Beranda / Pernikahan / Pamanmu Adalah Suamiku / 4. Nama Baikku Hancur

Share

4. Nama Baikku Hancur

Alena membuka matanya. Dia memegang kepalanya yang masih terasa berat. Dia melihat sekeliling dan dia sama sekali tidak mengenali ruangan. Lalu dia melihat ke sampingnya. Seketika dia melihat ke arah tubuhnya. Dia semakin terkejut karena saat ini tubuhnya mengenakan kemeja putih.

“Dasar pria tua mesum!” teriak Alena. 

Teriakannya itu membangunkan pria yang ada di sampingnya. Tanpa mengatakan apa-apa lagi Alena mengambil bantal dan memukuli pria itu. Dia tidak akan melepaskan pria yang sudah menyentuhnya. 

“Berhenti!” perintah pria itu. Dengan nada tinggi juga. Sembari memegang tangan Alena. 

“Apa yang sudah kamu lakukan padaku?!” 

“Apa kamu mau aku ceritakan atau kita ulang kembali adegan semalam yang begitu panas?” jawab pria itu.

“Kamu ....”

Namun, sebelum Alena melanjutkan kalimatnya. Ada seseorang yang mengetuk pintu kamar. Pria itu pun turun dari atas ranjang dan memerintahkan orang itu untuk masuk. Pintu terbuka dan terlihat seorang pelayan wanita sembari membawa gaun yang selama dikenakan oleh Alena.

Alena melihat pria itu berjalan ke luar dari dalam kamar tanpa mengatakan sepatah kata. Sedangkan pelayan wanita itu masih ada di dalam kamar. 

“Nona, saya sudah membersihkan gaun Anda dan juga sudah memperbaikinya. Apakah Anda ingin mengenakannya atau mengenakan pakaian yang sudah disiapkan oleh, Tuan Brian?”

‘Rupanya pria tua itu namanya adalah, Brian,” ucap Alena dalam hatinya. 

“Nona, Anda beruntung sudah diselamatkan oleh, Tuan Brian,” Pelayan itu kembali berkata. Dengan nada lembut.

“Beruntung apanya? Dia sudah berbuat tidak senonoh padaku. Dia sudah mengambil kesempatan di saat aku tidak sadar.”

Alena terus menggerutu layaknya seperti anak kecil yang kesal. Sehingga dia tidak menyadari jika saat ini pelayan wanita itu sudah ada di dekatnya. 

“Nona, sudah salah paham. Semalan tidak terjadi apa-apa pada Anda.”

“Kamu pelayannya. Kamu tidak tahu apa yang sudah dilakukan olehnya padaku semalam.”

“Apa, Nona tahu jika semalam saya ada di kamar ini? Saya juga yang sudah membantu Anda mengganti gaun yang sudah sobek dan basah.”

Alena mendengarkan semua perkataan pelayan wanita itu. Awalnya dia tidak mempercayai pelayan itu. Sebab pelayan pasti akan membela tuannya dan akan mengatakan yang baik-baik saja. 

“Saya tahu jika Nona tidak percaya dengan saya. Namun, saya bisa bersumpah demi Tuhan jika tuan saya tidak melakukan hal yang akan merugikan seorang wanita. Jika, Nona masih tidak percaya Anda bisa bertanya pada, Tuan Juan.”

“Siapa lagi, Tuan Juan?” 

“Tuan Juan, adalah teman Tuan Brian sekaligus seorang dokter.” 

Alena mendengar seseorang yang mengetuk pintu kamar. Pelayan wanita itu pun membukakan pintu dan terlihat seorang pelayan pria. Mereka pun berbicara sejenak lalu pelayan pria itu pergi. Pelayan wanita itu menutup pintu dan mendekat kembali padanya.

“Nona, sebaiknya Anda segera bersiap. Tuan sudah menunggu dia gazebo.” 

“Baiklah,” jawab Alena. Lalu dia turun dari atas ranjang. 

Dia melihat gaun yang semalam dikenakan olehnya. Serta kaus dan celana jin. Dia memilih kaus dan celana dibandingkan dengan gaun. 

“Kamu buang saja gaun itu!” perintah Alena. Yang sudah tidak ingin melihat bahkan mengenakan gaun itu lagi. 

“Baik. Nona, bisa ke ruangan di sana untuk bersiap,” timpal sang pelayan. Sembari menunjuk ke arah kamar mandi. 

Alena mengangguk. Dia berjalan ke sana dan langsung mengenakan pakaian yang sudah dipilihnya. Tidak berselang lama dia pun ke luar dan dia masih melihat pelayan wanita itu. 

“Tunjukkan aku jalannya!” 

Pelayan itu mengangguk. Alena mengikuti pelayan itu dari belakang. Sembari melihat setiap sudut jalan yang dilewatinya. Dia juga melihat ada beberapa orang dengan setelan jas serba hitam. Dia berpikir jika mereka adalah para penjaga yang ada di rumah itu. 

Alena melihat dua orang pria yang tengah duduk di gazebo. Hingga akhirnya dia ada di hadapan mereka berdua. Pelayan yang mengantarnya tadi pun memberi hormat dan pergi meninggalkannya.

“Duduklah!” perintah seorang pria. Dengan nada tegas. 

Tanpa menimpalinya Alena duduk. Dia melihat ke arah pria yang mengenakan kaca mata. Dia berpikir apakah pria itu adalah Juan. 

“Jangan memandanginya terus!” 

“Terserah aku mau memandanginya atau tidak! Lagi pula dia lebih terlihat muda dari pada kamu pria tua!” 

Seketika pria dengan kacamata terkekeh-kekeh. Alena sekilas menatap ke arah Brian yang terlihat kesal. Namun, dia tidak peduli akan hal itu, di benaknya saat ini adalah memberikan pelajaran pada pria itu.

“Hentikan tawa menyebalkanmu itu, Juan!” tegas Brian. 

“Ayolah, Brian. Apa yang dikatakan oleh wanitamu itu memang benar. Kamu tampak tua,” timpal Juan. Lalu dia kembali tertawa. 

“Jangan asal bicara! Mana mungkin aku wanitanya! Aku sudah memiliki kekasih dan aku akan menikah dengannya!” sergah Alena. 

Alena merasakan aura yang dingin. Perlahan dia melihat ke arah Brian yang saat ini sedang menatap tajam dirinya. 

“Kembalikan barangku yang kamu ambil malam itu!” Brian kembali berkata. Dengan nada dingin.

Terlihat jelas jika Brian tidak ingin berbasa-basi lagi. Alena pun memang tidak berniat untuk mengambil barang milik pria itu. 

“Biarkan aku pulang dan aku akan mengambilkannya untukmu.” 

“Setelah sarapan aku akan menyuruh sopir untuk mengantarmu pulang.”

Alena mengangguk. Dia melihat Brian beranjak lalu pergi bersama Juan meninggalkannya. Dia tidak memedulikan itu dan melanjutkan sarapannya hingga selesai. Setelah itu seorang pelayan mengantarkannya menuju sebuah mobil yang akan membawanya kembali ke rumah.

“Kamu ....” 

“Cepat duduk! Aku tidak punya waktu banyak untukmu!” timpal Brian. 

“Apa kamu tidak percaya denganku? Sehingga kamu juga harus mengikutiku.” 

“Jalankan mobilnya!” perintah Brian pada sang sopir. Tanpa menjawab pertanyaan Alena. 

Mobil pun melaju meninggalkan kediaman. Jalanan ibu kota mulai padat. Selama di dalam perjalanan suasana di dalam begitu hening dan dingin. Membuat Alena sesak hingga tiba di rumahnya.

“Aku akan mengambilnya untukmu. Tunggu di sini!” ucap Alena. Lalu dia ke luar dari dalam mobil. 

Alena berdiri sejenak sembari melihat ke arah pintu rumahnya. Dia bisa memprediksikan apa yang akan terjadi saat dirinya masuk ke dalam rumahnya.

Dia menghela napasnya lalu berkata, “Mungkin hukumanku bertambah lagi.”

Dia berjalan masuk. Alena terdiam sejenak karena melihat ayahnya yang menatap ke arahnya penuh dengan kemarahan. Dia pun mengepalkan tangannya seraya bersiap untuk menerima semua kemarahan ayahnya.

“Wanita tidak tahu malu! Apakah ini yang aku ajarkan padamu!” teriak sang ayah. Sembari melemparkan beberapa lembar foto ke wajah Alena.

Alena terpaku melihat ke bawah. Ada foto dirinya yang tengah digendong oleh Brian malam tadi. Ada juga fotonya saat dirinya mengecup leher Brian. Hingga dirinya masuk ke dalam mobil.

“Mengapa diam?! Kamu sudah membuatku malu! Mereka semua menghubungiku dan mengatakan jika kamu adalah wanita murahan!” 

“Ayah ....” 

“Bu, apa kamu tahu apa yang mereka tanyakan padaku? Mereka bertanya berapa harganya untuk semalam!” potong sang ayah pada istrinya. 

Perlahan Alena mengambil semua foto yang ada di atas lantai. Dia tidak tahu mengapa foto itu bisa ada di tangan ayahnya. Serta tersebar ke rekan-rekan bisnis ayahnya.

Alena hanya memandangi foto itu sembari mendengarkan ayahnya yang sedang meluapkan emosinya. Dia sama sekali tidak membela diri.

“Kali ini aku tidak akan mengampunimu! Lebih baik aku mengakhiri semuanya!” pekik sang ayah. Lalu dia mengambil sebuah rotan.

Alena bergeming saat sang ayah memukulinya. Dia juga tidak menangis meski tubuhnya sudah terasa pedih dan sakit. Bahkan kulitnya sudah memerah. 

“Ayah, sudah cukup! Dia bisa tiada!” teriak sang ibu. Sembari berusaha menghentikan suaminya. 

“Diam! Kamu juga selalu memanjakannya! Sehingga dia seperti ini!” bentak sang ayah. Sembari mendorong istrinya. 

Alena akhirnya terkulai di atas lantai. Meski begitu sang ayah tidak berhenti memukulinya. Sembari mengatakan penyesalannya karena memiliki putri yang hanya bisa membuatnya malu. Serta menghancurkan nama baik yang sudah dijaga olehnya selama ini.

“Hentikan! Jika kamu tidak ingin menyesal!”

Suara bariton terdengar dan mengejutkan sang ayah. Dan menghentikannya karena dia melihat seseorang yang begitu diseganinya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status