Valeria mendesah tanpa daya saat melihat pria itu masih tetap berdiri seperti patung dan bahkan tidak berbalik menatapnya."Kakak, datang saja lagi besok."Jihan sedang bersama dengan istrinya yang cantik dan manis. Sedangkan kakaknya adalah pria tua bertubuh besar yang berdiri di depan atap orang lain. Kakaknya menatap pintu itu dengan sorot rindu, orang yang tidak tahu akan mengira kalau Vian menyukai Tuan Malam diam-diam.Namun, tidak perlu membicarakan hal ini. Makin dia melihatnya, makin terlihat seperti itu ...Tuan Muda Vian tumbuh dan berlatih bersama dengan Tuan Malam, tapi karena mereka sejenis, dia menyembunyikan cinta rahasia ini di hatinya selamanya.Dia sampai di Kantor catatan sipil untuk melihat Tuan Malam dan wanita lain mendapatkan buku nikah. Tuan Muda Vian ini benar-benar sudah gila, dia membuntuti limusin Tuan Malam sampai depan rumahnya.Tuan Muda Vian yang cintanya tak kesampaian itu membunyikan bel dengan panik untuk mendapatkan kembali Tuan Malam. Namun, Tuan M
Jihan menahan rasa kesal dan membuka pintu sedangkan Vian menahan amarahnya dan masuk ke dalam rumah.Agar kedua orang itu tidak terlibat dalam pertikaian, Wina berdiri dari ranjang dan mengenakan pakaian lalu turun ke bawah.Garis leher bajunya dirobek oleh Jihan sehingga memperlihatkan banyak sekali bekas ciuman di tulang selangkanya.Pria yang baru saja masuk itu sekilas melihat Wina turun dari tangga....Pandangannya tertuju pada lehernya yang penuh dengan bekas ciuman. Ekspresinya kaku.Mereka ... mungkinkah mereka baru saja ....Vian yang baru saja tersadar akhirnya mengerti dengan ucapan Valeria yang menyuruhnya untuk kembali besok saja.Namun, dia tidak heran. Dirinya hanya tahu berlatih sejak kecil dan tidak pernah menyentuh perempuan. Bagaimana mungkin dia mengetahui hal ini?Vian menatap Wina dengan pandangan kosong lalu mendengar suara seorang pria di sebelahnya yang sedang memuat sebuah peluru.Vian kembali tersadar. Dia kaget dan melirik Jihan.Dia hanya melihat wanitanya
Valeria yang menyaksikan pemandangan ini merasa bahwa dia tidak mungkin bisa sepatuh itu.Dia melirik Vian lagi dan melihat kakaknya masih menatap Wina. Dia menggertakkan giginya dan bertanya, "Apa kamu menyukainya seperti ini?"Vian otomatis mengangguk dan setelah itu dia ingin bertanya pada Valeria apa yang dia sukai, tapi dia malah mendapatkan tatapan tanpa ekspresi dari Valeria.Juga ....Pukulan lain di belakang lehernya!Vian sampai tidak bisa berkata-kata.Dia berakhir dengan linglung sambil mengikuti Jihan masuk ke ruang kerjanya.Begitu pintu ditutup, Wina dan Valeria saling memandang.Suasana sangat kaku dan canggung ...."Nona Wina, apa kamu punya kopi?"Setelah mereka saling diam selama beberapa saat, Valeria memutuskan untuk memulai pembicaraan."Punya," jawab Wina sambil berbalik ke dapur untuk mencari kopi.Wina yang belum terbiasa dengan rumah ini tidak bisa menemukan kopi setelah mencarinya begitu lama dan suasananya kembali canggung.Dia menguatkan punggungnya yang te
Wina menggeleng dengan tegas. "Aku nggak akan pergi."Dia sudah mendapatkan buku nikah, dia adalah wanita yang sudah menikah. Pesta lajang apa yang ingin dia lakukan?Namun, Valeria tidak membiarkannya menolak. "Beres! Aku akan menjemputmu besok."Wina tanpa daya menatapnya seraya berkata, "Nona Valeria, meski kamu menjemputku aku nggak akan pergi."Wanita yang memakai pakaian tradisional itu tidak menjawab dan hanya tersenyum. Lalu membungkus tubuhnya dengan bulu rubah dan pergi.Punggung ramping itu terlihat gagah dan menyimpan hal-hal baik di dunia, tapi tidak sebanding dengan sifat spontan alami yang dimiliki Valeria.Wina menatap punggungnya yang menjauh dan bernapas lega. Untungnya, orang yang disukai Valeria bukanlah Jihan, kalau tidak dia akan menjadi kompetitor terbesarnya.Dia menyesap minumannya dan menatap ruang kerja. Di dalam terlihat sepi dan dua tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan.Di dalam ruang kerja yang dipenuhi dengan alat kedap suara, Jihan duduk dengan ma
Vian mendengar dari ayah angkatnya kalau dia pernah menyebutkan cinta pertamanya saat masih muda, wanita itu juga menjadi sosok yang tak pernah dilupakan ayahnya, tapi dia tidak pernah melihat seperti apa wanita itu. Dia juga tahu kalau ayah angkatnya tidak pernah menikahi wanita ini.Alur pemikirannya dialihkan oleh Jihan, mereka sedang membicarakan organisasi. Apa itu niat awal didirikannya Organisasi Shallon sama sekali tidak penting. Dia hanya harus mengikuti tugasnya saat ini.Vian membuang pikirannya dan berjanji sungguh-sungguh terhadap Jihan. "Aku akan pergi bersamamu, baik hidup atau mati."Ini adalah pertama kalinya Vian menyatakan kesetiaannya pada Jihan. Vian mengira kalau kesetiaannya akan membuat Jihan terharu tapi dia malah mendengus jijik dan meliriknya. "Keberadaanmu hanya akan menahanku."Vian sangat marah sampai mengepalkan tangannya. "Jihan! Jangan sombong! Berapa kali aku membantumu menghadapi akibat dari perbuatanmu? Kalau nggak, apa kamu dapat menyelesaikan tugas
ihan yang belum pernah merasakan cintanya sebelumnya, seringkali bisa merasakan cinta begitu bersama Wina.Dia merasa bahwa Wina lebih mencintainya, tapi setelah mendengar kata-kata yang istrinya ucapkan, dia tiba-tiba merasa bahwa sebenarnya cinta mereka setara.Jihan meraih tangannya dan menariknya ke dalam pelukannya."Aku nggak akan membiarkan siapa pun menyentuhmu."Saat dia mengatakan ini, sorot matanya yang dingin penuh dengan niat membunuh.Vian benar, dia sudah terlibat sejauh ini dan tidak bisa sendirian lagi.Entah itu Organisasi Shallon atau Medan Hitam, jangan harap bisa menyentuh wanitanya.Siapa pun yang berani bergerak dia akan membunuhnya.Karena dia menganggap bahwa tidak ada di dunia ini yang lebih penting dari pada Wina.Wina adalah hidupnya, cahaya yang dia kejar sepanjang hidupnya dan orang yang dia rindukan sepanjang hidupnya.Dia tidak akan pernah mengecewakan orang yang telah bunuh diri selama tiga tahun sebelum kembali ....Wina dan Jihan tidak tidur di kamar
Jari-jari Valeria yang terjepit di cerutunya, menjentikkan abunya."Nona Wina, orang seperti apa yang membawa suaminya ke pesta lajang?"Valeria diharapkan untuk menolaknya, tapi kenapa?Ketika Valeria mengundangnya ke pesta, bukankah dia memintanya untuk mengajari cara mengejar Vian?Jadi, kalau dia membawa Jihan bersamanya, agar dia tidak menundanya untuk mengajari Valeria mengejar Vian.Dia merasa kalau Valeria. mungkin ingin menggunakan pesta itu untuk membawa dirinya pergi. Mengenai apa tujuannya, dia takut hal itu ada hubungannya dengan pembicaraan Vian dengan Jihan.Setelah Wina memikirkannya dengan hati-hati, dia geram memandang Valeria."Nona Valeria, Jihan dan saku telah saling menyukai selama bertahun-tahun. Sangat sulit bagi kami sampai di tahap ini, jadi aku nggak ingin ada kecelakaan yang terjadi sebelum pernikahan.""Aku hanya ingin memakai gaun pengantin pemberiannya padaku besok pagi dan menikah dengannya dalam kondisi terbaikku, kuharap kamu bisa memahami kami."Ketik
Wina paham maksud ucapan Valeria, jadi dia bertanya, "Apa kalau gitu aku boleh kembali dulu buat ganti baju?"Valeria langsung bisa membaca niat Wina. "Nona Wina, pertimbangkan kondisi temanmu."Maksud tersirat Valeria adalah percuma saja Wina berusaha mencari alasan supaya bisa memberi tahu atau memanggil pengawal di saat temannya ditangkap.Wina berpikir sejenak, lalu menurunkan tangannya yang semula memegang pintu mobil dan meletakkannya di belakang punggung. Setelah itu, Wina menunjuk ke arah pengawal.Setelah memberikan gestur tangan dengan tenang, Wina membuka pintu mobil dan masuk.Valeria pun memadamkan puntung rokoknya dan menyalakan mobil ....Dia menginjak pedal gas dan melirik ke kaca spion. Sesuai dugaannya, ada sekelompok pengawal yang mengikutinya.Valeria pun memalingkan pandangannya, lalu menginjak pedal gas dalam-dalam dan segera melesat meninggalkan para pengawal itu.Sebagai kapten salah satu tim Organisasi Shallon, bukan hal yang sulit bagi Valeria untuk melepaskan
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je