Begitu air mata Wina jatuh mengenai punggung tangan Jihan, Jihan yang sedang bernostalgia pun sontak tertegun.Dia melepaskan Wina dan membalikkan tubuh Wina, lalu mendudukkan wanita itu lagi ke atas pangkuannya ....Jihan menangkupi wajah mungil Jihan, ujung jarinya mengusap air mata Wina."Wina, aku menunjukkanmu semua ini bukan karena aku ingin membuatmu menangis, tapi untuk memberitahumu bahwa aku selalu mencintaimu."Jihan tidak bisa memutar ulang waktu, jadi hanya ini satu-satunya cara untuk memberi tahu Wina bahwa dulu dia diam-diam mencintai Wina.Wina pun mengangguk kecil, dia memang bisa merasakan cinta Jihan untuknya. Tiba-tiba, Wina bertanya, "Apa riasanku luntur?"Sara menghabiskan setengah jam untuk membantu merias wajah Wina agar terlihat cantik di acara lamaran, tetapi sekarang Wina pasti terlihat jelek karena habis menangis."Aku nggak peduli soal itu," jawab Jihan sambil tersenyum kecil. "Tapi, matamu kurang sehat. Jangan menangis lagi, ya?"Wina merasa sangat tersent
Sorot tatapan Jihan begitu dalam dan memabukkan.Wina merasa sulit memalingkan tatapannya dari Jihan, apalagi ditambah dengan ekspresi lembut pria itu.Wina merasa begitu mabuk dengan tatapan Jihan sampai-sampai dia bahkan tidak sadar Jihan sudah membaringkannya di atas tempat tidur.Akal sehat Wina baru kembali saat Jihan menindihnya.Wina refleks mencengkeram kerah baju Jihan dan berkata dengan gugup, "A ... aku takut ...."Biasanya saja Wina sudah kewalahan menghadapi Jihan, apalagi kompensasi ini.Jihan pun menatap Wina yang berbaring di atas kasur empuk dengan sorot tatapan yang mengabur dikuasai hawa nafsu ....Gaun perak ini dijahit khusus untuk Wina, tampak begitu pas di tubuh wanita itu.Rambut panjangnya yang hitam bergelombang tergerai di atas tempat tidur dengan berantakan, membuat Wina makin cantik menawan.Melihat Wina yang seperti ini, Jihan refleks menelan ludahnya dengan gelisah."Wina, aku sudah berhari-hari menahan diri ...."Wina pun hendak menggunakan kondisi fisik
Sayangnya, hawa nafsu Jihan begitu menggebu. Jihan mengurung Wina di dalam rumah dan berulang kali melakukannya dengan Wina.Setelah melakukannya selama tujuh hari berturut-turut, Wina sampai tidak sanggup lagi turun dari kasur. Sekujur tubuhnya terasa sangat sakit, kakinya saja sampai gemetar.Meskipun begitu, Jihan tetap menuntun Wina untuk mencoba berbagai macam posisi baru ....Ini baru merayakan lamaran yang berhasil, entah akan semengerikan apa jika mereka sudah menikah.Yang lebih mengerikannya lagi, Jihan sendiri yang memasakkan makanan yang bergizi dan berfungsi sebagai penambah tenaga untuk Wina ....Wina masih bisa menoleransi hawa nafsu pria itu, tetapi makanan yang tidak enak itu? Wina benar-benar tidak suka dengan semua makanan sehat itu.Wina pun berbaring di tempat tidur sambil menelan supnya sedikit demi sedikit, lalu mengeluh sambil menatap Jihan yang menyuapinya, "Boleh nggak pesan makanan dari luar saja?"Jihan menyeka sup yang tersisa di sudut bibir Wina dengan tis
Untung saja Wina tidak terbiasa menjerit. Jika Jihan sampai mendengar jeritannya, pria itu mungkin akan langsung menembak mati Daris.Begitu berhasil menenangkan diri dari keterkejutannya dan mendengarkan penjelasan Daris, Wina pun langsung menjawab, "Ya oke, aku akan memberitahunya untuk pergi ke perusahaan besok."Wina memang sudah sejak kemarin-kemarin membujuk Jihan untuk masuk kerja, tetapi pria itu sepertinya tidak tertarik dengan urusan senilai ratusan miliar itu dan lebih memilih terus bersama Wina.Begitu mendengar bahwa Jihan akan masuk kerja besok, Daris yang bersandar di jendela pun langsung menurunkan kakinya dan berbisik, "Terima kasih banyak, Nona Wina."Wina tetap saja tidak bisa mencapai jendela meski sudah berjinjit, jadi dia menginjak bangku kecil dan melambaikan tangannya kepada Daris. "Ya, sama-sama ...."Saat Daris berbalik hendak berjalan pergi, Wina pun bertanya dengan penuh perhatian, "Apa Lilia sudah keluar dari rumah sakit?"Daris mengangguk. "Ya, kemarin. Di
Setelah selesai memerintahkan Daris, Jihan pun menatap tangan kanannya itu dengan saksama. "Kalau sudah beres mengirimkan hadiah pertunangannya, kamu bisa langsung pindah ke rumah yang kamu suka."Sorot mata Daris sontak tampak berbinar. Dia mendadak merasa dipotong gaji selama empat bulan bukanlah apa-apa.Saat hendak menjawab, tiba-tiba Daris teringat akan rumah besar senilai 200 miliar yang sudah sejak dulu dia incar itu.Daris pun menggaruk bagian belakang kepalanya dengan kikuk, lalu memberi tahu Jihan, "Tapi, Pak Jihan, rumah yang kusuka ada di Kota Remolon.""Kamu pikir aku nggak sanggup beli?" cibir Jihan yang berdiri di depan pintu mobil itu.Daris langsung mengibas-ngibaskan tangannya. Mana mungkin pria terkaya di Benua Siana satu ini tidak sanggup membeli sebuah rumah? Mustahil ....Jihan tidak kekurangan apa-apa, apalagi uang. Jika Daris menerima rumah itu, dia membantu Jihan mengurangi beban kebanyakan uang.Pemikiran seperti ini sontak membuat Daris merasa lebih tenang da
Wina pikir Jihan akan pergi ke Grup Lionel setelah mengantarnya kembali ke vila Sara, tetapi Jihan ternyata mengikutinya masuk ke dalam vila.Begitu melihat Jihan datang, Bibi Nelsa yang merupakan pelayan Sara pun sontak tampak gembira seperti sedang melihat menantunya sendiri. Bibi Nelsa langsung menyapa Jihan dengan hormat dan mempersilakan pria itu ke ruang tamu."Silakan Tuan Jihan duduk di sini dulu sebentar, biar kubuatkan kopi ...."Setelah itu, Bibi Nelsa pun menoleh menatap Jihan sambil membuat gestur memberikan semangat kepada Wina dan mengisyaratkan Wina dengan matanya untuk mengambil gambarnya.Wina pun mengusap keningnya, lalu berjalan menghampiri Jihan sambil berkata, "Jihan, aku ambil hadiahku dulu buatmu, ya."Jihan duduk bersandar di sofa sambil menyilangkan kedua kakinya dengan santai. Begitu mendengar Wina hendak memberinya sesuatu, mata Jihan pun tampak berbinar penuh senyuman. "Oke."Wina berbalik dan pergi ke ruang kerja. Sementara itu, Jihan mengeluarkan ponselny
Wina sontak terpana. Bukankah yang Jihan maksud adalah rumah pengantin yang Jihan belikan untuk Winata tiga tahun lalu?Namun, Wina tidak berani bertanya. Dia hanya menunduk dan menatap kosong ke arah tangannya yang sedang memegangi kemeja jas Jihan.Untung saja Jihan bisa membaca isi hati Wina. Pria itu pun buru-buru menjelaskan, "Aku membeli rumah itu untukmu, bersamaan dengan gaun pengantin itu. Sama sekali nggak ada sangkut-pautnya dengan orang lain. Itu memang milikmu seorang."Wina jadi teringat gaun pengantin bertakhtakan berlian yang harganya setinggi langit itu. Rasa kecewanya perlahan-lahan memudar.Tiga tahun lalu, Jihan sampai membeli gaun pengantin yang mahal itu demi Wina. Jihan bilang awalnya ingin melamar Wina, tetapi ....Wina langsung berhenti mengingat masa lalu dan menenangkan dirinya, lalu menatap Jihan. "Oke, kalau gitu biar aku yang mendesain rumahnya."Wina pun bersandar di pelukan Jihan lagi dan bertanya sambil tersenyum, "Apa Tuan Jihan punya preferensi gaya t
Saat Wina dan Sara sedang sibuk berdiskusi, Daris pun memerintahkan orang-orang itu untuk meletakkan semua kotak dengan kata sandi yang mereka bawa ke atas meja kaca. Setelah itu, Daris melapor kepada Jihan yang duduk di atas sofa."Pak Jihan, hadiah pertunangannya sudah siap. Aku juga sudah memberi tahu Tuan Besar dan menyuruh orang-orang membawakannya ke sini tanpa memedulikan respons Tuan Besar."Jihan balas mengangguk kecil. Setelah selesai berdiskusi, Wina dan Sara pun kembali ke ruang tamu. Jihan langsung bangkit berdiri dan berjalan menghampiri Sara."Nona Sara, tujuan kedatanganku hari ini ke sini adalah untuk meminang Wina. Sebagai kakak perempuannya, Nona Sara-lah yang berhak mengambil keputusan."Biasanya, pihak laki-laki akan mengambil keputusan, lalu melamar. Pinangan resmi seperti ini hanya sekadar formalitas.Namun, seringkali pinangan ini tidak mencapai kata sepakat yang memuaskan. Akibatnya, hubungan sejoli yang hendak menikah pun harus berakhir dan mereka saling membe