Barlos menebak mungkin saja Jihan seperti Alvin yang memiliki sifat obsesif.Terus terang, itu sama saja seperti menerima kematian. Begitu menerima seseorang, dia akan terjebak dan menolak untuk keluar.Faktanya, hal ini terjadi karena dia terlalu ketat saat anaknya masih kecil dan kurang memiliki pengalaman emosional.Dia merasa kalau dia memiliki lebih banyak pengalaman maka dia tidak akan gantung diri hanya demi seorang wanita.Barlos mengira dia telah mengetahui temperamen Jihan jadi dia bersikap seolah seperti orang yang lebih tua dan mengangkat dagunya dengan bangga."Pak Jihan, karena kamu hendak menikahi Nona Wina, bisa dibilang kamu menjadi paman anak tersebut. Kamu juga memenuhi syarat untuk ikut serta dalam urusan siapa yang berhak memiliki hak asuh. Kalau kamu nggak keberatan, kita bisa duduk di area istirahat dan berdiskusi secara detail."Barlos bisa dianggap menghormatinya karena meminta musuh anaknya untuk berdiskusi bersama.Sebagai junior, Jihan seharusnya ikut berjal
Sentuhan hangat dari ujung jari wanita itu membuat Wina merasa kurang nyaman dan dia pun mengelak."Nyonya Jeana ...."Peringatan pelan dari Wina membuat Jeana kembali sadar."Maafkan aku, aku kelewatan ...."Setelah dia kembali ke Britton, dia sudah berpikir sejak lama sampai akhirnya dia bisa melawan rasa takutnya.Lagi pula, putranya sudah meninggal. Gilirannya juga akan datang, jadi kenapa harus takut?Memikirkan hal ini, Jeana tersenyum pasrah ...."Nona Wina, apa kamu tahu kalau kamu sangat mirip dengan ibumu."Ini karena dirinya sangat mirip dengan ibunya sampai-sampai begitu Jeana bertemu dengannya untuk pertama kalinya, kenapa masih kaget?Namun, dibandingkan kaget, Wina merasa kalau Jeana tampaknya takut saat bertemu dengannya.Apa Jeana melakukan kesalahan kepada ibunya takut terhadapnya?Saat Wina masih bingung, Jeana menatap wajahnya dan tiba-tiba tertawa lembut."Sebelum ibumu cacat, dia sepertimu, sangat cantik. Sayang sekali ...."Saat Jeana sampai pada kata-kata ini, d
Kata "pulang" membuat Wina sadar dari lamunannya.Dia mengangkat dagunya dan menatap pria tinggi dan tegap di depannya.Dia sudah membuka mulutnya untuk berbicara tapi akhirnya dia tidak jadi mengatakannya dan hanya mengangguk.Setelah Jihan memimpinnya masuk ke dalam mobil, Wina duduk di samping Jihan. Lalu, dia mengulurkan tangannya untuk mengencangkan sabuk pengaman Wina.Wina menatap pria yang masih mengencangkan sabuk pengaman untuk dirinya sendiri itu. Dia dengan erat menggenggam kartu nama itu, setelah menggosoknya beberapa kali, pegangannya mengendur."Jihan ....""Hmm?"Suara pria itu terdengar rendah dan menyenangkan."Nyonya Jeana mengetahui ibuku, tapi dia ingin mengambil Gisel sebagai gantinya.""Dia juga bilang ...."Melihat Wina berhenti, Jihan perlahan menoleh dan berinisiatif berbicara lebih dulu."Untuk menjauhiku?"Wina tertegun sejenak. Terlihat tidak menyangka kalau Jihan sudah menebaknya dari lama. Matanya terlihat ragu selama beberapa detik sampai akhirnya dengan
Wina sangat antusias, ini adalah pertama kalinya ....Jihan sangat terkejut lalu melingkari pinggangnya dan mendudukkan wanita itu di atas pangkuannya.Mungkin karena ciuman Wina yang hebat itulah yang menenangkan hatinya dan membuatnya tidak lagi gelisah.Wina merasakan gerakan Jihan, dia tahu kalau pria ini sudah sangat bergairah dan segera mendorongnya menjauh."Lihat tempat ...."Jari Jihan meluncur ke belakang dan berhenti. Pria itu menatap bingung, mata basahnya menatap Wina."Ciuman agak lama lagi?"Ciuman lebih lama dan tidak akan keluar dari mobil. Untungnya, sopir di depan membuka pintu belakang sebelum masuk. Gisel dan yang lainnya duduk di mobil lain, kalau tidak mereka pasti sangat malu.Setelah menghalangi pria itu mendekat dengan tangannya dia berkata, "Jihan, saat kita kembali ke Alvinna ayo kita mengambil buku nikah ...."Setelah menerima buku nikah, dia tidak akan merasa gelisah.Gairah di mata Jihan sirna dan digantikan dengan rasa terkejut. "Mengambil buku nikah?"W
Sam harus menetap di Britton untung mengurusi perusahaan Alvin jadi dia tidak ikut pulang ke Alvinna. Namun, dia akan kembali saat pernikahan Jihan dan Wina.Keluarga George dan karier medisnya juga berada di Britton, jadi dia tidak bisa pulang bersama mereka. Dia hanya bisa mengucapkan selamat tinggal pada Gisel dengan enggan."Gisel, kelak kamu harus mendengarkan paman dan bibimu. Kamu harus belajar dengan giat."Gisel sangat pengertian. Dia menekuk tangan kecilnya dan memeluk paha George"Kakek George, aku akan patuh jadi nggak perlu khawatir."George tersenyum lembut. Dia menatap Gisel lalu tersenyum menatap Wina dan Jihan."Aku akan merepotkan kalian mulai sekarang."Wina menggelengkan kepalanya, "Aku adalah bibinya Gisel, nggak ada yang merepotkan."Secara naluriah, dia tidak takut merepotkan Wina. Hanya saja, setelah wanita memulai sebuah keluarga, dia sedikit banyak akan mengandalkan pria.Wina akan menikahi pria pemimpin Keluarga Lionel. Statusnya tidak terbantahkan. Lalu, men
Dia tanpa sadar menggigil lalu menoleh ke belakang dan melihat seorang pria setinggi 190 cm berdiri tepat di ambang pintu yang menatapnya dengan kepala agak condong.Penampilan pria itu sangat dingin. Meski tampan dan anggun, dia memiliki aura yang tidak bisa didekati.Begitu Reo melihat Bos besar rumah sakit itu menatap dirinya dengan defensif dan seolah ingin membunuhnya membuat dirinya gemetar.Dia ingat kalau dia tidak pernah menyinggung Pak Jihan, tapi kenapa dia menatapnya seperti ini?Menakutkan sekali ....Reo tidak tahu alasannya tapi Wina tahu. Dia melirik Jihan dengan geli."Tunggu sebentar, akan kuambil dokumen milikku."Begitu dia naik ke atas, di ruang tamu tersisa hanya Sara, lilia, Gisel dan Reo.Bagi mereka bertiga, Sara, Lilia dan Gisel sudah terbiasa dengan aura yang dingin yang ditimbulkan Jihan.Hanya Reo yang dengan gelisah duduk di sofa dan tidak tersenyum maupun berbicara.Pria seperti patung es yang berdiri tepat di ambang pintu itu terus menatapnya.Kalau Nona
Pria itu menutup brankas dan berbalik memunggungi Wina untuk mengganti nomor kombinasinya.Wina sampai tidak bisa berkata-kata melihatnya.Pria ini, yang memberinya aset pribadi, properti Keluarga Lionel semuanya, tapi hanya mempertahankan buku nikah.Dia merasa lucu dan tidak berdaya. "Jihan, begitu aku menikah denganmu, aku nggak akan menceraikanmu."Janji Wina merupakan kepastian tapi Jihan meyakini bahwa selain memercayai janjinya, menyimpan buku nikah lebih dapat diandalkan.Setelah mengganti kombinasi angka, dia melambaikan tangannya dan meminta penjaga untuk segera memindah brankas itu sebelum dia menyingkir lalu memeluk pinggang Wina."Nyonya Wina, bagaimana kamu menghabiskan malam pengantinmu?"Suara pria itu jernih dan dingin, tapi saat dia mengucapkan malam pengantin nada suaranya dipenuhi dengan pesona yang memikat.Wina tidak mengatakan apa-apa dan tersenyum. Luka Jihan saja belum sembuh tapi masih ingin menghabiskan malam pengantin. Pintunya saja belum ada.Melihat Wina y
Jihan berhenti sejenak dan mengangkat kepalanya dan melihat ke arah pintu, lalu detik berikutnya ...Dia menarik kembali tatapan matanya dan menundukkan kepalanya untuk menyentuh bibir menggoda istrinya. Dia mengabaikan suara itu dan terus menciumnya.Wina mengira Jihan akan membuka pintu itu, tapi yang mengejutkan adalah dia bahkan tidak memedulikan orang yang berada di luar sana.Dia hanya bisa menggunakan tangan yang berada di depan dadanya untuk sementara mendorong Jihan menjauh saat pria itu menciumnya dengan penuh gairah."Buka dulu pintunya!""Lakukan ini dulu."Siapa pun yang datang, dia tidak akan menghentikannya.Pria itu memegangnya dengan satu tangan dan mengangkatnya.Setelah melewati beberapa kesulitan, Wina akhirnya ditekan di atas sofa yang empuk.Pandangan Wina masih belum fokus saat Jihan meraih tangannya dan meletakkannya pada sabuk logan di pinggangnya."Bantu aku membukanya."Wina yang berbaring di bawahnya menggeleng. "Punggungmu masih terluka, jangan lakukan olah