Tiba-tiba, galaksi itu menghilang dan digantikan dengan ribuan mawar yang menutupi lantai.Galaksi yang awalnya berada di bawah kaki Wina pun berpindah ke atas kepala dengan sangat cepat ....Wina pun refleks menengadah untuk menatap galaksi itu, tetapi tiba-tiba aurora yang berwarna kehijauan pun muncul di dinding sekitar Aula Jihan-Wina ....Jantung Wina sontak berdebar. Itu ... aurora buatan.Ternyata Jihan tidak pernah lupa bahwa Wina ingin melihat aurora ....Karena mereka tidak jadi pergi ke Finola, Jihan memutuskan untuk membuatkan aurora bagi Wina. Dengan begini, aurora ini akan selamanya menjadi milik Wina. Wina bisa menontonnya selama yang dia mau.Wina yang mengerti maksud hati Jihan pun merasa begitu bahagia dan terharu sampai-sampai matanya berkaca-kaca menahan tangis.Saat Wina sedang memperhatikan pemandangan yang menakjubkan ini, seorang pria berjas putih pun berjalan perlahan menghampirinya ....Cahaya redup yang ada di sekeliling membuat pria itu tampak begitu tampan
Wina menunjuk kotak cincin berlian itu sambil bertanya, "Bukannya kamu sudah menyiapkan pernyataan ungkapan cintamu?"Jefri dan para anggota Keluarga Lionel yang bersembunyi di sudut ruangan pun sontak tertawa terbahak-bahak ....Wina langsung tertegun. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, tetapi tidak melihat siapa-siapa. Tepat pada saat itu, Jihan pun menggenggam tangan Wina.Jihan membuka bibir tipisnya dan berulang kali mencoba menyampaikan ungkapan cintanya, tetapi tidak bisa. Pada akhirnya, Jihan pun bertanya dengan cemas, "Kamu mau menikah denganku atau nggak?"Wina tahu betul Jihan mungkin akan mati cemas jika dia menjawab tidak mau, jadi dia segera tersenyum pada Jihan sambil mengangguk. "Mau!"Memangnya Wina akan menikah dengan siapa lagi jika bukan dengan Jihan? Semenjak Wina menjual dirinya kepada Jihan, dia dan Jihan sudah ditakdirkan bersama. Mereka sudah ditakdirkan untuk menikah dan tidak ada yang bisa mengubah hal ini.Kata setuju dari Wina membuat ekspresi cema
Mata Sara pun ikut menjadi berkaca-kaca, dia tahu apa yang Wina rasakan.Mereka berdua sama-sama yatim piatu, jadi yang paling mereka dambakan adalah memiliki keluarga sendiri.Wina sudah menunggu keluarganya selama sekian tahun dan akhirnya mendapatkannya. Pokoknya, mulai sekarang Wina harus terus hidup dengan bahagia.Sara menyampaikan harapan terbaiknya kepada Wina di dalam hati sambil menggunakan ponselnya untuk merekam momen bahagia terpenting dalam hidup Wina.Para anggota Keluarga Lionel yang mengerubungi mereka berdua pun mendesak Jihan dan Wina untuk berciuman lagi, "Ayo, cium lagi, Kak Jihan, Kak Wina! Cium lagi! Sekali lagi!"Wina hanya menundukkan kepalanya sambil tersipu malu dan tidak berani mengucapkan sepatah kata pun. Sementara itu, Jihan yang berdiri di sebelahnya menatap keluarganya dengan dingin.Tatapan Jihan itu sontak membuat bulu kuduk di sekujur tubuh para anggota Keluarga Lionel berdiri, mereka langsung menutup mulut masing-masing.Mereka baru bisa menghela na
Kaca jendela di kursi penumpang mobil itu setengah terbuka. Wajah tampan penumpang di dalamnya pun terlihat. Walaupun lampu jalanan tampak redup, Sara langsung tahu siapa itu.Sara sontak tertegun sebentar, lalu bergegas menghampiri mobil itu dengan sepatu hak tingginya. Makin dekat, dia makin yakin bahwa matanya tidak salah lihat ...."Ivan."Sara memanggil pria itu dengan suara yang gemetar."Kak Sara," sapa pria dalam mobil itu sambil tersenyum kecil.Mata Sara sontak menjadi berkaca-kaca. Sudah lama sekali dia tidak mendengar Ivan memanggilnya seperti itu. Sara pun bertanya, "Kenapa kamu ada di sini?"Sara terus mencoba menelepon Ivan selama beberapa hari terakhir, tetapi ponsel Ivan selalu tidak aktif atau Ivan tidak mengangkatnya. Sara juga sudah pergi ke Kota Ostia untuk menemui Ivan, tetapi pria itu menolak bertemu.Sepertinya, Ivan benar-benar berniat memutuskan hubungannya dengan mereka. Dia bahkan dengan kejamnya tidak lagi menganggap Sara sebagai kakaknya ....Sara pikir ak
Mereka pun tiba di Aula Jihan-Wina dalam diam.Ivan menengadah menatap tulisan yang terukir di aula itu selama beberapa saat, lalu berbisik, "Dulu aku juga pernah mau membangun tempat seperti ini ...."Ivan ingin membangun tempat milik mereka berdua untuk Wina dan menamainya dengan nama mereka berdua, seperti Ivan-Wina ....Mau itu Jihan-Wina atau Ivan-Wina, intinya sama-sama ada unsur Wina ....Ivan yang memahami semua ini pun tersenyum dengan getir, dadanya terasa sesak.Sara sedih sekali melihat Ivan yang dulunya sangat bersemangat kini tampak kurus dan lelah. "Ivan, apa akhir-akhi ini kamu menjalani hidup yang sulit?"Ivan kembali menggelengkan kepalanya. "Aku baik-baik saja kok."Fariz pun mengernyit, ekspresinya terlihat agak kesal. "Apanya yang baik-baik saja, Pak Rian? Jelas-jelas Pak Rian ....""Diamlah!" tegur Ivan dengan ekspresi yang tampak gelap.Fariz pun sontak terdiam.Sara menyadari bahwa Ivan benar-benar merasa kehilangan atas Wina.Bagaimanapun juga, Sara tahu betapa
Sara bisa melihat betapa kesakitannya Ivan, matanya pun kembali berkaca-kaca. "Ivan, apa kamu nggak mau melihatnya lagi?"Ivan pun terdiam. Ivan tidak akan merindukan Wina apabila mereka tidak bertemu, tetapi jika sampai bertemu ... mungkin Ivan akan gila terbakar api cemburu?Lama sekali Ivan hanya duduk dalam diam, lalu dia perlahan-lahan mengenyahkan perasaannya dan memandang Sara. "Kak Sara, jaga dirimu baik-baik."Setelah berkata seperti itu, Ivan pun mendorong kursi rodanya menuju pintu ....Sara menatap sosok Ivan yang kurus dan duduk di kursi roda itu dengan hati yang pedih.Dia bergegas menyusul Ivan, lalu bertanya, "Apa kamu akan mengangkat kalau kapan-kapan kutelepon?"Ivan menatap Sara dengan matanya yang memerah dan mengangguk kecil ....Sara sontak merasa lebih lega, "Ivan, jangan lupa memberitahuku saat kamu berhasil merelakan Wina."Ivan mengangguk lagi sambil tetap tersenyum. Ekspresinya sama sekali tidak terlihat menyimpan dendam atau rasa benci, yang ada hanyalah kes
Sara bersandar di pintu mobil dan menatap Jefri dengan pasrah. "Kamu mau apa?"Jefri membuka mantelnya dengan ekspresi dingin, lalu menyelimuti tubuh Sara. Setelah itu, Jefri meletakkan tangannya di atap mobil dan sedikit membungkuk memeluk Sara."Sara, aku mau tanya. Kalau kita menikah, kamu nggak mungkin bersenang-senang di luar sana, 'kan?"Sore tadi Sara baru saja kencan buta dan malam ini wanita itu malah bertemu dengan pria yang lain lagi? Apa Sara sama sekali tidak menganggap Jefri dengan serius?Sara kaget sekali mendengar kata-kata "menikah", tetapi kalimat setelah itu menyadarkan Sara kembali."Jefri, dengarkan aku baik-baik. Aku nggak mungkin menikah denganmu. Lalu, ngapain juga kamu peduli aku bakal bersenang-senang di luar sana atau nggak? Aku bukan pacarmu."Sara pun mendorong Jefri menjauh, lalu berbalik hendak menarik pintu mobil, tetapi Jefri memeluknya dari belakang ....Sebenarnya, Jefri memiliki tubuh yang cukup tinggi. Itu pasti berkat gen dari Keluarga Lionel. Jef
Belasan mobil mewah pun terparkir di depan vila nomor delapan.Pintu kursi belakang Koenigsegg yang berada di paling depan pun terbuka. Jihan yang mengenakan jas putih turun dari mobil.Dia berdiri di samping pintu mobil dengan auranya yang sangat berwibawa dan bermartabat itu.Pria yang terkesan sulit dijangkau itu pun membungkuk, lalu mengulurkan jemarinya yang lentik kepada Wina yang masih berada di dalam mobil.Begitu menatap Wina, sorot tatapan Jihan yang dingin langsung terlihat lebih hangat.Sepertinya, satu-satunya orang yang bisa melihat sisi lembut Jihan ini adalah Wina yang saat ini mengenakan gaun perak itu.Wina pun menyambut uluran tangan Jihan dengan senang, lalu Jihan membantu Wina turun dari mobil. Wina menengadah menatap rumah bergaya Barat di depannya.Wina pun menoleh menatap Jihan yang jauh lebih tinggi di sampingnya dan bertanya dengan bingung sambil tertawa kecil, "Kok kamu mengajakku ke sini?"Jihan menutupi tubuh Wina dengan mantelnya, lalu menggendong Wina. "N