Dari balik pintu yang tertutup itu, terdengarlah suara langkah kaki yang mantap. Akan tetapi, suara itu mendadak berhenti.Wina mengira setelah itu pintu kamar akan dibuka, tetapi ternyata tidak ada gerakan apa pun dari dalam sana. Saat Wina hendak mengetuk lagi, tiba-tiba pintu kamar pun terbuka.Pergelangan tangan Wina pun dicengkeram dan tubuh wanita itu langsung ditarik ke dalam kamar dengan sangat cepat ....Sam yang berada di luar pintu hanya melihat sebuah tangan terulur, setelah itu sosok Wina langsung lenyap.Pemukul besi yang sengaja Sam beli dan semua preman yang dia pekerjakan ini ternyata sama sekali tidak berguna. Sam bahkan sudah menyewa orang untuk menerobos masuk ....Di saat Sam sedang berdiri termangu di luar pintu, tiba-tiba muncullah sekelompok pengawal entah dari mana.Pengawal yang berada paling depan pun menunjuk ke arah rombongan Sam sambil berseru, "Bawa mereka ke kantor polisi! Tuntutannya adalah mereka menggiring massa untuk membuat keributan!"Para preman i
"Akulah Tuan Malam."Jari telunjuk Jihan mengelus wajah cantik Wina dengan lembut, sorot tatapannya terlihat begitu hangat dan penuh cinta.Wina menatap Jihan yang berdiri di hadapannya dengan tajam. Wina memang sudah curiga Tuan Malam adalah Jihan, tetapi tetap saja Wina tidak bisa percaya ....Setelah tertegun sejenak, Wina mengambil topeng emas yang Jihan bawa, lalu berjinjit dan memakaikan topeng itu di wajah Jihan ....Sosok Jihan dan Tuan Malam yang saling tumpang tindih pun sontak membuat Wina kaget.Mata Wina bergeser ke arah leher Jihan. Seharusnya di sana ada tato naga berwarna biru ...."Tato itu hasil gambar."Jihan langsung menjawab dengan lembut seolah-olah bisa membaca isi hati Wina.Digambar? Apa itu berarti Jihan sengaja mengubah gaya berpakaiannya, membiarkan rambutnya acak-acakkan, selalu bicara dengan suara serak dan menyamarkan aura tubuhnya?Entah kenapa, Wina merasa ini semua sulit dia terima. Dia pun melangkah mundur sambil bertanya, "Kenapa ... kenapa kamu meng
"Nggak! Aku nggak ngerti!"Wina menatap Jihan dengan penuh kebencian, kedua tangannya terkepal dengan erat."Kamu sengaja menggunakan identitas palsu untuk memaksaku dan membuatku selalu berpikir aku ini sudah dinodai oleh orang asing.""Aku benar-benar merasa tersiksa, butuh waktu lama bagiku untuk bisa pulih dari tekanan ini ....""Tapi kamu selalu menyembunyikan semua fakta yang ada dan nggak pernah mengungkitnya sama sekali. Kamu pernah mikir nggak sih seperti apa perasaanku?"Ucapan Wina itu menghujam hati nurani Jihan dengan telak."Wina, aku bukannya sengaja mau menyembunyikan semua ini darimu. Masalahnya, setelah kamu kembali, ada begitu banyak hal yang terjadi di antara kita.""Aku cuma memikirkan gimana caranya bisa kembali denganmu, aku benar-benar nggak kepikiran soal Tuan Malam ...."Setelah selesai bicara, Jihan kembali memeluk erat Wina yang masih marah."Maaf ya, Wina. Ini semua salahku karena sudah terlalu egois dan nggak mikirin perasaanmu ...."Tubuh mungil Wina yang
Wina pun menengadah menatap wajah Jihan yang terlihat pucat."Mendingan kamu ke rumah sakit dulu ...."Terakhir saat mereka masih di Walston, Jihan juga pernah mengeluhkan sakit kepala. Akan tetapi, kali ini Jihan sampai nyaris terjungkal setelah Wina dorong. Wina tidak tahu penyakit apa yang sebenarnya Jihan alami."Buatku, yang paling penting itu kamu."Jihan pun mengangkat tubuh Wina dan mendudukkan wanita itu di atas pangkuannya, lalu menyandarkan kepalanya di sofa sambil menatap Wina.Posisi duduk seperti ini membuat suasana di antara mereka menjadi lebih intim. Wina berusaha untuk turun dari pangkuan Jihan, tetapi Jihan mencengkeram pinggang Wina dengan kuat."Jangan gerak-gerak, Wina ...."Wina sontak berhenti bergerak, dia bisa merasakan bagian sensitif Jihan mulai bereaksi. Wina pun akhirnya hanya menatap Jihan.Sambil tetap menahan tubuh Wina, Jihan menenangkan dirinya dan mulai menjelaskan."Wina, Tuan Malam bukan identitas palsu, sebenarnya itu adalah identitasku yang lain
Jihan terdiam sejenak, dia menatap Wina dengan matanya yang tampak begitu lelah karena sudah berhari-hari tidak tidur nyenyak."Wina, restoran yang kamu datangi kemarin itu bukan tempat makan khusus para pasangan, itu cuma restoran biasa.""Restoran itu menggunakan kaca Low-E, jadi kalau malam, mereka yang berada di dalam nggak bisa lihat apa yang ada di luar ...."Wina sontak termangu, matanya tampak berkaca-kaca.Jemari Jihan membelai alis dan mata Wina dengan penuh kelembutan seolah ingin menenangkan Wina yang kalut."Identitas Valeria melibatkan keluarga bangsawan yang cukup berpengaruh dari Britton. Kalau mau bertindak, Valeria harus punya alibi yang kuat.""Aku sebenarnya menolak waktu dia memintaku berpura-pura menjadi pacarnya. Waktu itu aku menoleh ke luar jendela dan kebetulan kamu di sana."Jihan pun memeluk Wina dan menatap Wina dengan tatapan yang terlihat sangat bersalah."Wina, aku minta maaf karena nggak aku nggak melihatmu waktu itu. Kalau aku tahu kamu ada di luar, ak
Ciuman Jihan begitu lembut, mungkin lebih tepatnya disebut kecupan.Jemari Jihan yang kekar menyusuri rambut dan membelai wajah wanita di hadapannya yang terasa sedingin es.Wina melirik ke jemari Jihan yang sedang menelusuri alisnya, lalu mengelak dengan halus.Tindakan sepele ini seperti badai yang menghapus bersih seluruh sisa rasa dan seketika langsung membuat hati Jihan merasa pilu.Sorot tatapan Jihan sontak terlihat begitu terluka, matanya yang memerah tampak nanar."Kamu ... nggak mau?"Jihan sudah tahu apa jawaban Wina, tetapi dia memutuskan untuk tetap bertanya."Iya ...."Wina mengangguk, perasaannya yang semula terasa campur aduk perlahan-lahan kembali tenang.Jihan sontak merasa tidak berdaya, nada bicara Wina yang terdengar begitu yakin langsung menghancurkan secercah harapan yang tersisa dalam hati Jihan."Kenapa ...."Bukankah semua kesalahpahaman ini sudah diluruskan? Kenapa Wina masih tidak mau kembali padanya?Jihan sudah berusaha sebisa mungkin untuk mendapatkan Win
Jihan pun mengangkat ujung jarinya yang gemetar untuk terus menyeka air mata di pipi Wina.Ekspresi Wina yang tampak begitu sedih membuat mata Jihan juga menjadi berkaca-kaca.Ini pertama kalinya dia mendengar ungkapan cinta dan kekecewaan Wina yang begitu mendalam terhadapnya.Baru pada saat inilah Jihan menyadari betapa Wina sangat mencintainya ....Namun, Jihan sudah menyakitinya dan gagal memberinya rasa aman, itulah sebabnya Wina menjadi sangat sensitif.Jihan hanya fokus dengan keinginannya mendapatkan Wina tanpa pernah memikirkan betapa tersiksanya batin Wina.Jemari Jihan menerobos helaian rambut Wina dan menggenggam tengkuk Wina. Jihan membiarkan Wina bersandar di bahunya sambil menangis sejadi-jadinya."Wina, aku janji mulai sekarang, nggak akan ada lagi wanita yang akan muncul di sisiku kecuali kamu."Jihan mengucapkan kata-kata ini seperti sebuah sumpah. Dari matanya terpancar keyakinan yang tak tergoyahkan seperti sedang berkomitmen seumur hidup.Wina bersandar di bahu Jih
Jihan menatap Wina dengan tenang selama beberapa saat, lalu berkata, "Wina, aku nggak pernah peduli dengan asal usulmu. Yang aku cintai itu pribadi kamu. Aku nggak peduli apa identitasmu atau siapa kamu. Kamu hanya perlu menjadi diri sendiri, itu sudah cukup ...."Justru karena prinsip ini, Jihan tidak pernah terpikir semua kekhawatiran Wina tadi. Dia juga tidak pernah terpikir kalau ternyata dalam hati Wina mengukur pribadi mereka berdua seperti ini.Penilaian Wina inilah yang membuat jarak di antara mereka berdua, tapi di mata Jihan semua ini bukan penghalang.Dia mengangkat ujung jarinya untuk menyentuh pipi Wina dan berkata dengan penuh kasih sayang, "Punyaku itu punyamu. Selama kamu mau, aku bisa kasih semuanya sekarang ...."Setelah mendengar ini, Wina tersenyum padanya dan tidak berkata apa-apa lagi.Jihan memang bisa memberikan segalanya, tapi dia tidak bisa memberikan arti dari kekayaan yang sesungguhnya.Kekayaan yang berhubungan dengan cara berpikir semacam ini hanya dapat d