"Siapa kamu? Mengapa kamu masuk ke kamarku tanpa izin dariku?” tanya Alena yang terkejut dengan orang yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. “Aku bisa masuk di semua ruangan ini tanpa izin darimu.” Alena turun dari atas ranjang dan dia menatap wanita yang ada di hadapannya saat ini. Dia tidak mengerti mengapa wanita itu begitu penuh percaya diri dan menyebalkan. Dia masih berusaha untuk menahan rasa kesal di hatinya dengan sikap wanita yang ada di hadapannya. Wanita itu terus memandanginya dengan tatapan yang terlihat penuh dengan kebencian. “Aku tidak mengira jika Brian mau menikah dengan wanita sepertimu,” Wanita itu kembali berkata dan kali ini dengan nada menghina. Tidak cukup satu kali wanita itu terus melontarkan kata-kata yang membuat Alena semakin geram saja. Namun, Alena masih berusaha untuk mengontrol emosinya. “Brian ... Brian ... hanya itu yang terus kamu sebut. Apakah kamu mencintainya? Sehingga kamu begitu membenciku?” tanya Alena. Yang membuat wanita itu akhirny
"Bagaimana menurutmu? Apakah aku terlihat tidak senang menikah dengannya?” Alena balik bertanya pada wanita yang ada di depannya.Alena berpikir entah berapa wanita lagi yang harus dihadapinya karena dirinya sudah menikah dengan Brian. Dia terus menatap wanita yang sedang menatapnya dengan tajam.
Alena sudah ada di depan pintu masuk rumahnya. Dia membuka pintu dan masuk ke dalam. Dia melihat rumahnya begitu sepi seperti tidak terjadi sesuatu yang menyedihkan. “Nona, Anda ada di sini?” tanya seorang pelayan yang melihat kedatangan Alena. “Bagaimana keadaan ibuku?” "Nyonya baik-baik saja,” jawab sang pelayan dengan raut wajah kebingungan. “Di mana ibuku sekarang?” Alena kembali bertanya. “Nyonya ada di kamarnya dan ....” Alena langsung menuju kamar sang ibu tanpa mendengarkan sang pelayan menyelesaikan kalimatnya. Dia berhenti sejenak saat sudah ada di depan pintu kamar yang ternyata sedikit terbuka. Sehingga dia bisa mendengar sang ibu yang tengah bicara dengan seseorang. Dia berniat untuk masuk tetapi diurungkannya karena dia sedikit terkejut dengan perkataan sang ibu. Dia memutuskan untuk tetap berdiri di balik pintu dan mendengarkan semua pembicaraan ibunya dengan seseorang yang ada di ujung telepon. Dia tersenyum sedih saat mendengar ibunya yang sedang membicarak
Alena tersenyum lalu dia berkata, “Aku tidak peduli lagi.”Tanpa membalikkan tubuhnya dan dia juga tidak peduli dengan orang yang ada di belakangnya. Dia masuk ke dalam mobilnya dan menjalankannya ke luar area rumahnya. Sebenarnya dia sudah tahu s
“Kamu ada di sini?” Alena kembali bertanya pada orang yang ada di sampingnya saat ini. “Tante muda ....”“Tante muda ... tante mudah ... apakah kamu tidak bisa memanggilku Alena saja? Panggilanmu itu terasa tidak mengenakan telingaku saja!” Alen
"Sepertinya memang ada yang tidak beres,” gumam Alena. Lalu dia menjalankan motornya untuk mendekati Caca. Dia menghentikan motornya setelah ada di dekat Caca. Dia membuka helmnya. Lalu melihat ke arah Caca yang terkejut saat melihat dirinya. “Sebaiknya kamu pergi! Jika tidak kamu akan menyesalinya!” ancam seorang pria yang mengenakan anting di hidungnya. “Aku ingin lihat siapa yang akan menyesal nantinya.” Alena menimpali pria itu dan memperlihatkan jika dirinya sama sekali tidak takut dengan mereka semua. Dia juga melihat ke arah Caca yang saat ini sudah ada di dekatnya. “Tante, sebaiknya pergi saja! Aku bisa menyelesaikannya,” ucap Caca. “Siapa mereka sebenarnya? Mengapa kamu berhubungan dengan mereka? Apakah mereka mengancam kamu?” Alena melayangkan banyak pertanyaan pada keponakan suaminya itu. Meski dirinya belum mengenal baik Caca tetapi dia tidak membiarkannya dalam bahaya. “Jelaskan padaku!” Alena kembali berkata dengan nada sedikit menekan pada Caca yang ada di s
Alena masih merasa kesal dan dia orang yang memintanya untuk bertemu. Padahal sudah tidak ada lagi yang perlu dibahas dengan orang itu. Dia berusaha memejamkan matanya tetap saja tidak bisa. “Sungguh menyebalkan,” gerutu Alena. Lalu dia turun dari atas ranjang dan berjalan menuju balkon. Dia berdiri di sana. Dia menatap langit yang gelap tanpa ada bulan dan bintang-bintang. Setelah itu dia melihat jalanan yang ada di bawahnya. “Mengapa aku tidak bisa hidup dengan tenang? Apakah aku memang tidak pantas mendapatkannya?” gumam Alena. Alena menghela napasnya lalu kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia berjalan mendekat ke arah ranjang dan kembali merebahkan tubuhnya. Dia memejamkan matanya dan tidak begitu lama dia pun akhirnya terlelap. Dia terbangun saat mendengar alarm ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan mematikan alarmnya. Alena mendengar suara seseorang yang mengetuk pintu kamarnya dan mendengar suara Caca yang meminta izin untuk masuk. “Masuklah!” perintah Alena sembari tu
Seketika Alena melihat ke arah belakang. Dia menatap seorang pria yang terlihat geram dengan kejadian barusan. Namun, entah mengapa dia merasa tidak sedang dengan kehadiran pria itu di kafenya. “Pergi! Jika kalian masih ingin tetap hidup bebas!” perintah pria itu dengan nada mengancam. Terlihat pria yang tadi bertengkar menarik wanita yang ada di sampingnya lalu pergi meninggalkan kafe. Sedangkan wanita yang memukul Alena masih ada di sana. “Apa kamu masih belum puas?” tanya Alena pada wanita itu. “Semua ini salahmu! Andaikan kamu tidak ikut campur mungkin aku tidak akan kehilangan kontrol dan menyerangmu!” timpal wanita itu yang masih tampak kesal. “Pergilah! Aku juga tidak ingin kehilangan kontrolku sebab itu bisa membuatmu tidak bisa berjalan lagi.” Kali ini Alena berkata dengan nada dingin. Sehingga membuat wanita itu pergi meninggalkan kafe. Namun, dia ikut merasakan betapa kecewa, sakit hatinya wanita itu dengan pengkhianatan kekasihnya. “Alena, kamu tidak apa-apa?”
Tanpa berpikir panjang akhirnya Alena pun pergi meninggalkan rumah. Dia melupakan dengan janjinya pada Brian yang tidak akan pergi dari rumah karena itu berbahaya. Dia sudah ada di dalam mobilnya dan memacunya ke luar dari area rumah. Tidak ada satu pun mengawal yang melarangnya pergi. Sehingga memudahkannya untuk pergi menuju tempat yang sudah dikatakan oleh Caca padanya.
"Apa yang terjadi padanya?” Alena kembali bertanya pada sang kakak ipar. “Shinta, ada yang harus aku bicarakan denganmu!” sela Martin dengan nada serius. “Bisakah kamu menunggu sebentar? Ada yang harus aku bicarakan dengan adik ip
"Aku tidak memerlukan bantuan darimu!” tukas Alena setelah melihat pria yang ada di depannya. Sebab pria itu tidak lain adalah sang suami. Namun, dia melihat Ethan yang ada di belakang Brian. Dia langsung mendekat ke arah pria itu. Alena mengatakan beberapa hal pada Ethan dan memintanya untuk mengurus pria yang sudah berani masuk ke apartemennya.
Alena begitu mengkhawatirkan Erica. Dia terus bertanya di mana yang sakit pada sang kakak. Namun, dia terkejut saat Erica yang memeluknya dengan sangat erat. “Maafkan, Brian. Dia benar-benar mencintai kamu,” ucap Erica sembari terus memeluk sang adik.
“Bu, bagaimana bisa keluarganya meminta seperti itu? Apakah kalian berdua tidak mengatakan pada mereka jika aku sudah menikah?” Alena kembali bertanya pada sang ibu.“Ayahmu sudah mengatakannya pada mereka. Namun, mereka juga rupanya sudah tahu dengan yang terjadi pada suamimu. Mereka beranggapan jika suamimu sudah tiada.”
"Katakan di mana dia, Bu?” Alena kembali bertanya pada ibu mertuanya. “Bukankah kamu sudah tahu di mana dia?” Alena mengerutkan dahinya karena tidak paham dengan yang dikatakan sang ibu mertua. Andaikan dia tahu di mana keberadaan Brian
Alena mendengarkan yang dikatakan sang kakak. Dia langsung menghubungi seseorang dan bertanya akan masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga suaminya. “Jangan membohongi aku, Ethan! Katakan yang sebenarnya bagaimana masalah seperti itu bisa menimpa keluarga suamiku?!” tanya Alena dengan nada sedikit menekan.
"Aku tahu semua yang berkaitan denganmu,” jawab Alena. Alena melihat raut wajah terkejut sang kakak. Akan tetapi, dia masih bisa bersikap santai. Dia memang sudah tahu beberapa hal yang disembunyikan sang kakak. Meski dirinya yakin masih ada sesuatu yang belum diketahui olehnya.
"Menarik. Apa yang bisa kamu lakukan demi wanita busuk itu?” tanya Alena pada pria yang ada di depannya. “Jangan menantangku! Aku bisa melakukan apa saja jika kamu berani mengusiknya!” Alena tersenyum saat mendengar kembali pria itu bic