Daris duduk di kursi pengemudi mobil Lincoln yang sudah dimodifikasi itu, lalu dengan peka menurunkan kaca pembatas dengan kursi belakang.Wina menoleh menatap Jihan yang masih terlihat pucat dengan khawatir. "Kamu baik-baik saja?""Ya ..." jawab Jihan sambil menggelengkan kepalanya.Wina pun mengernyit. "Tapi ...."Akan tetapi, Jihan langsung menyelanya dengan mendudukkan Wina di atas pangkuannya, lalu mengangkat dagu wanita itu dan menciumnya.Tangan Wina sontak meremas kemeja Jihan. Dia sengaja menundukkan kepalanya untuk menahan ciuman Jihan yang panas.Sayangnya, Jihan tidak merasa puas hanya dengan mencium. Dia memaksa Wina untuk membuka mulutnya.Wina bersikeras tidak mau membuka mulutnya. Jemari Jihan yang semula menari-nari di punggung Wina pun bergeser turun ke pinggang ramping Wina, kemudian mencengkeramnya dengan kuat."Pilih, mau cium atau kita lakukan saja sekarang."Jihan bertanya setelah melepaskan bibir Wina, tetapi sambil menggigit daun telinga Wina.Wina refleks meng
Tidak lama kemudian, mobil pun tiba di depan vila Sara. Wina menarik kembali tangannya yang memijat pelipis Jihan sambil berkata, "Besok biar kutemani ke rumah sakit."Jihan balas mengangguk kecil, lalu kembali merangkul pinggang Wina. Jihan mengangkat kepala Wina, kemudian menciumnya lagi. Jihan merasa tidak rela berpisah dengan Wina. "Dadah ...."Wina balas berpamitan, lalu turun dari mobil. Dia membuka pintu vila dan menoleh lagi ke arah mobil.Jihan menurunkan kaca jendelanya hingga setengah. Wajahnya yang tampan terlihat begitu menawan di bawah sinar bulan.Wina pun tersenyum ke arah Jihan, lalu berbalik dan berjalan memasuki vila ....Begitu melihat pintu vila ditutup, Jihan yang sedari tadi terus menahan diri akhirnya terkulai di kursi belakang dengan lemas."Daris, obat pereda nyeri."Daris segera mengeluarkan obat pereda nyeri, lalu membuka kaca pembatas dan menyerahkan obat tersebut kepada Jihan.Jihan mengambil obat itu dan meminumnya. Wajahnya terlihat sangat pucat.Daris l
Wina tidak bisa tidur dengan tenang, jadi dia bangun dengan kondisi tubuh yang kurang bugar.Wina menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur. Setelah keluar dari kamar mandi, dia mengambil ponsel dan tasnya, lalu berjalan keluar vila.Wina berencana menemui Jihan dan menemaninya ke rumah sakit, tetapi Jihan ternyata sudah menunggu di luar pintu.Jihan bersandar di pintu mobil sambil memegang sebuket bunga mawar. Dia mengenakan setelan jas mahal dan kacamata hitam.Begitu melihat Wina keluar, Jihan langsung tersenyum kecil. "Wina ...."Wina balas tersenyum kepada Jihan. Mereka pun saling melangkah menghampiri secara kompak.Kemudian, Jihan menyerahkan buket bunga yang dia pegang. "Ini untukmu, tadi aku menyuruh orang untuk memetiknya."Wina mengambil buket bunga itu lalu menatap Jihan yang berdiri memunggungi arah matahari. Wina pun mengumpulkan keberaniannya, lalu melepaskan kacamata hitam Jihan.Sekarang, mata Jihan terlihat begitu merah. Sorot tatapannya tampak kusam. Sama se
Setelah Jihan menutup telepon, Zeno yang menyamar pun membuka pintu mobil dan masuk."Tuan, aku sudah selesai menyelidiki kematian kakak Tuan."Jihan meletakkan ponselnya, ekspresinya terlihat sedikit lelah. Dia hanya balas mengedikkan dagunya sebagai isyarat agar Zeno lanjut melaporkan."Kakak Tuan meninggal akibat penyakit otak yang disebabkan terlalu banyak bekerja. Aku sudah memeriksa setiap dokter, perawat dan semua orang yang melakukan kontak dengannya, termasuk obat-obatan yang dia gunakan dengan saksama. Semua hasilnya sama dan konsisten."Jihan pun mengernyit, wajahnya yang pucat terlihat agak dingin. "Maksudmu, Winata berbohong?""Mungkin Nona Winata menggunakan penyebab kematian kakak Tuan sebagai alasan untuk menyelamatkan hidupnya," ujar Zeno menyimpulkan.Kepala Jihan terasa berputar saat mengingat masa lalu, jadi dia tidak ingin mencari tahu lebih lanjut. Dia mengibas-ngibaskan tangannya ke arah Zeno.Zeno pun membuka pintu dan turun dari mobil, tetapi menoleh lagi saat
Kata-kata asisten pribadi itu membuat Jodie perlahan-lahan kembali tenang."Yah, tapi Jihan memang pantas dapat wanita kayak gitu."Jodie mendengus dengan dingin, lalu berbalik badan dan duduk di sofa dengan santai. Sorot matanya terlihat angkuh.Begitu melihat majikannya tersenyum, asisten pribadi itu langsung menimpali dengan pujian, "Memang dalam hal ini Tuan Muda lebih baik daripada Jihan."Tentu saja, mana mungkin Jodie akan jatuh cinta pada wanita yang jual diri!Mungkin Jihan yang sangat dingin itu takut tidak ada wanita yang sudi menjadi pasangannya, itu sebabnya dia sampai rela menjalin hubungan dengan wanita murahan.Perasaan Jodie pun menjadi jauh lebih baik, lalu dia menunjuk asistennya sambil bertanya, "Terus, lokasi Vera di Walston?"Si asisten yang sedari tadi hanya berdiri diam di sana segera berbalik badan menghadap Jodie."Nona Vera sudah nggak di Walston lagi. Dia naik pesawat pribadi ke Samudera Pasoa.""Samudera Pasoa?"Amarah Jodie kembali tersulut."Ngapain juga
Sara sedang duduk di matras yoga di ruang tamu. Dia menyeka keringat di dahinya dengan handuk sambil bertanya kepada Wina, "Siapa dia?"Sara tidak mengenal Yuno karena belum pernah bertemu. Wina pun menjelaskan, "Dia itu kakaknya Lilia ...."Wina ingat Lilia pernah memberitahunya bahwa Yuno adalah kakaknya, tetapi mereka tidak memiliki hubungan darah. Intinya, hubungan mereka berdua cukup rumit.Sara memandang Wina dari atas ke bawah, ekspresi gugup muncul di matanya, "Jangan bilang kakaknya Lilia tertarik padamu?"Pasti ada maksud terselubung apabila Yuno menemui Wina di tengah malam begini. Jika Jihan sampai tahu, bisa-bisa kakaknya Lilia itu mengalami patah tulang di mana-mana.Wina balas tertawa, lalu mengambil susu yang dibawakan oleh pelayan Sara dan menyerahkannya kepada Sara. "Sembarangan saja kamu ngomong. Yuno itu pacarnya Lilia."Sara nyaris mati tersedak susu yang baru saja dia minum. "Uhuk, uhuk, uhuk! Hah! Lelucon macam apa itu!"Katanya Lilia dan Yuno itu saudara?Setela
"Pak ... Pak Jihan?" pekik Lilia dengan mata yang terbelalak kaget.Kenapa Jihan ada di ujung telepon sana?Wina buru-buru mengangkat ponselnya dan berkata, "Kututup dulu ya, nanti kita ngobrol lagi."Saat Wina hendak menekan tombol mati, Jihan tiba-tiba berkata lagi seolah sudah menyadari maksud Lilia, "Cobanya nanti saja setelah aku pulang."Lilia pun langsung tertawa terbahak-bahak. "Wina, kayaknya aku harus menunggumu mencobanya dulu baru ngasih kamu obatnya lagi."Wina segera memutuskan sambungan telepon dengan wajah yang merona merah. Saat dia hendak mengomeli Lilia, tiba-tiba dia mendengar Sara yang sedang bersantai di teras bertanya dengan suara lantang,"Coba apa? Aku juga mau coba!"Lilia sontak tersenyum dengan lebar, senyuman yang benar-benar terlihat bahagia dan riang.Sementara itu, Yuno ternyata sedang berdiri di dekat pagar putih vila. Begitu melihat senyuman yang menghiasi wajah tegas Lilia, ekspresinya pun tampak sedikit melembut.Wina hendak menepuk dahinya sendiri s
"Kamu pikir aku ini cewek macam apa?"Lilia menengadah menatap Yuno sambil terus bertanya, "Kamu nggak bisa memberiku status yang jelas, kamu nggak bisa menempatkanku sebagaimana semestinya dan kamu juga nggak bisa menikahiku. Jadi, kamu anggap aku ini cewek macam apa? Cuma teman tidur? Jawab, Yuno, hubungan macam apa ini?"Wajah Yuno sontak menjadi pucat. Dia kembali memeluk Lilia dan menempelkan kepala Lilia di dadanya sambil berkata, "Lilia, tunggu aku, ya? Aku janji akan mencari cara supaya bisa menikahimu."Lilia bisa melihat kesan panik dan gelisah dalam sorot tatapan Yuno seolah-olah pria itu takut masalah pernikahan ini akan membuat Lilia pergi darinya.Lilia menyadari bahwa dia sudah berhasil, tetapi masih ada satu hal lagi yang harus dilakukan ....Yaitu membuat Yuno jatuh ke dalam kesengsaraan!Lilia pun bersandar di pelukan Yuno dan bertanya dengan ekspresi datar, "Gimana caranya?"Yuno terdiam sebentar, lalu menjawab dengan tegas, "Aku akan memutuskan hubunganku dengan Kel