Setelah Veransa selesai berbicara, dia menunjuk ke lingkungan sekitar."Di sinilah para nelayan yang baik hati itu menyelamatkan Ibu.""Sudah lama Ibu membawa kalian ke sini. Karena Verina tersedak air dan menderita penyakit jantung bawaan, jadi Ibu terpaksa membawa kalian pergi.""Kehidupan Ibu memang malang, jadi semoga hidup kalian jauh lebih baik daripada hidup Ibu ....""Lalu, satu hal terakhir yang ingin Ibu beri tahu kepada kalian. Tentang siapa ayah kandung kalian.""Namanya Haris Nizari, dia adalah presdir Grup Nizari.""Kalau suatu saat kalian bertemu dengannya, semoga dia nggak pernah mengenali kalian.""Tapi, Ibu juga nggak mau kalian balas dendam kepadanya. Ibu hanya berdoa semoga anak-anak Ibu bisa tumbuh dengan damai dan sehat.""Biarkan orang-orang jahat yang sudah menyakiti Ibu membusuk selamanya dalam ingatan Ibu."Video itu pun berhenti dan berganti dengan video selanjutnya.Jihan yang sudah mengetahui semua ini pun menoleh melirik Wina di sebelahnya.Wina mengepalka
Permintaan maaf Veransa mengakhiri video itu.Kehidupan menyedihkan Veransa berakhir tanpa dendam atau kebencian, dia hanya merasa kasihan pada anak-anaknya.Jihan merasakan sesuatu yang dingin di punggung tangannya. Saat dia menunduk, ada tetesan air mata di sana ....Wina sama sekali tidak mengingat ibunya. Dia menangis karena merasa simpati dengan ketidakberdayaan Veransa.Itu adalah empati sebagai sesama wanita dan juga karena permintaan maaf Veransa yang begitu tidak berdaya.Jari hangat Jihan menyeka air mata Wina. Wajah tampan Jihan pun perlahan terlihat dari balik pandangan Wina yang mengabur."Jangan menangis."Jihan tidak pandai mengucapkan kata-kata penghiburan, tetapi sorot tatapannya juga terlihat sedih.Wina mengangguk kecil. Dia tahu kisah hidupnya ini adalah karena hubungan sebab akibat, tetapi tetap saja Wina merasa sangat pilu.Dia juga tidak peduli dengan dendam kesumat antara Keluarga Dinsa dan Keluarga Lionel. Keluarga Dinsa saja tidak menganggap ibunya sebagai ang
"Kak Jihan, kamu ditelepon sama seseorang bernama Z. Siapa ini? Kenapa pakai kode segala?"Jihan mengambil ponsel itu dengan ekspresi datar, lalu melepaskan genggamannya pada tangan Wina. Dia bangkit berdiri dan berjalan keluar ruang kerja.Karena Jihan terkesan menjawab telepon itu sambil menghindar, Jefri sontak merasa ada yang tidak beres. Dia pun menyodok pakaian Wina dengan pena."Kak Wina, apa Kakak nggak penasaran siapa orang bernama Z itu?"Wina tahu Zeno-lah yang menelepon Jihan, jadi dia balas menggelengkan kepalanya."Ya ampun, Kak Wina lapang dada sekali ...."Jefri tidak tahu soal identitas Jihan yang satu lagi, jadi dia menunjuk Jihan yang berdiri di luar ruang kerja sambil mengernyit mengangkat telepon."Tuh, lihat Kak Jihan. Dia itu 'kan ganteng dan menarik banget. Dia pasti bisa dengan mudah menarik perhatian para cewek di luar sana.""Kayaknya orang yang bernama Z itu cewek cantik deh! Kak Wina harus hati-hati!"Wanita cantik yang Jefri katakan itu sedang melakukan pa
Jihan berasumsi Winata belum mati, tetapi masih ada banyak hal yang tidak masuk akal.Jika berasumsi Winata sudah tewas, Jihan tidak mengerti kenapa orang-orang Medan Hitam rela menyelamatkan Haris.Saat Jihan sedang berpikir, Zeno berbicara lagi."Tuan, orang yang menjaga Winata sebelumnya adalah Tuan Alastor. Karena mereka selalu bersama, apa mungkin Tuan Alastor jadi suka pada Winata?"Maksud Zeno adalah karena Alastor menyukai Winata, jadi dia mengampuni nyawa wanita itu dan bahkan mengkhianati Organisasi Shallon untuk pergi ke Medan Hitam bersama Winata.Namun, Jihan saja baru tahu soal Medan Hitam hanya setelah Tuan Jovan memberitahunya dan mengajaknya menyaksikannya dengan matanya sendiri. Bagaimana Alastor mengetahui soal Medan Hitam?Jihan benar-benar tidak mengerti. Satu-satunya hal yang dia khawatirkan sekarang adalah Alastor dan Winata tahu siapa dia. Keberadaan mereka adalah ancaman terbesar baginya."Zeno, suruh Evan segera mencari tahu apakah Winata sudah mati atau belum
Nomor internasional?Wina dan Jihan saling berpandangan. Ekspresi Jihan berubah menjadi dingin dan dia mengajak Wina kembali ke ruang kerja untuk mengangkat telepon itu."Halo, Nona Wina. Ini adalah panitia penyelenggara Kompetisi Arsitektur Internasional ke-17."Wina pikir Jeana yang meneleponnya untuk meminta Gisel lagi, tetapi ternyata panitia penyelenggara kompetisi. Wina sontak merasa lega."Halo. Ada apa, ya?""Nona Wina, karya Anda yang berjudul "Kantor Pusat Grup Lionel" sudah lolos final. Panitia penyelenggara sudah dengan suara bulat memutuskan untuk menganugerahkan gelar kehormatan kejuaraan tahun ini kepada Anda. Silakan datang ke Aula Pameran Arsitektur Internasional di Kota Ostia besok sore untuk menerima penghargaan dan berpidato."Dia ... memenangkan penghargaan?Wina memandang Jihan dengan tidak percaya.Jihan membangun kembali kantor pusat Grup Lionel untuk memulihkan identitas Wina, sekaligus memungkinkan Wina mengukir prestasi di bidang arsitektur atas namanya sendi
Wina menghampiri Jefri dan berkata dengan lembut, "Jefri, bisakah kamu mengambil gambar dari video yang ditinggalkan ibuku untukku? Aku ingin ... menyimpannya sebagai kenang-kenangan."Jefri menatap Wina sekilas sambil berkata, "Oke. Bahkan aku rela mengambilkan bulan di langit kalau Kak Wina memang mau ...."Jefri menenangkan amarahnya, lalu mengklik beberapa tombol untuk segera mengubah video itu menjadi foto. Dia menyalinnya, lalu mengirimkannya ke Wina.Wina menerima foto itu dan mengucapkan terima kasih. "Jefri, gimana kalau besok kita sama-sama ke Kota Ostia? Aku akan traktir kamu makan seafood."Kenapa Jihan ditawari susu kacang, sedangkan Jefri ditawari seafood? Masa susu kacang lebih berharga dan lebih enak daripada seafood?Jihan merasa kesal, tetapi dia tetap diam. Jefri pun mengibaskan tangannya. "Nggak usah, sudah sewajarnya aku membantu Kak Wina."Setelah mengatakan itu, Jefri melepas cip memori tersebut dan menyerahkannya kepada Wina. "Videonya dienkripsi. Tolong simpan
Dinda mengangkat tangannya dan menunjuk ke tempat boneka itu dibongkar, "Aku membeli kain dengan warna yang sama dan menjahitnya sedikit demi sedikit."Pantas saja jahitannya begitu sempurna. "Terima kasih, Dokter Dinda, ini pasti menghabiskan banyak waktu, 'kan?"Wina awalnya ingin menjahitnya sendiri, tetapi Daris mengatakan dia mengenal seorang dokter dan Daris akan meminta bantuan dokter itu.Awalnya Wina mengira yang Daris maksudnya adalah tukang membetulkan mainan, ternyata dokter spesialis bedah sungguhan.Dinda melambaikan tangannya. "Mau lama sekalipun tetap sepadan asalkan bisa membuat anak-anak bahagia."Kata-kata ini menghangatkan hati Wina. Ketika dia melihat ke arah Dinda lagi, dia merasa Dinda seperti memancarkan cahaya keemasan. "Dokter Dinda adalah orang yang sangat baik. Daris, kamu harus memperlakukannya dengan baik."Daris menggaruk bagian belakang kepalanya dengan malu. "Ya, aku akan menjadi suami yang baik seperti Pak Jihan ...."Jihan dikenal sebagai kekasih yang
Sore berikutnya, Wina muncul di Aula Pameran Arsitektur Internasional Kota Ostia dengan mengenakan gaun malam berwarna perak.Yang menemaninya adalah semua orang terpentingnya, yang datang dengan pakaian formal untuk menyaksikan pendakian pertamanya ke puncak industri konstruksi.Saat arsitek di atas panggung mengumumkan siapa juara umum ke-17, lampu di ruang penghargaan mengikuti Wina, yang duduk di barisan depan.Sinar cahaya yang menyilaukan, seperti cahaya bintang, tersebar sedikit demi sedikit dan menerpa wajahnya.Dia seperti seorang bintang yang sedang naik daun, muncul dari cahaya dan di antara banyak pesaing.Wina gugup, tapi saat dia melihat karyanya ditampilkan di layar bergulir di atas panggung, dia tiba-tiba menjadi santai.Jihan yang bersembunyi di belakang memberinya kepercayaan diri, teman-temannya yang bertepuk tangan memberinya energi, dan karya-karyanya memberinya keberanian.Dia berdiri sambil mengangkat gaunnya, lalu melangkah ke atas panggung di bawah kilatan caha
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je