalahkan karena cara didiknya terhadap kedua putrinya. Yang selalu dibanding-bandingkan. 

“Sayang, bukankah kamu akan mengambil sesuatu? Ambillah!” Sang kakek berkata pada Alena. 

Alena mengangguk. Dia berjalan meninggalkan ayahnya dan menuju ke kamarnya. Sembari terus berjalan dia juga kembali mendengar sang ayah yang terus menyalahkan dirinya karena sudah membuat nama baiknya hancur.

Dia sudah ada di dalam kamarnya dan mencari flash drive yang diinginkan oleh Brian. Di berpikir mungkin flash drive itu sangat penting sehingga membuat pria itu ikut bersama dengannya.

“Ini dia. Aku harus langsung menyerahkannya dan menyuruhnya pergi,” ucapnya. Lalu dia berjalan keluar. 

Langkahnya terhenti saat dia merasakan sakit di tubuhnya akibat pukulan sang ayah. Dia melihat lengannya yang ternyata memerah bahkan ada yang berdarah. 

“Jika kakek tidak datang mungkin hari ini adalah hari terakhirku.”

Dia kembali berjalan. Sembari menahan rasa sakitnya. Dia berada di anak tangga dan mendengar apa yang sedang dibicarakan ayah, kakek dan juga Brian. Dia sama sekali tidak setuju dengan keputusan yang mereka setujui.

“Aku tidak setuju! Aku tidak akan menikah dengannya! Kami tidak melakukan hal yang tidak senonoh!” ujar Alena. Sembari terus berjalan mendekat ke arah Brian. 

“Sayang ....”

“Kakek, bukankah sudah tahu jika aku sangat mencintai Theo. Aku hanya ingin menikah dengannya.”

Alena masih bersikeras mempertahankan hubungannya dengan sang kekasih. Sudah cukup baginya selalu menyerah dengan apa yang diinginkannya. 

“Ini yang kamu inginkan. Sekarang pergilah dan jangan memikirkan apa yang kalian bahas barusan,” Alena berkata pada Brian. Sembari menyerahkan flash drive.

“Sepertinya kamu harus berjuang sangat keras.” 

Alena tidak menimpali lagi perkataan Brian yang beranjak pergi meninggalkan rumah. Sembari membawa barang yang diinginkannya. Mungkin yang dikatakan pria itu benar. Namun, dia akan berjuang dengan kuat untuk mempertahankan cintanya. 

“Kakek ... aku mohon ... jangan memaksaku menikah dengannya. Aku bersumpah tidak terjadi sesuatu dengannya. Aku sangat mencintai, Theo.” 

Dia terus memohon pada sang kakek. Sebab hanya kakeknya yang bisa membantunya. Sedangkan sang ibu tidak bisa berbuat apa-apa karena sudah pasti akan kalah oleh ayah. 

“Apa kamu yakin? Apa kamu benar-benar percaya jika pria itu akan menerimamu setelah foto-fotomu tersebarluas?” tanya sang kakek. 

“Aku yakin. Theo, pasti percaya padaku dan mencintaiku.” 

“Kamu pikirkan kembali baik-baik. Selama beberapa hari ini Kakek akan tinggal di sini. Kakek akan berusaha menyelesaikan masalahmu.” 

“Terima kasih, Kakek.” 

“Sita, obati semua luka, Alena! Dan kamu Pram ikut denganku!” Sang kakek berkata. Sembari beranjak pergi.

“Sayang, ayo!” imbuh sang ibu. 

Alena mengangguk. Dia berjalan bersama ibunya ke kamar. Sang ibu mulai mengolesi luka-luka yang ada di tubuhnya. 

“Maafkan ibumu ini,” ucap sang ibu. Dengan nada sedih. 

“Tidak perlu meminta maaf. Aku tahu Ibu sudah berusaha keras untuk melindungiku. Seharusnya aku yang meminta maaf karena belum bisa menjadi putri terbaik untukmu. 

Alena pun tidak mendengar ibunya bicara. Dia yakin jika saat ini di hati sang ibu sedang memikirkan rencana ayahnya. Namun, kali ini dia tidak akan menyerah dengan cintanya dan akan mempertahankannya. 

“Kamu istirahatlah! Untuk beberapa hari ini jangan membuat ayahmu marah. Sebab, Erica pergi ke luar kota,” ucap sang ibu. Sembari berjalan pergi meninggalkan kamar Alena. 

Alena masih duduk di atas ranjang, dia teringat kembali semua fotonya malam tadi. Dia masih memikirkan siapa yang sudah memotretnya malam itu.

Lamunannya pecah saat dia mendengar suara dering ponselnya. Dia mencari di mana ponselnya. Dia berjalan menuju ke arah meja dan melihat tas miliknya ada di sana. 

“Mengapa tasku ada di sini? Bukankah semalam ....”

Alena menghentikan kalimatnya. Dia mengambil ponselnya dari dalam tasnya. Dia melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Dia langsung mengangkatnya karena yang menghubunginya adalah sang kekasih. 

“Halo,” sapa Alena.

Dia mendengarkan apa yang dikatakan oleh Theo. Dan pria itu memintanya untuk menemuinya. Tanpa berpikir panjang Alena menyetujuinya. Sebab dia memang harus bertemu dengan kekasihnya untuk membicarakan masalah yang tengah dihadapinya saat ini.

“Kirimkan lokasinya. Aku akan menemuimu!” Alena kembali berkata pada Theo. Lalu dia memutuskan sambungan teleponnya. Setelah pria itu mengatakan ya. 

Alena mengabaikan luka di sekejur tubuhnya. Dia mengganti pakaiannya dan berniat untuk pergi menemui Theo. Dia juga mengabaikan apa yang barusan dikatakan oleh ibunya. Dia sudah bersiap dan ke luar dari kamarnya. Dia melihat seorang pelayan. 

“Apa ayahku ada di rumah?” tanya Alena. Pada sang pelayan.

“Tuan pergi kira-kira sepuluh menit yang lalu.”

Setelah mendengar itu Alena langsung pergi. Dia mengendarai motornya. Dia memacu motornya dengan kecepatan tinggi agar bisa tiba di tempat yang sudah diberikan oleh Thoe.

Di tengah perjalanan. Dia menghentikan motornya karena merasakan ponselnya yang bergetar. Dia mengambil ponselnya dari saku jaketnya. Lalu melihat pesan yang dikirimkan oleh sang kekasih.

“Dia membatalkannya,” gumamnya. Sembari terdiam sejenak.

Dia tidak tahu harus ke mana lagi saat ini. Sebuah pesan singkat kembali masuk. Pesan itu berasal dari salah satu temannya yang meminta bantuan padanya. Dia membalas pesan itu dan menyetujui akan membantu temannya itu. 

Dia menjalankan kembali motornya menuju tempat temannya. Hingga akhirnya dia tiba di salah satu apartemen. Dia memarkirkan motornya lalu berjalan menuju apartemen temannya. 

“Theo, sedang apa dia di sini?” gumam Alena. Saat melihat Theo tengah berjalan di depannya. 

Dia hendak memanggil kekasihnya. Akan tetapi, diurungkannya. Sebab dia melihat ada seorang pria dan wanita yang mendekat pada sang kekasih. Ponselnya berdering dan dia mengangkatnya.

“Aku di area parkir. Aku akan segera ke sana!” ucap Alena. Lalu dia memutuskan sambungan teleponnya. Sembari berjalan menuju ke apartemen temannya.

Dia sudah ada di dekat apartemen temannya. Saat dia hendak mengetuk pintu apartemen. Pandangannya teralihkan saat dirinya melihat seseorang yang dikenalnya yaitu Mika yang masuk ke dalam salah satu apartemen. 

“Alena, maafkan aku sudah merepotkanmu. Namun, semua masalahku sudah selesai,” ucap seseorang yang baru membuka pintu apartemen.

“Syukurlah. Kalau begitu aku ....”

Alena menghentikan ucapannya setelah mendengar ponselnya berdering. Dia mengambil ponselnya dan langsung mengangkatnya karena yang menghubunginya adalah nomor ponsel sang kakek.

“Siapa kamu? Mengapa ponsel kakekku ada di kamu?!” tanya Alena. Pada orang yang ada di ujung telepon.

Dia mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang itu. Sembari berjalan. Dia begitu terkejut saat ada di dekat apartemen yang tadi dimasuki oleh Mika. Rupanya pintu apartemen itu tidak ditutup rapat.

Alena mengepalkan kedua tangannya. Dia menahan emosi di dalam hatinya. Dia terhenyak saat mendengar orang yang ada di ujung telepon mengatakan jika sang kakek berada di rumah sakit.

“Brian, jika terjadi sesuatu pada kakekku maka aku tidak akan melepaskanmu!” ancam Alena. Lalu dia berjalan meninggalkan apartemen dan mengabaikan apa yang barusan dilihatnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status