Wina pasrah dengan Jihan yang terus menggodanya. Dia pun melepaskan kerah baju Jihan, lalu berbalik dan berbaring di atas kasur. Wina membenamkan kepalanya di balik selimut yang lembut dan berhasil meredakan rasa malunya.Jihan pun tersenyum senang melihat Wina yang menendang-nendang betisnya untuk melampiaskan amarahnya.Jihan pun mencondongkan tubuhnya ke depan, lalu meletakkan satu tangan di sisi tubuh Wina dan membujuknya, "Maaf, Nyonya Wina, aku sudah keterlaluan menggodamu. Hmm?"Begitu mendengar Jihan meminta maaf, Wina yang awalnya tidak mau meladeni Jihan pun menoleh menatap pria yang sedang berbaring miring itu sambil menumpukan dagunya di satu tangan. "Kamu mau minta maaf gimana?"Tangan Jihan yang lain pun merangkul pinggang Wina yang ramping dan memeluk wanita itu, lalu Jihan bertanya dengan lembut, "Gimana kalau pakai seluruh hidupku?"Wina mengangkat kepalanya dari dalam pelukan Jihan, sorot tatapannya tampak berbinar. "Nggak boleh, kamu 'kan sudah janji sehidup semati d
Wina pun menatap Jihan yang sedang duduk di sofa sambil sibuk mengutak-atik brankas di atas meja dan berkata dengan lembut, "Jihan, terima kasih sudah menyiapkan semua ini buatku."Jihan memasukkan kata sandi brankasnya, lalu melirik Wina. "Kemarilah ...."Wina sontak teringat akan masa lalu ....Waktu itu juga mereka ada di dalam vila ini. Begitu Jihan melihat Wina, hal pertama yang dia katakan adalah meminta Wina mendekat.Bedanya, dulu nada bicara Jihan terdengar mendominasi, mengintimidasi, acuh tak acuh dan kejam. Sekarang, nada bicaranya terdengar sangat lembut, hangat dan penuh cinta.Wina menyingkirkan kenangan masa lalunya, lalu berjalan menghampiri Jihan. Saat Wina sudah dekat, Jihan langsung memeluknya dan mendudukkan Wina di atas pangkuannya.Jihan memeluk Wina dari belakang, lalu membuka brankas di atas meja ....Wina sontak tertegun menatap sehelai syal putih gading, fotonya, serta selembar surat yang ditambal selotip di sana-sini.Wina pun menyentuh syal itu sambil menun
Begitu air mata Wina jatuh mengenai punggung tangan Jihan, Jihan yang sedang bernostalgia pun sontak tertegun.Dia melepaskan Wina dan membalikkan tubuh Wina, lalu mendudukkan wanita itu lagi ke atas pangkuannya ....Jihan menangkupi wajah mungil Jihan, ujung jarinya mengusap air mata Wina."Wina, aku menunjukkanmu semua ini bukan karena aku ingin membuatmu menangis, tapi untuk memberitahumu bahwa aku selalu mencintaimu."Jihan tidak bisa memutar ulang waktu, jadi hanya ini satu-satunya cara untuk memberi tahu Wina bahwa dulu dia diam-diam mencintai Wina.Wina pun mengangguk kecil, dia memang bisa merasakan cinta Jihan untuknya. Tiba-tiba, Wina bertanya, "Apa riasanku luntur?"Sara menghabiskan setengah jam untuk membantu merias wajah Wina agar terlihat cantik di acara lamaran, tetapi sekarang Wina pasti terlihat jelek karena habis menangis."Aku nggak peduli soal itu," jawab Jihan sambil tersenyum kecil. "Tapi, matamu kurang sehat. Jangan menangis lagi, ya?"Wina merasa sangat tersent
Sorot tatapan Jihan begitu dalam dan memabukkan.Wina merasa sulit memalingkan tatapannya dari Jihan, apalagi ditambah dengan ekspresi lembut pria itu.Wina merasa begitu mabuk dengan tatapan Jihan sampai-sampai dia bahkan tidak sadar Jihan sudah membaringkannya di atas tempat tidur.Akal sehat Wina baru kembali saat Jihan menindihnya.Wina refleks mencengkeram kerah baju Jihan dan berkata dengan gugup, "A ... aku takut ...."Biasanya saja Wina sudah kewalahan menghadapi Jihan, apalagi kompensasi ini.Jihan pun menatap Wina yang berbaring di atas kasur empuk dengan sorot tatapan yang mengabur dikuasai hawa nafsu ....Gaun perak ini dijahit khusus untuk Wina, tampak begitu pas di tubuh wanita itu.Rambut panjangnya yang hitam bergelombang tergerai di atas tempat tidur dengan berantakan, membuat Wina makin cantik menawan.Melihat Wina yang seperti ini, Jihan refleks menelan ludahnya dengan gelisah."Wina, aku sudah berhari-hari menahan diri ...."Wina pun hendak menggunakan kondisi fisik
Sayangnya, hawa nafsu Jihan begitu menggebu. Jihan mengurung Wina di dalam rumah dan berulang kali melakukannya dengan Wina.Setelah melakukannya selama tujuh hari berturut-turut, Wina sampai tidak sanggup lagi turun dari kasur. Sekujur tubuhnya terasa sangat sakit, kakinya saja sampai gemetar.Meskipun begitu, Jihan tetap menuntun Wina untuk mencoba berbagai macam posisi baru ....Ini baru merayakan lamaran yang berhasil, entah akan semengerikan apa jika mereka sudah menikah.Yang lebih mengerikannya lagi, Jihan sendiri yang memasakkan makanan yang bergizi dan berfungsi sebagai penambah tenaga untuk Wina ....Wina masih bisa menoleransi hawa nafsu pria itu, tetapi makanan yang tidak enak itu? Wina benar-benar tidak suka dengan semua makanan sehat itu.Wina pun berbaring di tempat tidur sambil menelan supnya sedikit demi sedikit, lalu mengeluh sambil menatap Jihan yang menyuapinya, "Boleh nggak pesan makanan dari luar saja?"Jihan menyeka sup yang tersisa di sudut bibir Wina dengan tis
Untung saja Wina tidak terbiasa menjerit. Jika Jihan sampai mendengar jeritannya, pria itu mungkin akan langsung menembak mati Daris.Begitu berhasil menenangkan diri dari keterkejutannya dan mendengarkan penjelasan Daris, Wina pun langsung menjawab, "Ya oke, aku akan memberitahunya untuk pergi ke perusahaan besok."Wina memang sudah sejak kemarin-kemarin membujuk Jihan untuk masuk kerja, tetapi pria itu sepertinya tidak tertarik dengan urusan senilai ratusan miliar itu dan lebih memilih terus bersama Wina.Begitu mendengar bahwa Jihan akan masuk kerja besok, Daris yang bersandar di jendela pun langsung menurunkan kakinya dan berbisik, "Terima kasih banyak, Nona Wina."Wina tetap saja tidak bisa mencapai jendela meski sudah berjinjit, jadi dia menginjak bangku kecil dan melambaikan tangannya kepada Daris. "Ya, sama-sama ...."Saat Daris berbalik hendak berjalan pergi, Wina pun bertanya dengan penuh perhatian, "Apa Lilia sudah keluar dari rumah sakit?"Daris mengangguk. "Ya, kemarin. Di
Setelah selesai memerintahkan Daris, Jihan pun menatap tangan kanannya itu dengan saksama. "Kalau sudah beres mengirimkan hadiah pertunangannya, kamu bisa langsung pindah ke rumah yang kamu suka."Sorot mata Daris sontak tampak berbinar. Dia mendadak merasa dipotong gaji selama empat bulan bukanlah apa-apa.Saat hendak menjawab, tiba-tiba Daris teringat akan rumah besar senilai 200 miliar yang sudah sejak dulu dia incar itu.Daris pun menggaruk bagian belakang kepalanya dengan kikuk, lalu memberi tahu Jihan, "Tapi, Pak Jihan, rumah yang kusuka ada di Kota Remolon.""Kamu pikir aku nggak sanggup beli?" cibir Jihan yang berdiri di depan pintu mobil itu.Daris langsung mengibas-ngibaskan tangannya. Mana mungkin pria terkaya di Benua Siana satu ini tidak sanggup membeli sebuah rumah? Mustahil ....Jihan tidak kekurangan apa-apa, apalagi uang. Jika Daris menerima rumah itu, dia membantu Jihan mengurangi beban kebanyakan uang.Pemikiran seperti ini sontak membuat Daris merasa lebih tenang da
Wina pikir Jihan akan pergi ke Grup Lionel setelah mengantarnya kembali ke vila Sara, tetapi Jihan ternyata mengikutinya masuk ke dalam vila.Begitu melihat Jihan datang, Bibi Nelsa yang merupakan pelayan Sara pun sontak tampak gembira seperti sedang melihat menantunya sendiri. Bibi Nelsa langsung menyapa Jihan dengan hormat dan mempersilakan pria itu ke ruang tamu."Silakan Tuan Jihan duduk di sini dulu sebentar, biar kubuatkan kopi ...."Setelah itu, Bibi Nelsa pun menoleh menatap Jihan sambil membuat gestur memberikan semangat kepada Wina dan mengisyaratkan Wina dengan matanya untuk mengambil gambarnya.Wina pun mengusap keningnya, lalu berjalan menghampiri Jihan sambil berkata, "Jihan, aku ambil hadiahku dulu buatmu, ya."Jihan duduk bersandar di sofa sambil menyilangkan kedua kakinya dengan santai. Begitu mendengar Wina hendak memberinya sesuatu, mata Jihan pun tampak berbinar penuh senyuman. "Oke."Wina berbalik dan pergi ke ruang kerja. Sementara itu, Jihan mengeluarkan ponselny