Wina tidak bisa tidur dengan tenang, jadi dia bangun dengan kondisi tubuh yang kurang bugar.Wina menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur. Setelah keluar dari kamar mandi, dia mengambil ponsel dan tasnya, lalu berjalan keluar vila.Wina berencana menemui Jihan dan menemaninya ke rumah sakit, tetapi Jihan ternyata sudah menunggu di luar pintu.Jihan bersandar di pintu mobil sambil memegang sebuket bunga mawar. Dia mengenakan setelan jas mahal dan kacamata hitam.Begitu melihat Wina keluar, Jihan langsung tersenyum kecil. "Wina ...."Wina balas tersenyum kepada Jihan. Mereka pun saling melangkah menghampiri secara kompak.Kemudian, Jihan menyerahkan buket bunga yang dia pegang. "Ini untukmu, tadi aku menyuruh orang untuk memetiknya."Wina mengambil buket bunga itu lalu menatap Jihan yang berdiri memunggungi arah matahari. Wina pun mengumpulkan keberaniannya, lalu melepaskan kacamata hitam Jihan.Sekarang, mata Jihan terlihat begitu merah. Sorot tatapannya tampak kusam. Sama se
Setelah Jihan menutup telepon, Zeno yang menyamar pun membuka pintu mobil dan masuk."Tuan, aku sudah selesai menyelidiki kematian kakak Tuan."Jihan meletakkan ponselnya, ekspresinya terlihat sedikit lelah. Dia hanya balas mengedikkan dagunya sebagai isyarat agar Zeno lanjut melaporkan."Kakak Tuan meninggal akibat penyakit otak yang disebabkan terlalu banyak bekerja. Aku sudah memeriksa setiap dokter, perawat dan semua orang yang melakukan kontak dengannya, termasuk obat-obatan yang dia gunakan dengan saksama. Semua hasilnya sama dan konsisten."Jihan pun mengernyit, wajahnya yang pucat terlihat agak dingin. "Maksudmu, Winata berbohong?""Mungkin Nona Winata menggunakan penyebab kematian kakak Tuan sebagai alasan untuk menyelamatkan hidupnya," ujar Zeno menyimpulkan.Kepala Jihan terasa berputar saat mengingat masa lalu, jadi dia tidak ingin mencari tahu lebih lanjut. Dia mengibas-ngibaskan tangannya ke arah Zeno.Zeno pun membuka pintu dan turun dari mobil, tetapi menoleh lagi saat
Kata-kata asisten pribadi itu membuat Jodie perlahan-lahan kembali tenang."Yah, tapi Jihan memang pantas dapat wanita kayak gitu."Jodie mendengus dengan dingin, lalu berbalik badan dan duduk di sofa dengan santai. Sorot matanya terlihat angkuh.Begitu melihat majikannya tersenyum, asisten pribadi itu langsung menimpali dengan pujian, "Memang dalam hal ini Tuan Muda lebih baik daripada Jihan."Tentu saja, mana mungkin Jodie akan jatuh cinta pada wanita yang jual diri!Mungkin Jihan yang sangat dingin itu takut tidak ada wanita yang sudi menjadi pasangannya, itu sebabnya dia sampai rela menjalin hubungan dengan wanita murahan.Perasaan Jodie pun menjadi jauh lebih baik, lalu dia menunjuk asistennya sambil bertanya, "Terus, lokasi Vera di Walston?"Si asisten yang sedari tadi hanya berdiri diam di sana segera berbalik badan menghadap Jodie."Nona Vera sudah nggak di Walston lagi. Dia naik pesawat pribadi ke Samudera Pasoa.""Samudera Pasoa?"Amarah Jodie kembali tersulut."Ngapain juga
Sara sedang duduk di matras yoga di ruang tamu. Dia menyeka keringat di dahinya dengan handuk sambil bertanya kepada Wina, "Siapa dia?"Sara tidak mengenal Yuno karena belum pernah bertemu. Wina pun menjelaskan, "Dia itu kakaknya Lilia ...."Wina ingat Lilia pernah memberitahunya bahwa Yuno adalah kakaknya, tetapi mereka tidak memiliki hubungan darah. Intinya, hubungan mereka berdua cukup rumit.Sara memandang Wina dari atas ke bawah, ekspresi gugup muncul di matanya, "Jangan bilang kakaknya Lilia tertarik padamu?"Pasti ada maksud terselubung apabila Yuno menemui Wina di tengah malam begini. Jika Jihan sampai tahu, bisa-bisa kakaknya Lilia itu mengalami patah tulang di mana-mana.Wina balas tertawa, lalu mengambil susu yang dibawakan oleh pelayan Sara dan menyerahkannya kepada Sara. "Sembarangan saja kamu ngomong. Yuno itu pacarnya Lilia."Sara nyaris mati tersedak susu yang baru saja dia minum. "Uhuk, uhuk, uhuk! Hah! Lelucon macam apa itu!"Katanya Lilia dan Yuno itu saudara?Setela
"Pak ... Pak Jihan?" pekik Lilia dengan mata yang terbelalak kaget.Kenapa Jihan ada di ujung telepon sana?Wina buru-buru mengangkat ponselnya dan berkata, "Kututup dulu ya, nanti kita ngobrol lagi."Saat Wina hendak menekan tombol mati, Jihan tiba-tiba berkata lagi seolah sudah menyadari maksud Lilia, "Cobanya nanti saja setelah aku pulang."Lilia pun langsung tertawa terbahak-bahak. "Wina, kayaknya aku harus menunggumu mencobanya dulu baru ngasih kamu obatnya lagi."Wina segera memutuskan sambungan telepon dengan wajah yang merona merah. Saat dia hendak mengomeli Lilia, tiba-tiba dia mendengar Sara yang sedang bersantai di teras bertanya dengan suara lantang,"Coba apa? Aku juga mau coba!"Lilia sontak tersenyum dengan lebar, senyuman yang benar-benar terlihat bahagia dan riang.Sementara itu, Yuno ternyata sedang berdiri di dekat pagar putih vila. Begitu melihat senyuman yang menghiasi wajah tegas Lilia, ekspresinya pun tampak sedikit melembut.Wina hendak menepuk dahinya sendiri s
"Kamu pikir aku ini cewek macam apa?"Lilia menengadah menatap Yuno sambil terus bertanya, "Kamu nggak bisa memberiku status yang jelas, kamu nggak bisa menempatkanku sebagaimana semestinya dan kamu juga nggak bisa menikahiku. Jadi, kamu anggap aku ini cewek macam apa? Cuma teman tidur? Jawab, Yuno, hubungan macam apa ini?"Wajah Yuno sontak menjadi pucat. Dia kembali memeluk Lilia dan menempelkan kepala Lilia di dadanya sambil berkata, "Lilia, tunggu aku, ya? Aku janji akan mencari cara supaya bisa menikahimu."Lilia bisa melihat kesan panik dan gelisah dalam sorot tatapan Yuno seolah-olah pria itu takut masalah pernikahan ini akan membuat Lilia pergi darinya.Lilia menyadari bahwa dia sudah berhasil, tetapi masih ada satu hal lagi yang harus dilakukan ....Yaitu membuat Yuno jatuh ke dalam kesengsaraan!Lilia pun bersandar di pelukan Yuno dan bertanya dengan ekspresi datar, "Gimana caranya?"Yuno terdiam sebentar, lalu menjawab dengan tegas, "Aku akan memutuskan hubunganku dengan Kel
Yuno merasa terluka melihat air mata Lilia, tangan yang diletakkan di belakang punggungnya ikut gemetar.Dia mengepalkan tangannya dan hendak berjalan mendekati Lilia lagi, tetapi Wina dan Sara yang bergegas keluar dari vila langsung menghentikannya.Sara memeluk Lilia sambil memeriksa luka di wajah Lilia, sementara Wina berdiri mengadang di depan Lilia dan menatap Yuno dengan marah."Apa-apaan ini, Dokter Yuno?"Wina sama sekali tidak bisa memahami Yuno. Jelas-jelas pria itu menyayangi Lilia, jadi kenapa Yuno malah memperlakukan Lilia dengan kasar?Yuno mengabaikan Wina dan menatap Lilia dengan mata yang menyalang marah.Lilia balas menatap Yuno dengan sorot kekecewaan yang terlihat jelas.Mereka saling berpandangan selama beberapa saat, lalu Lilia berbicara lebih dulu, "Yuno, selama beberapa tahun ini aku sudah membohongimu. Setiap kali aku bilang aku mencintaimu dan ingin menikah denganmu, itu aku sedang berbohong. Aslinya, aku nggak mencintaimu dan nggak ingin menikah denganmu ....
Wajah Yuno sontak menjadi pucat pasi. Dia jadi teringat kembali masa lalu itu sehingga tubuhnya gemetar menahan panik."Lilia, aku ... aku nggak tahu kalau kamu menyukaiku. Kupikir kamu akan pergi dengan pria lain malam itu. Aku ...."Yuno sampai tidak sanggup bicara dengan lancar. Dia kembali melangkah maju hendak memeluk Lilia, dia ingin menyembuhkan luka batin dan rasa benci yang Lilia pendam sejak dulu.Yuno ingin memberi tahu Lilia bahwa Lilia akan mati jika rahimnya tidak diangkat. Dia juga ingin menjelaskan bahwa bukan dialah yang menyuruh orang untuk membuang Lilia ke hutan belantara.Lilia balas menatap Yuno dengan dingin. "Yuno, kamu tahu nggak gimana aku sanggup menghabiskan 10 tahun tinggal di luar negeri? Itu karena rasa benciku kepadamu! Setiap hari aku bersumpah akan membuatmu jatuh cinta kepadaku, lalu membalaskan dendamku kepadamu!"Ternyata momen ini adalah apa yang Lilia tunggu selama 10 tahun?Yuno hanya bisa berdiri diam di sana. Padahal jaraknya dengan Lilia begit
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je