Sam harus menetap di Britton untung mengurusi perusahaan Alvin jadi dia tidak ikut pulang ke Alvinna. Namun, dia akan kembali saat pernikahan Jihan dan Wina.Keluarga George dan karier medisnya juga berada di Britton, jadi dia tidak bisa pulang bersama mereka. Dia hanya bisa mengucapkan selamat tinggal pada Gisel dengan enggan."Gisel, kelak kamu harus mendengarkan paman dan bibimu. Kamu harus belajar dengan giat."Gisel sangat pengertian. Dia menekuk tangan kecilnya dan memeluk paha George"Kakek George, aku akan patuh jadi nggak perlu khawatir."George tersenyum lembut. Dia menatap Gisel lalu tersenyum menatap Wina dan Jihan."Aku akan merepotkan kalian mulai sekarang."Wina menggelengkan kepalanya, "Aku adalah bibinya Gisel, nggak ada yang merepotkan."Secara naluriah, dia tidak takut merepotkan Wina. Hanya saja, setelah wanita memulai sebuah keluarga, dia sedikit banyak akan mengandalkan pria.Wina akan menikahi pria pemimpin Keluarga Lionel. Statusnya tidak terbantahkan. Lalu, men
Dia tanpa sadar menggigil lalu menoleh ke belakang dan melihat seorang pria setinggi 190 cm berdiri tepat di ambang pintu yang menatapnya dengan kepala agak condong.Penampilan pria itu sangat dingin. Meski tampan dan anggun, dia memiliki aura yang tidak bisa didekati.Begitu Reo melihat Bos besar rumah sakit itu menatap dirinya dengan defensif dan seolah ingin membunuhnya membuat dirinya gemetar.Dia ingat kalau dia tidak pernah menyinggung Pak Jihan, tapi kenapa dia menatapnya seperti ini?Menakutkan sekali ....Reo tidak tahu alasannya tapi Wina tahu. Dia melirik Jihan dengan geli."Tunggu sebentar, akan kuambil dokumen milikku."Begitu dia naik ke atas, di ruang tamu tersisa hanya Sara, lilia, Gisel dan Reo.Bagi mereka bertiga, Sara, Lilia dan Gisel sudah terbiasa dengan aura yang dingin yang ditimbulkan Jihan.Hanya Reo yang dengan gelisah duduk di sofa dan tidak tersenyum maupun berbicara.Pria seperti patung es yang berdiri tepat di ambang pintu itu terus menatapnya.Kalau Nona
Pria itu menutup brankas dan berbalik memunggungi Wina untuk mengganti nomor kombinasinya.Wina sampai tidak bisa berkata-kata melihatnya.Pria ini, yang memberinya aset pribadi, properti Keluarga Lionel semuanya, tapi hanya mempertahankan buku nikah.Dia merasa lucu dan tidak berdaya. "Jihan, begitu aku menikah denganmu, aku nggak akan menceraikanmu."Janji Wina merupakan kepastian tapi Jihan meyakini bahwa selain memercayai janjinya, menyimpan buku nikah lebih dapat diandalkan.Setelah mengganti kombinasi angka, dia melambaikan tangannya dan meminta penjaga untuk segera memindah brankas itu sebelum dia menyingkir lalu memeluk pinggang Wina."Nyonya Wina, bagaimana kamu menghabiskan malam pengantinmu?"Suara pria itu jernih dan dingin, tapi saat dia mengucapkan malam pengantin nada suaranya dipenuhi dengan pesona yang memikat.Wina tidak mengatakan apa-apa dan tersenyum. Luka Jihan saja belum sembuh tapi masih ingin menghabiskan malam pengantin. Pintunya saja belum ada.Melihat Wina y
Jihan berhenti sejenak dan mengangkat kepalanya dan melihat ke arah pintu, lalu detik berikutnya ...Dia menarik kembali tatapan matanya dan menundukkan kepalanya untuk menyentuh bibir menggoda istrinya. Dia mengabaikan suara itu dan terus menciumnya.Wina mengira Jihan akan membuka pintu itu, tapi yang mengejutkan adalah dia bahkan tidak memedulikan orang yang berada di luar sana.Dia hanya bisa menggunakan tangan yang berada di depan dadanya untuk sementara mendorong Jihan menjauh saat pria itu menciumnya dengan penuh gairah."Buka dulu pintunya!""Lakukan ini dulu."Siapa pun yang datang, dia tidak akan menghentikannya.Pria itu memegangnya dengan satu tangan dan mengangkatnya.Setelah melewati beberapa kesulitan, Wina akhirnya ditekan di atas sofa yang empuk.Pandangan Wina masih belum fokus saat Jihan meraih tangannya dan meletakkannya pada sabuk logan di pinggangnya."Bantu aku membukanya."Wina yang berbaring di bawahnya menggeleng. "Punggungmu masih terluka, jangan lakukan olah
Valeria mendesah tanpa daya saat melihat pria itu masih tetap berdiri seperti patung dan bahkan tidak berbalik menatapnya."Kakak, datang saja lagi besok."Jihan sedang bersama dengan istrinya yang cantik dan manis. Sedangkan kakaknya adalah pria tua bertubuh besar yang berdiri di depan atap orang lain. Kakaknya menatap pintu itu dengan sorot rindu, orang yang tidak tahu akan mengira kalau Vian menyukai Tuan Malam diam-diam.Namun, tidak perlu membicarakan hal ini. Makin dia melihatnya, makin terlihat seperti itu ...Tuan Muda Vian tumbuh dan berlatih bersama dengan Tuan Malam, tapi karena mereka sejenis, dia menyembunyikan cinta rahasia ini di hatinya selamanya.Dia sampai di Kantor catatan sipil untuk melihat Tuan Malam dan wanita lain mendapatkan buku nikah. Tuan Muda Vian ini benar-benar sudah gila, dia membuntuti limusin Tuan Malam sampai depan rumahnya.Tuan Muda Vian yang cintanya tak kesampaian itu membunyikan bel dengan panik untuk mendapatkan kembali Tuan Malam. Namun, Tuan M
Jihan menahan rasa kesal dan membuka pintu sedangkan Vian menahan amarahnya dan masuk ke dalam rumah.Agar kedua orang itu tidak terlibat dalam pertikaian, Wina berdiri dari ranjang dan mengenakan pakaian lalu turun ke bawah.Garis leher bajunya dirobek oleh Jihan sehingga memperlihatkan banyak sekali bekas ciuman di tulang selangkanya.Pria yang baru saja masuk itu sekilas melihat Wina turun dari tangga....Pandangannya tertuju pada lehernya yang penuh dengan bekas ciuman. Ekspresinya kaku.Mereka ... mungkinkah mereka baru saja ....Vian yang baru saja tersadar akhirnya mengerti dengan ucapan Valeria yang menyuruhnya untuk kembali besok saja.Namun, dia tidak heran. Dirinya hanya tahu berlatih sejak kecil dan tidak pernah menyentuh perempuan. Bagaimana mungkin dia mengetahui hal ini?Vian menatap Wina dengan pandangan kosong lalu mendengar suara seorang pria di sebelahnya yang sedang memuat sebuah peluru.Vian kembali tersadar. Dia kaget dan melirik Jihan.Dia hanya melihat wanitanya
Valeria yang menyaksikan pemandangan ini merasa bahwa dia tidak mungkin bisa sepatuh itu.Dia melirik Vian lagi dan melihat kakaknya masih menatap Wina. Dia menggertakkan giginya dan bertanya, "Apa kamu menyukainya seperti ini?"Vian otomatis mengangguk dan setelah itu dia ingin bertanya pada Valeria apa yang dia sukai, tapi dia malah mendapatkan tatapan tanpa ekspresi dari Valeria.Juga ....Pukulan lain di belakang lehernya!Vian sampai tidak bisa berkata-kata.Dia berakhir dengan linglung sambil mengikuti Jihan masuk ke ruang kerjanya.Begitu pintu ditutup, Wina dan Valeria saling memandang.Suasana sangat kaku dan canggung ...."Nona Wina, apa kamu punya kopi?"Setelah mereka saling diam selama beberapa saat, Valeria memutuskan untuk memulai pembicaraan."Punya," jawab Wina sambil berbalik ke dapur untuk mencari kopi.Wina yang belum terbiasa dengan rumah ini tidak bisa menemukan kopi setelah mencarinya begitu lama dan suasananya kembali canggung.Dia menguatkan punggungnya yang te
Wina menggeleng dengan tegas. "Aku nggak akan pergi."Dia sudah mendapatkan buku nikah, dia adalah wanita yang sudah menikah. Pesta lajang apa yang ingin dia lakukan?Namun, Valeria tidak membiarkannya menolak. "Beres! Aku akan menjemputmu besok."Wina tanpa daya menatapnya seraya berkata, "Nona Valeria, meski kamu menjemputku aku nggak akan pergi."Wanita yang memakai pakaian tradisional itu tidak menjawab dan hanya tersenyum. Lalu membungkus tubuhnya dengan bulu rubah dan pergi.Punggung ramping itu terlihat gagah dan menyimpan hal-hal baik di dunia, tapi tidak sebanding dengan sifat spontan alami yang dimiliki Valeria.Wina menatap punggungnya yang menjauh dan bernapas lega. Untungnya, orang yang disukai Valeria bukanlah Jihan, kalau tidak dia akan menjadi kompetitor terbesarnya.Dia menyesap minumannya dan menatap ruang kerja. Di dalam terlihat sepi dan dua tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan.Di dalam ruang kerja yang dipenuhi dengan alat kedap suara, Jihan duduk dengan ma
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je