Setelah Sara pergi, Reo memberanikan diri memaksa Jihan minum semangkuk sup sebelum makan malam selesai.Karena Jefri dan Sandy sedang berkompetisi, Wina bahkan tidak memandang Lilia dengan saksama. Jadi, dia baru menyadari betapa pucatnya wajah Lilia."Lilia, kamu kenapa? Kamu sakit? Mukamu kok nggak enak dilihat banget?"Lilia yang sedang memegang tangan Gisel sambil mengantar mereka keluar pun berhenti sejenak dan menatap Wina, yang sedang menatapnya sambil mengernyit."Nggak apa-apa, kayaknya aku flu.""Bukan, itu karena ada paman aneh yang waktu itu membawa Bibi Lilia pergi ...."Wina langsung tahu siapa yang Gisel maksud, jadi dia segera meraih Lilia dan memeriksa tubuh sahabatnya itu dari atas ke bawah."Apa Yuno datang menemuimu? Apa dia mengganggumu atau menyakitimu?"Lilia tidak segera menjawab Wina, dia malah memelototi Gisel dan berpura-pura marah."Bukannya kamu sudah sepakat untuk nggak memberi tahu bibimu?"Gisel memeluk boneka buluknya sambil cemberut."Aku nggak suka k
Wina mengikuti pandangan Lilia ke arah perutnya."Obatnya sih sudah habis, tapi ...."Wina sedikit kecewa dan menghela napas."Aku mungkin nggak bisa hamil."Dia meminum begitu banyak obat, tetapi tetap tidak berefek. Wina takut dia tidak akan bisa punya anak."Wina ... mungkin kamu coba saja bayi tabung?"Wina berbalik dan menatap Jihan yang duduk di dalam mobil."Dia nggak setuju."Jihan tahu proses bayi tabung itu menyakitkan, melahirkan juga menyakitkan. Jihan takut Wina jadi menderita, jadi Jihan memutuskan agar mereka tidak usah punya anak.Setelah Lilia memahami pemikiran Jihan, dia pun tidak menyarankan bayi tabung lagi. "Kalau begitu, akan kucoba sesuaikan lagi resepnya. Nanti kamu coba lagi saja kalau sudah minum."Wina ingin menolak, tetapi Lilia mendorongnya ke dalam mobil tanpa ragu. "Aku akan membuatkan obatnya dan mengirimkannya kepadamu besok."Setelah Lilia selesai berbicara, dia menutup pintu mobil, mundur selangkah dan melambai ke Wina."Kirimi aku pesan kalau sudah
"Nggak usah, aku sudah memutuskan ...."Lilia menyeka air matanya dan dengan lembut mendorong tangan Reo menjauh."Maaf ...."Setelah balas dendam pada Yuno, Lilia memang berencana untuk bersama Reo, tetapi ternyata kehidupan yang damai dan dicintai bukanlah miliknya."Lilia, seberapa keras pun kamu menolak, aku akan tetap menunggumu."Reo juga bertekad akan membalaskan dendam Lilia setelah Yuno menodainya!"Reo, jangan bodoh."Bagi Lilia, mendorong Reo menjauh berarti melindungi pria itu. Karena Yuno si gila itu bisa melakukan apa saja."Kamu tahu aku bodoh, jadi jangan lakukan ini padaku."Setelah berkata seperti itu, Reo pun berbalik dan berjalan meninggalkan vila. Sikap keras kepalanya membuat Lilia duduk di tangga dengan tidak berdaya.Di mobil menuju Bundaran Blue Bay."Paman ...."Gisel yang sedang memegang boneka itu memanggil Jihan yang sedang menutupi Wina dengan selimut tipis.Jihan balas menatap Gisel dengan santai. "Pelankan suaramu, jangan sampai bibimu kebangun."Gisel p
Tangisan Gisel membangunkan Wina. Saat dia membuka matanya, dia melihat Daris sedang memasukkan kapas ke dalam sebuah boneka, sementara Gisel sedang memegang kepala boneka itu sambil menangis."Kenapa ini?"Wina pun mengambil tisu dan menyeka air mata Gisel."Paman ... tukang bohong ...."Gisel menangis dengan tersedu-sedu. Karena bibinya sudah bangun, dia pun mengabaikan bonekanya. Dia memeluk lengan Wina sambil menangis menuduh Daris."Dia membongkar boneka peninggalan ibuku, tapi nggak bisa menjahitnya lagi! Huhuhu ...."Daris pun terdiam.Ya ampun, ternyata diam-diam saja bisa jadi masalah.Dia melirik ke arah Pak Jihan yang duduk di sebelahnya dan kebetulan Jihan juga sedang menatapnya seolah-olah sedang ikut menyalahkan Daris.Daris menghela napas dengan berat. Sudahlah, siapa suruh dia bekerja di keluarga yang terkenal. Ya, ya, ya, memang dia yang salah!"Nyonya, ada cip memori di dalam boneka itu ...."Daris menunjuk cip memori di tangan Pak Jihan dan mengedipkan mata ke arah W
Setelah mobil berhenti di Bundaran Blue Bay, Wina menggendong Gisel dan membaringkannya di ruang tamu di lantai pertama. Gadis kecil itu tertidur dengan begitu pulas sampai tidak bisa dibangunkan, jadi Wina membiarkan Gisel tidur.Dia menutupi Gisel dengan selimut, lalu bangkit berdiri dan berjalan ke ruang kerja. Jihan tampak tampan karena sedang fokus memproses cip memori.Wina bersandar di pintu dan menatap Jihan selama beberapa saat, lalu meminta pelayan untuk memanaskan susu. Setelah dipanaskan, Wina mengambil susu itu dan meletakkannya dengan lembut di atas meja."Bagaimana? Berapa lama untuk membuka cip memorinya?"Jihan tampak fokus mengurus cip memori itu."Semalaman kayaknya."Semalaman?Bukankah Jihan selalu pandai melakukan segala sesuatunya?Kenapa membuka cip memori saja memakan waktu semalaman?"Sini, duduk di sebelahku."Di saat Wina masih terkejut, Jihan pun melirik ke sofa di sebelahnya dan mengisyaratkan Wina untuk duduk.Suaminya sudah membantu Wina membongkar kode
Setelah Jefri duduk, dia melihat kode itu dan mulai mengetik dengan cepat di keyboard.Cara dia beroperasi bahkan lebih fokus daripada Jihan.Memang seorang pria itu baru serius saat mengerjakan bidang keahliannya.Wina merasa agak lelah setelah bergadang semalaman, jadi Jihan menyuruhnya untuk tidur dulu. Nanti Jihan akan membangunkannya jika kode cip memori itu sudah terpecahkan.Wina meminta pelayan untuk menyiapkan sarapan bagi Jefri dan Jihan, lalu pergi ke kamar Gisel. Dia memejamkan matanya dan tertidur sambil memeluk Gisel.Meskipun Jefri adalah seorang ahli komputer, tetap saja dia membutuhkan waktu yang lama untuk membuka isi cip memori itu. Jefri menghabiskan sekitar dua jam sebelum akhirnya berhasil."Wah, kakaknya Kak Wina bukan orang sembarangan. Cip ini kayak diberikan kode sembilan lapis. Begitu satu lapis terpecahkan, ada lapis berikutnya. Kira-kira apa rahasia yang tersembunyi di dalamnya?"Jihan berdiri di belakang Jefri sambil melipat kedua tangannya di depan dada d
Jefri sudah selesai menyatukan videonya secara utuh dan mengonversi formatnya, jadi dia menekan tombol spasi.Layar komputer yang gelap pun langsung terlihat lebih terang ....Latar belakang video adalah tepi pantai yang dikelilingi perkampungan nelayan. Lingkungannya sangat asri dan tenang.Setelah menyorot keadaan sekeliling, kamera pun fokus ke arah pantai dan perlahan diperbesar. Ada sesosok tubuh kecil yang membungkuk untuk mengambil kerang."Vera, hati-hati, jangan terlalu dekat dengan laut ...."Tiba-tiba, terdengar suara yang lembut dan anggun dari dalam video. Vera yang masih kecil pun berbalik, menunjukkan wajahnya yang agak mirip dengan Gisel."Jangan khawatir, Bu ...."Ibu?Wina sontak terkejut. Jadi, orang yang merekam video ini adalah ibunya?Jari-jari kaki Wina sedikit melengkung, dia menatap layar komputer dengan gugup sekaligus bersemangat.Setelah Vera yang masih kecil selesai mengambil kerang dan berlari menghampiri, kamera pun beralih ke bayi yang terbaring di buaia
Veransa dalam video itu pun lanjut berbicara,"Waktu Ibu masih kecil, orang tua Ibu nggak begitu menyukai Ibu. Kakek buyut kalian menaruh rasa kasihan pada Ibu, jadi Ibu dibesarkan olehnya.""Mungkin itu sebabnya saat meninggal, kakek buyut kalian mewariskan semua hartanya kepada Ibu. Karena hanya Ibu yang tetap berbakti kepadanya sampai akhir hayatnya.""Ibu sebenarnya nggak menginginkan warisan itu, tapi orang tua Ibu serakah sekali sehingga rela menyakiti Ibu demi mendapatkan warisan itu.""Tapi, Ibu ini orang yang keras kepala. Makin mereka menginginkannya, makin Ibu nggak mau memberikannya. Hubungan kami pun menjadi makin tegang.""Saat itu, Ibu sudah bertunangan dengan seorang pria bernama Reynaldi Naula. Hubungan kami cukup baik dan kami juga saling mencintai, Ibu bahkan mengira akan menikah dengannya.""Tapi ...."Veransa menyentuh wajahnya, matanya yang lembut dipenuhi kesepian dan keputusasaan."Jeana Soraya adalah sahabat Ibu. Ibu nggak tahu kalau dia juga mencintai Reynaldi
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je