“Akhirnya kamu siuman juga,” ucap seorang pria. Setelah melihat Alena membuka matanya.
Alena begitu terkejut saat melihat pria itu sudah ada di atas tubuhnya. Dia juga melihat pria itu tersenyum dan itu sangat menjijikkan. Senyuman pria itu menyiratkan penuh dengan hasrat.
“Bagaimana apakah kamu masih ingin aku melanjutkannya lagi,” Pria itu kembali berkata. Sembari menyentuh bibir Alena. Lalu menjalar ke lehernya.
“Jangan macam-macam denganku, Beni!” ujar Alena. Dengan nada lirih.
“Bukankah kamu yang mencari masalah denganku! Kamu yang sudah menyebarkan semuanya bukan?! Itulah sebabnya aku semakin menikmati setiap lekuk tubuhmu yang begitu menggoda hasratku,” Beni kembali berkata. Lalu dia berusaha untuk mencium bibir Alena.
Alena berusaha menghindari Beni. Dia tidak ingin pria seperti Beni mengambil ciuman pertamanya. Dia juga sangat membenci Beni karena begitu tidak senonoh.
“Semakin kamu membenci dan menolak aku. Maka aku semakin menginginkanmu,” Beni kembali berkata.
Beni memegang kedua tangan Alena dengan sangat kuat. Dia memandangi wajah wanita yang ada di bawahnya itu dengan senyum penuh hasrat.
“Ternyata kamu lebih cantik dibandingkan Mika dan wanita yang sudah aku nikmati malam itu.”
“Berengsek kamu, Beni! Lepaskan aku! Aku bersumpah kamu akan membayar semuanya!”
Alena mendengar tawa Beni. Pria itu benar-benar sudah tidak waras. Pria itu kembali berusaha untuk mencium bibirnya. Akan tetapi, Alena tidak membiarkannya. Dia menghindari bibir Beni dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Lepaskan aku, Beni!”
“Aku tidak akan melepaskanmu! Kamu yang sudah membuatku seperti ini! Andaikan kamu tidak menyebarkannya mungkin aku tidak akan membalas dendam padamu.”
Alena mendengarkan perkataan Beni yang geram dengan penyebaran semua foto tidak senonohnya malam itu. Sehingga Beni mendapatkan hukuman dari ayahnya.
“Semua itu salahmu! Kamu memang pantas mendapatkan hukuman yang lebih berat lagi!”
Rupanya ucapannya barusan membuat Beni semakin geram. Beni menggunakan tubuhnya untuk menekan tubuh Alena. Sehingga itu membuat Alena merasa sesak dan tidak bisa melawan. Terdengar suara dering ponsel yang membuat Beni terganggu.
Alena pun mengambil kesempatan itu. Dia menendang area sensitif Beni. Hingga pria itu terjatuh di sampingnya. Dia mendengar Beni meringis kesakitan. Dengan kekuatan yang sudah terkumpul Alena turun dari atas ranjang. Dia berlari ke arah pintu. Dia berhasil membukanya dan berlari. Dengan kekuatan yang masih dimilikinya.
“Alena, berhenti!” teriak Beni. Yang berusaha mengejar Alena.
Alena tidak memedulikan Beni. Dia terus saja berlari. Hingga akhirnya dia terjatuh setelah menubruk seseorang yang ada di depannya. Dia memegang kepalanya yang mendadak kembali terasa berat.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya seorang pria.
“Tolong ... bawa aku dari sini ...,” Alena berkata dengan nada lirih. Setelah itu dia tidak sadarkan diri.
Pria itu secara refleks menggendong Alena. Tanpa berpikir panjang pria itu langsung membawanya pergi.
“Sepertinya malam ini adalah malam yang panjang,” ujar seorang pria. Yang berjalan di belakang pria yang tengah menggendong Alena.
Pria itu terus berjalan dan tidak memedulikan perkataan temannya itu. Dia mendudukkan Alena di dalam mobilnya. Setelah itu dia memerintahkan temannya untuk menjalankan mobilnya.
“Kamu mau membawanya ke mana?” tanya pria yang sedang menyetir.
“Rumah utama.”
Mobil pun melesat meninggalkan hotel. Di dalam perjalanan Alena pun kembali siuman. Namun, dia merasa kepanasan. Dia melepaskan jas yang menutupi tubuhnya.
“Panas sekali,” ucap Alena. Dia hendak melepaskan gaun yang masih melekat di tubuhnya.
“Apa yang kamu lakukan?!” Pria itu bertanya. Sembari menahan Alena untuk melepaskan gaunnya.
Alena menatap pria itu. Dia sudah tidak bisa menahan hasratnya. Dia pun mengubah posisi tubuhnya. Sehingga dia ada di atas pangkuan pria itu. Dia berusaha untuk melepaskan hasratnya. Namun, pria itu berusaha untuk menahan Alena agar tidak melakukan hal yang lebih jauh lagi.
“Percepat mobilnya! Sepertinya ada yang meracuninya,” ucap pria itu.
“Aku menginginkanmu,” ucap Alena. Sembari tangannya berjalan di dada pria itu.
Alena benar-benar tidak peduli dengan sekitar. Dia hanya menginginkan pria yang ada di dekatnya memuaskannya hingga hasratnya terpenuhi.
Tangannya terus menjalar di tubuh pria itu. Meski sesekali tangannya ditepis. Namun, dia kembali melakukan beberapa hal yang bisa membuat pria itu tidak kehilangan kontrol akan dirinya sendiri.
Pria yang sedang menyetir pun melihat ke arah belakang. Dia paham dan juga mendengar Alena yang berusaha untuk menggoda temannya. Dia menginjak pedal gas. Sehingga mobil melesat di jalanan sampai tiba di rumah yang dituju.
“Apa aku tidak menarik? Sehingga kamu menolak aku?” tanya Alena. Yang sudah tidak sadar dengan apa yang dilakukan olehnya.
“Tutup mulutmu!” timpal pria itu. Sembari menggendong Alena di pundaknya. Seperti mengangkat sekarung beras. Sebab itulah satu-satunya cara untuk menghentikan Alena yang mulai agresif.
“Turunkan aku! Aku bisa berjalan sendiri!” teriak Alena. Yang begitu nyaring. Hingga menjadi perhatian para pelayan dan penjaga di dalam rumah.
Meski dirinya terus berteriak. Pria itu tidak melepaskannya. Hingga akhirnya pria itu masuk ke dalam kamar. Pria itu memasuki kamar mandi dan menurunkannya di bawah shower. Lalu memutar kerannya. Dan air pun membasahi tubuh Alena.
“Dingin!” teriak Alena.
Sekujur tubuhnya basah. Rasa dingin itu hanya sesaat. Gejolak di dalam dirinya membuatnya kembali merasakan panas. Dia menatap pria yang ada di depannya.
“Rupanya itu kamu pria tua,” ucap Alena. Setelah dia sedikit mengenali pria yang ada di hadapannya saat ini.
“Tenangkan dirimu di sini! Jika kamu sudah tenang kamu boleh keluar!” timpal pria itu. Lalu dia berjalan ke luar dari kamar mandi.
Efek obat yang diberikan Beni masih sangat kuat. Sehingga Alena benar-benar tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Air dingin yang membasahi kepalanya tidak berhasil menurunkan hasratnya.
Alena berlari ke luar dari kamar mandi. Dia langsung memeluk pria itu dari belakang. Dia sudah tidak peduli jika harus melakukannya dengan pria tua yang sudah mengatainya bodoh malam itu.
“Aku menginginkannya,” ucap Alena dengan nada lirih.
Dia melepaskan pelukannya. Lalu maju satu langkah. Sehingga dia ada di hadapan pria itu. Dia memegang dada pria itu. Perlahan tangannya berjalan menelusuri tubuh pria itu.
“Jangan dilanjutkan lagi!” Pria itu berkata sembari memegang tangan Alena.
“Mengapa? Apakah aku terlalu muda untukmu? Itu tidak masalah bagiku. Aku menginginkanmu,” Alena kembali berkata.
Pria itu menarik Alena dan menghempaskannya ke atas ranjang. Namun, Alena kembali menarik tangan pria itu hingga terjatuh di atas tubuhnya. Mereka berdua pun saling memandang.
“Kamu yang menginginkannya bukan? Jadi jangan menyesalinya.”
Alena membuka matanya. Dia memegang kepalanya yang masih terasa berat. Dia melihat sekeliling dan dia sama sekali tidak mengenali ruangan. Lalu dia melihat ke sampingnya. Seketika dia melihat ke arah tubuhnya. Dia semakin terkejut karena saat ini tubuhnya mengenakan kemeja putih. “Dasar pria tua mesum!” teriak Alena. Teriakannya itu membangunkan pria yang ada di sampingnya. Tanpa mengatakan apa-apa lagi Alena mengambil bantal dan memukuli pria itu. Dia tidak akan melepaskan pria yang sudah menyentuhnya. “Berhenti!” perintah pria itu. Dengan nada tinggi juga. Sembari memegang tangan Alena. “Apa yang sudah kamu lakukan padaku?!” “Apa kamu mau aku ceritakan atau kita ulang kembali adegan semalam yang begitu panas?” jawab pria itu. “Kamu ....” Namun, sebelum Alena melanjutkan kalimatnya. Ada seseorang yang mengetuk pintu kamar. Pria itu pun turun dari atas ranjang dan memerintahkan orang itu untuk masuk. Pintu terbuka dan terlihat seorang pelayan wanita sembari membawa gaun yan
“Alena, bangunlah!” perintah pria yang menghentikan sang ayah memukulinya. Alena mendongak. Dia pun menerima uluran tangan pria itu. Dia menatapnya lalu memeluknya. Dia begitu merindukan pria itu dan hanya pria itu yang selalu melindunginya. “Kakek ....” “Gadis tengil. Mengapa kamu tidak melawan? Apakah kamu ingin dihajar habis-habisan oleh ayahmu yang bodoh itu.” Alena hanya diam dan masih memeluk kakeknya. Dengan berada di dalam pelukan sang kakek bisa membuatnya begitu tenang dan hangat. Hanya berada di dekat sang kakek yang bisa membuatnya merasa aman. Dia melepaskan pelukannya. Setelah itu dia melihat Brian yang berdiri di belakang sang kakek. Dia melupakan jika pria itu ada di depan rumah sedang menunggunya. “Ayah, dia sudah membuatku malu. Serta nama baik kita tercemar karena dia!” “Pram, sejak awal kamu memang tidak adil pada, Alena. Kamu hanya mengikuti apa yang kamu pikirkan dan tidak pernah mau mendengarkan penjelasannya. Sehingga bagimu Alena hanya putri tidak ber
Alena sudah tiba di rumah sakit. Dia bergegas menuju ruangan di mana sang kakek berada. Dia menghentikan langkahnya saat melihat sang ibu yang tengah berdiri di depan sebuah ruangan. “Bu, bagaimana keadaan kakek?” tanya Alena pada sang ibu. Akan tetapi sang ibu tidak menjawabnya dan hanya melihat ke dalam ruangan dari kaca yang menempel di pintu. Tanpa banyak tanya lagi Alena masuk ke dalam ruangan itu. Dia melihat sang kakek yang terbaring di atas ranjang. Di sampingnya ada sang ayah serta pria yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan sang kakek. “Kakek ...,” panggil Alena sembari mendekat ke arah ranjang. Dia menghentikan langkahnya saat sudah ada di samping ranjang. Dia memegang tangan kakeknya dan mencium punggung telapak tangannya. Dia memandangi wajah sang kakek yang terlihat begitu lemah serta kepalanya pun di perban. “Jangan tinggalkan aku,” Alena kembali berkata dengan nada sedih. “Alena ... menikahlah dengan, Brian.” Alena tidak menimpali sang kakek karena dia ti
Alena mendongak. Dia berdiri dan menatap orang yang ada di hadapannya. Dia bisa melihat dengan jelas ada kebencian dari sorot matanya terhadapnya. “Mengapa Om Andi berkati seperti itu?” tanya Alena. Pada pria yang baru saja menuduhnya sebagai penyebab kematian sang kakek. “Iya. Jika bukan karena untuk melindungimu mungkin semua ini tidak akan terjadi. Kamu sudah tahu bukan jika ayahmu itu begitu busuk.” Alena mendengarkan semua kemarahan sang paman serta kebenciannya pada sang ayah. Memang sudah sejak lama hubungan sang ayah dan adiknya itu tidak baik-baik saja. Bahkan mereka berdua sering bertengkar. Dia tidak mengira jika semua yang terjadi pada sang kakek semuanya disebabkan olehnya. Sang paman terus saja mengatakan kekesalannya pada Alena karena dia juga kesal pada kakaknya yang begitu egois. “Jadi semuanya salah aku. Lantas apa yang harus aku lakukan? Apakah, Om Andi juga ingin aku pergi menyusul kakek?” “Cih ... kamu sama saja seperti ayahmu. Namun, tenang saja. Kamu t
"Kamu pikir dengan kematianmu bisa membuat ayahku kembali hidup?!” tanya sang ayah dengan nada dingin. Alena terkejut dengan sikap dan nada bicara sang ayah. Sehingga tanpa sadar dia mundur beberapa langkah untuk menghindari ayahnya. Baru kali ini dia merasakan aura yang berbeda dari ayahnya. Dia berpikir mungkinkan sang ayah menginginkan kematiannya. Dia menatap sang ayah dan dia tidak bisa membendung rasa takut di hatinya. Ini benar-benar berbeda dengan ayahnya yang selalu menghukumnya dengan bentakan dan juga pukulan. “Jika bukan kematian lantas apa?” Alena memberanikan diri untuk bertanya lagi pada ayahnya. “Penuhi keinginan terakhirnya.” “Menikah. Apakah itu yang harus aku lakukan?” “Iya. Kamu harus menikah dengan, Brian. Meski sebenarnya aku tidak menyukainya. Namun, kamu sudah membuat masalah bersama dengannya.” Bila mendengarkan perkataan ayahnya terasa jelas jika dirinya tidak bisa menghindari pernikahannya dengan Brian. Dia berpikir untuk bicara dengan pria itu dan
"Siapa kamu? Mengapa kamu masuk ke kamarku tanpa izin dariku?” tanya Alena yang terkejut dengan orang yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. “Aku bisa masuk di semua ruangan ini tanpa izin darimu.” Alena turun dari atas ranjang dan dia menatap wanita yang ada di hadapannya saat ini. Dia tidak mengerti mengapa wanita itu begitu penuh percaya diri dan menyebalkan. Dia masih berusaha untuk menahan rasa kesal di hatinya dengan sikap wanita yang ada di hadapannya. Wanita itu terus memandanginya dengan tatapan yang terlihat penuh dengan kebencian. “Aku tidak mengira jika Brian mau menikah dengan wanita sepertimu,” Wanita itu kembali berkata dan kali ini dengan nada menghina. Tidak cukup satu kali wanita itu terus melontarkan kata-kata yang membuat Alena semakin geram saja. Namun, Alena masih berusaha untuk mengontrol emosinya. “Brian ... Brian ... hanya itu yang terus kamu sebut. Apakah kamu mencintainya? Sehingga kamu begitu membenciku?” tanya Alena. Yang membuat wanita itu akhirny
"Bagaimana menurutmu? Apakah aku terlihat tidak senang menikah dengannya?” Alena balik bertanya pada wanita yang ada di depannya.Alena berpikir entah berapa wanita lagi yang harus dihadapinya karena dirinya sudah menikah dengan Brian. Dia terus menatap wanita yang sedang menatapnya dengan tajam.
Alena sudah ada di depan pintu masuk rumahnya. Dia membuka pintu dan masuk ke dalam. Dia melihat rumahnya begitu sepi seperti tidak terjadi sesuatu yang menyedihkan. “Nona, Anda ada di sini?” tanya seorang pelayan yang melihat kedatangan Alena. “Bagaimana keadaan ibuku?” "Nyonya baik-baik saja,” jawab sang pelayan dengan raut wajah kebingungan. “Di mana ibuku sekarang?” Alena kembali bertanya. “Nyonya ada di kamarnya dan ....” Alena langsung menuju kamar sang ibu tanpa mendengarkan sang pelayan menyelesaikan kalimatnya. Dia berhenti sejenak saat sudah ada di depan pintu kamar yang ternyata sedikit terbuka. Sehingga dia bisa mendengar sang ibu yang tengah bicara dengan seseorang. Dia berniat untuk masuk tetapi diurungkannya karena dia sedikit terkejut dengan perkataan sang ibu. Dia memutuskan untuk tetap berdiri di balik pintu dan mendengarkan semua pembicaraan ibunya dengan seseorang yang ada di ujung telepon. Dia tersenyum sedih saat mendengar ibunya yang sedang membicarak