Di taman kecil tempat pernikahan berlangsung. Saat ini pembawa acara berada di atas panggung, menyampaikan pidato pembukaan yang meriah.Di bawah panggung hanya ada beberapa orang yang hadir sebagai tamu undangan, meski hanya sedikit saja yang hadir, untungnya tidak menghalangi berlangsungnya acara.Ivan, sang mempelai pria saat ini mengenakan jas berwarna putih dan duduk di kursi roda. Dia menatap seorang gadis yang mengenakan gaun sutra putih yang berdiri di ujung karpet merah.Inilah mimpinya waktu masih muda dulu. Ini juga yang dulu dijanjikan Ivan padanya, yaitu untuk ... menikahinya.Kalau bukan karena amnesia selama lima tahun, saat ini Wina sudah menjadi istrinya ....Meski setelah melewati jalan yang berliku-liku akhirnya Ivan bisa menikahinya, entah mengapa Ivan selalu merasa semua ini tidak nyata dan seperti sebuah mimpi.Ivan menatap Wina namun tidak bisa melihat jelas ekspresi wanita itu, dia juga tidak bisa merasakan perasaan Wina saat ini. Sosok Wina di matanya terlihat
Jihan memasang wajah dingin dan tidak berkata apa-apa, seolah tidak ingin berkomunikasi dengan Ivan.Ivan bersikap acuh tak acuh dan menyunggingkan seulas senyum, lalu tertawa tipis, "Waktu kecil aku memang susah, setelah dewasa aku juga berniat menikahinya setelah aku sukses, supaya dia bisa hidup nyaman tanpa kekhawatiran ...."Ivan berhenti sesaat, tatapannya saat ini terlihat dalam seolah sedang mengingat masa lalu. "Apa kamu tahu, entah berapa kali dia bertanya padaku kapan aku akan menikahinya. Aku selalu bilang tunggu, tunggu dan tunggu .... Sampai akhirnya sekarang aku tahu seharusnya aku nggak membiarkannya menunggu."Mata indah nan jernih Jihan melirik Ivan dengan dingin. "Sekarang 'kan kamu sudah menikahinya."Ivan tersenyum pahit, lalu menjawab dengan miris, "Ya, aku berhasil menikahinya."Jihan menatapnya dengan tajam dan dingin, lalu menyahut singkat, "Selamat."Setelah itu, Jihan hendak melangkah pergi, tetapi Ivan kembali menahannya. "Aku nggak perlu kontrak ini. Ini, a
"Aku sebenarnya ingin melamar Wina malam itu, tapi kami bertengkar ....""Yah, itu salahku. Aku cemburu saat melihat Wina sedang mengobrol dan tertawa dengan teman laki-lakinya sewaktu lagi kerja di restoran.""Aku terbawa emosi dan jadi berkata kasar kepada Wina. Dia marah sekali sampai langsung berbalik badan dan berlari pergi di bawah guyuran hujan ....""Karena waktu itu hujan deras, jadi aku bergegas menyusulnya dan menawarkan diri untuk menggendongnya di punggungku. Dia menolak, jadi aku juga nggak berani menawarkan lagi. Pada akhirnya aku hanya mengikutinya diam-diam.""Mungkin kamu nggak tahu soal ini, tapi sejak kecil, Wina paling kesal kalau aku hanya diam di saat kami berdua lagi bertengkar.""Karena aku hanya diam, jadi waktu itu dia berlari pergi dengan marah. Ternyata ada mobil ngebut yang melaju ke arahnya ...."Ivan pun berhenti bicara sejenak, senyuman getir yang tersungging di bibirnya perlahan-lahan menjadi datar."Aku kasih tahu semua ini ke kamu supaya kamu nggak m
Wina adalah tipe gadis yang selalu menyukai kecantikan. Sebelum dia meninggal, obat yang diresepkan untuknya juga demi mencegah edema. Itu karena Wina takut dia akan mati dalam keadaan yang terlalu jelek.Namun, sekarang punggungnya tidak lagi mulus sempurna ....Jantung Jihan seolah berhenti selama sepersekian detik, wajahnya yang tampan menjadi pucat.Jihan langsung membuang payung yang dia pegang dan berlutut di hadapan Wina. Tangan Jihan yang gemetar terentang ingin memeluk Wina, tetapi dia tidak tahu harus meletakkan tangannya di mana.Bagian gaun pengantin yang menutupi punggung Wina sudah gosong, kulitnya terbakar begitu parah sampai-sampai tulang Wina terlihat.Jihan merasa begitu sedih dengan luka yang Wina alami sampai-sampai air matanya bergulir turun.Jihan tidak tahu harus berbuat apa, jadi dia hanya bisa menyentuh wajah Wina dengan tangannya yang gemetar ...."Ja ... jangan sentuh aku .... Sakit ..." ujar Wina sambil menahan sakit, dahinya sampai basah oleh keringat dingi
Saat pisau itu hendak menggorok lehernya, Jihan pun menaikkan pandangannya. Dia langsung memutar tangan si petugas kebersihan ke belakang.Jihan mematahkan tangan si petugas kebersihan dengan kuat, lalu merebut pisau itu dan menikam dada si petugas kebersihan.Saking kuatnya tusukan Jihan, darah si petugas kebersihan langsung muncrat menodai pakaian Jihan.Akan tetapi, mata Jihan bahkan tidak berkedip. Dia mencabut pisau itu, lalu menusukkannya lagi ke si petugas kebersihan ...."Pak Jihan!"Begitu melihat Jihan berniat membunuh si petugas kebersihan, Daris yang mendahului Lilia pun segera menghentikan atasannya. "Pak Jihan nggak boleh sampai membunuhnya! Biar aku yang urus!"Si petugas kebersihan itu pun jatuh terduduk ke atas tanah, lalu tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Coba saja bunuh aku kalau kamu memang bisa, Jihan! Kita lihat apakah kamu bisa tetap memimpin Keluarga Lionel dengan dakwaan membunuh!"Sorot mata Jihan langsung menjadi sangat dingin. Dia melepaskan diri dari ada
Jihan menggendong Wina masuk ke panti asuhan, lalu bersama Lilia membaringkan Wina di atas karpet.Lilia langsung meminta seseorang dari panti asuhan untuk membawakan selang. Lilia pun berulang kali membilas asam sulfat yang membasahi punggung Wina dengan air yang banyak.Tubuh Wina refleks gemetar menahan rasa sakit dari lukanya yang dibasuh air.Hati Jihan jadi terasa begitu sakit ....Dia juga jadi merasa bersalah. Jihan pun berlutut di depan Wina lagi.Jarinya menyentuh wajah Wina yang tampak pucat pasi.Kulit Wina terasa begitu dingin.Jantung Jihan sontak seperti berhenti berdetak. Dia jadi teringat betapa panik dan takutnya dia saat tiga tahun lalu kehilangan Wina ....Jihan pun meletakkan jarinya yang gemetar di bawah hidung Wina. Begitu tidak ada embusan napas yang terasa, sekujur tubuh Jihan langsung terasa lemas."Lilia .... Wina, dia ... dia nggak bernapas ...."Begitu mendengar suara Jihan yang gemetar, Lilia langsung berhenti membilas asam sulfat dari punggung Wina. Dia s
Saat Sara, Daris dan yang lainnya tiba di rumah sakit, yang mereka lihat hanyalah sosok Jihan yang seolah tidak bernyawa.Daris pun berjalan menghampiri Jihan. Saat melihat jari-jemari Jihan menghitam, Daris langsung berkata, "Akan kupanggilkan dokter, Pak Jihan."Daris pun langsung memanggil dokter untuk mengobati luka Jihan.Namun, Jihan sama sekali tidak bereaksi. Dia hanya duduk diam di atas lantai dan membiarkan mereka semua melakukan apa pun yang mereka inginkan ....Sara juga tidak memedulikan Jihan. Dia mengatupkan kedua tangannya dengan erat sambil menatap pintu ruang penanganan yang tertutup.Waktu pun berlalu. Akhirnya, pintu ruang penanganan terbuka ....Lilia yang sudah mengenakan pakaian medis pun berjalan keluar dengan peluh membasahi dahinya.Sesosok hitam langsung bergegas melewati Sara dan menghampiri Lilia."Gimana kondisinya?"Tubuh Jihan tampak basah kuyup, poninya juga basah hingga agak meneteskan air.Namun, Jihan sama sekali tidak ambil pusing dengan semua ini.
Selama berada di ruang ICU, dokter harus berulang kali menolong Wina. Ini karena luka bakar pada punggungnya berukuran luas dan berulang kali terinfeksi.Dua minggu kemudian, Wina akhirnya berhasil bertahan. Namun, saat siuman, rasa sakit yang hebat pun membuatnya kehilangan kesadaran lagi.Lilia langsung mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk menyelamatkan nyawa Wina ....Melihat kejadian ini, Jihan yang berdiri menunggu di luar pintu sambil diinfus sontak merasa begitu sakit dan sesak.Lebih baik dia saja yang tersiram asam sulfat itu dan bukannya Wina.Namun, Wina malah melindunginya demi membalas utang budi ....Jihan menatap Wina dari balik kaca dengan matanya yang berkaca-kaca, Wina sudah berulang kali pingsan karena kesakitan. Jihan merasa sangat sedih dan pilu. Seandainya saja dia bisa menggantikan Wina untuk menanggung semua penderitaan ini.Waktu pun berlalu dengan cepat. Lilia menatap hasil EKG dan menghela napas lega saat melihat tidak ada yang aneh dengan detak jantung Win