Wina masih melawan, tetapi Jihan semakin mendekapnya dengan erat dan membuat Wina sulit bergerak.Terlepas dari izin WIna, Jihan bersikeras menggendongnya dan berjalan ke bawah selangkah demi selangkah ....Sara ikut merasa pilu saat melihat hal ini.Bayangkan, seberapa besar keberanian yang diperlukan seseorang untuk mengantarkan kekasih yang begitu dicintai menikah dengan orang lain?Jihan memang mencintai Wina, tetapi semua sudah terlambat ....Jihan membopong Wina keluar dari vila, mendudukkannya di kursi belakang lalu membungkuk dan merapikan gaun panjang Wina.Setelah itu, dia melirik ke kursi di samping sopir dan kursi di samping Wina. Akhirnya, Jihan memilih untuk duduk di sebelah Wina.Orang yang mengemudikan mobil itu adalah Daris. Saat melihat CEO-nya masih tidak rela melepaskan Nona Wina, dia yang pengertian pun langsung menaikkan kaca pembatas mobil.Daris menyalakan mesin mobil dan pergi ke tempat acara pernikahan. Wina berangkat diiringi konvoi ratusan mobil mewah.Saat
Pernikahan itu diadakan di taman kecil di seberang panti asuhan, dengan pemandangan terbuka dan lautan bunga tak berujung.Di sinilah tempat Ivan menjemput Wina. Di sinilah mereka bertemu dan jatuh cinta. Di sinilah takdir mereka dimulai.Ivan mengutus pengawal untuk berjaga di dekat taman dan tidak membiarkan siapa pun mendekat, dia juga mempekerjakan orang untuk menata taman dengan hati-hati.Karpet merah terbentang dari luar taman hingga teras tempat pernikahan berlangsung. Kelopak mawar berwarna merah cerah bertaburan melapisi karpet merah itu.Ivan memegang 999 tangkai mawar dan sebuah cincin berlian. Dia duduk di kursi roda dan menunggu gadis yang dia cintai semasa muda mendatanginya.Setelah berlari kecil dan sampai di pintu masuk taman, barulah Wina tidak lagi menjinjing gaunnya. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengatur emosinya yang kacau.Hujan rintik-rintik turun dari langit, jatuh dan menetes ke wajahnya. Buliran air itu terasa sangat dingin, sedingin suhu tubuhnya saat i
Di taman kecil tempat pernikahan berlangsung. Saat ini pembawa acara berada di atas panggung, menyampaikan pidato pembukaan yang meriah.Di bawah panggung hanya ada beberapa orang yang hadir sebagai tamu undangan, meski hanya sedikit saja yang hadir, untungnya tidak menghalangi berlangsungnya acara.Ivan, sang mempelai pria saat ini mengenakan jas berwarna putih dan duduk di kursi roda. Dia menatap seorang gadis yang mengenakan gaun sutra putih yang berdiri di ujung karpet merah.Inilah mimpinya waktu masih muda dulu. Ini juga yang dulu dijanjikan Ivan padanya, yaitu untuk ... menikahinya.Kalau bukan karena amnesia selama lima tahun, saat ini Wina sudah menjadi istrinya ....Meski setelah melewati jalan yang berliku-liku akhirnya Ivan bisa menikahinya, entah mengapa Ivan selalu merasa semua ini tidak nyata dan seperti sebuah mimpi.Ivan menatap Wina namun tidak bisa melihat jelas ekspresi wanita itu, dia juga tidak bisa merasakan perasaan Wina saat ini. Sosok Wina di matanya terlihat
Jihan memasang wajah dingin dan tidak berkata apa-apa, seolah tidak ingin berkomunikasi dengan Ivan.Ivan bersikap acuh tak acuh dan menyunggingkan seulas senyum, lalu tertawa tipis, "Waktu kecil aku memang susah, setelah dewasa aku juga berniat menikahinya setelah aku sukses, supaya dia bisa hidup nyaman tanpa kekhawatiran ...."Ivan berhenti sesaat, tatapannya saat ini terlihat dalam seolah sedang mengingat masa lalu. "Apa kamu tahu, entah berapa kali dia bertanya padaku kapan aku akan menikahinya. Aku selalu bilang tunggu, tunggu dan tunggu .... Sampai akhirnya sekarang aku tahu seharusnya aku nggak membiarkannya menunggu."Mata indah nan jernih Jihan melirik Ivan dengan dingin. "Sekarang 'kan kamu sudah menikahinya."Ivan tersenyum pahit, lalu menjawab dengan miris, "Ya, aku berhasil menikahinya."Jihan menatapnya dengan tajam dan dingin, lalu menyahut singkat, "Selamat."Setelah itu, Jihan hendak melangkah pergi, tetapi Ivan kembali menahannya. "Aku nggak perlu kontrak ini. Ini, a
"Aku sebenarnya ingin melamar Wina malam itu, tapi kami bertengkar ....""Yah, itu salahku. Aku cemburu saat melihat Wina sedang mengobrol dan tertawa dengan teman laki-lakinya sewaktu lagi kerja di restoran.""Aku terbawa emosi dan jadi berkata kasar kepada Wina. Dia marah sekali sampai langsung berbalik badan dan berlari pergi di bawah guyuran hujan ....""Karena waktu itu hujan deras, jadi aku bergegas menyusulnya dan menawarkan diri untuk menggendongnya di punggungku. Dia menolak, jadi aku juga nggak berani menawarkan lagi. Pada akhirnya aku hanya mengikutinya diam-diam.""Mungkin kamu nggak tahu soal ini, tapi sejak kecil, Wina paling kesal kalau aku hanya diam di saat kami berdua lagi bertengkar.""Karena aku hanya diam, jadi waktu itu dia berlari pergi dengan marah. Ternyata ada mobil ngebut yang melaju ke arahnya ...."Ivan pun berhenti bicara sejenak, senyuman getir yang tersungging di bibirnya perlahan-lahan menjadi datar."Aku kasih tahu semua ini ke kamu supaya kamu nggak m
Wina adalah tipe gadis yang selalu menyukai kecantikan. Sebelum dia meninggal, obat yang diresepkan untuknya juga demi mencegah edema. Itu karena Wina takut dia akan mati dalam keadaan yang terlalu jelek.Namun, sekarang punggungnya tidak lagi mulus sempurna ....Jantung Jihan seolah berhenti selama sepersekian detik, wajahnya yang tampan menjadi pucat.Jihan langsung membuang payung yang dia pegang dan berlutut di hadapan Wina. Tangan Jihan yang gemetar terentang ingin memeluk Wina, tetapi dia tidak tahu harus meletakkan tangannya di mana.Bagian gaun pengantin yang menutupi punggung Wina sudah gosong, kulitnya terbakar begitu parah sampai-sampai tulang Wina terlihat.Jihan merasa begitu sedih dengan luka yang Wina alami sampai-sampai air matanya bergulir turun.Jihan tidak tahu harus berbuat apa, jadi dia hanya bisa menyentuh wajah Wina dengan tangannya yang gemetar ...."Ja ... jangan sentuh aku .... Sakit ..." ujar Wina sambil menahan sakit, dahinya sampai basah oleh keringat dingi
Saat pisau itu hendak menggorok lehernya, Jihan pun menaikkan pandangannya. Dia langsung memutar tangan si petugas kebersihan ke belakang.Jihan mematahkan tangan si petugas kebersihan dengan kuat, lalu merebut pisau itu dan menikam dada si petugas kebersihan.Saking kuatnya tusukan Jihan, darah si petugas kebersihan langsung muncrat menodai pakaian Jihan.Akan tetapi, mata Jihan bahkan tidak berkedip. Dia mencabut pisau itu, lalu menusukkannya lagi ke si petugas kebersihan ...."Pak Jihan!"Begitu melihat Jihan berniat membunuh si petugas kebersihan, Daris yang mendahului Lilia pun segera menghentikan atasannya. "Pak Jihan nggak boleh sampai membunuhnya! Biar aku yang urus!"Si petugas kebersihan itu pun jatuh terduduk ke atas tanah, lalu tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Coba saja bunuh aku kalau kamu memang bisa, Jihan! Kita lihat apakah kamu bisa tetap memimpin Keluarga Lionel dengan dakwaan membunuh!"Sorot mata Jihan langsung menjadi sangat dingin. Dia melepaskan diri dari ada
Jihan menggendong Wina masuk ke panti asuhan, lalu bersama Lilia membaringkan Wina di atas karpet.Lilia langsung meminta seseorang dari panti asuhan untuk membawakan selang. Lilia pun berulang kali membilas asam sulfat yang membasahi punggung Wina dengan air yang banyak.Tubuh Wina refleks gemetar menahan rasa sakit dari lukanya yang dibasuh air.Hati Jihan jadi terasa begitu sakit ....Dia juga jadi merasa bersalah. Jihan pun berlutut di depan Wina lagi.Jarinya menyentuh wajah Wina yang tampak pucat pasi.Kulit Wina terasa begitu dingin.Jantung Jihan sontak seperti berhenti berdetak. Dia jadi teringat betapa panik dan takutnya dia saat tiga tahun lalu kehilangan Wina ....Jihan pun meletakkan jarinya yang gemetar di bawah hidung Wina. Begitu tidak ada embusan napas yang terasa, sekujur tubuh Jihan langsung terasa lemas."Lilia .... Wina, dia ... dia nggak bernapas ...."Begitu mendengar suara Jihan yang gemetar, Lilia langsung berhenti membilas asam sulfat dari punggung Wina. Dia s
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je