"Aku sebenarnya ingin melamar Wina malam itu, tapi kami bertengkar ....""Yah, itu salahku. Aku cemburu saat melihat Wina sedang mengobrol dan tertawa dengan teman laki-lakinya sewaktu lagi kerja di restoran.""Aku terbawa emosi dan jadi berkata kasar kepada Wina. Dia marah sekali sampai langsung berbalik badan dan berlari pergi di bawah guyuran hujan ....""Karena waktu itu hujan deras, jadi aku bergegas menyusulnya dan menawarkan diri untuk menggendongnya di punggungku. Dia menolak, jadi aku juga nggak berani menawarkan lagi. Pada akhirnya aku hanya mengikutinya diam-diam.""Mungkin kamu nggak tahu soal ini, tapi sejak kecil, Wina paling kesal kalau aku hanya diam di saat kami berdua lagi bertengkar.""Karena aku hanya diam, jadi waktu itu dia berlari pergi dengan marah. Ternyata ada mobil ngebut yang melaju ke arahnya ...."Ivan pun berhenti bicara sejenak, senyuman getir yang tersungging di bibirnya perlahan-lahan menjadi datar."Aku kasih tahu semua ini ke kamu supaya kamu nggak m
Wina adalah tipe gadis yang selalu menyukai kecantikan. Sebelum dia meninggal, obat yang diresepkan untuknya juga demi mencegah edema. Itu karena Wina takut dia akan mati dalam keadaan yang terlalu jelek.Namun, sekarang punggungnya tidak lagi mulus sempurna ....Jantung Jihan seolah berhenti selama sepersekian detik, wajahnya yang tampan menjadi pucat.Jihan langsung membuang payung yang dia pegang dan berlutut di hadapan Wina. Tangan Jihan yang gemetar terentang ingin memeluk Wina, tetapi dia tidak tahu harus meletakkan tangannya di mana.Bagian gaun pengantin yang menutupi punggung Wina sudah gosong, kulitnya terbakar begitu parah sampai-sampai tulang Wina terlihat.Jihan merasa begitu sedih dengan luka yang Wina alami sampai-sampai air matanya bergulir turun.Jihan tidak tahu harus berbuat apa, jadi dia hanya bisa menyentuh wajah Wina dengan tangannya yang gemetar ...."Ja ... jangan sentuh aku .... Sakit ..." ujar Wina sambil menahan sakit, dahinya sampai basah oleh keringat dingi
Saat pisau itu hendak menggorok lehernya, Jihan pun menaikkan pandangannya. Dia langsung memutar tangan si petugas kebersihan ke belakang.Jihan mematahkan tangan si petugas kebersihan dengan kuat, lalu merebut pisau itu dan menikam dada si petugas kebersihan.Saking kuatnya tusukan Jihan, darah si petugas kebersihan langsung muncrat menodai pakaian Jihan.Akan tetapi, mata Jihan bahkan tidak berkedip. Dia mencabut pisau itu, lalu menusukkannya lagi ke si petugas kebersihan ...."Pak Jihan!"Begitu melihat Jihan berniat membunuh si petugas kebersihan, Daris yang mendahului Lilia pun segera menghentikan atasannya. "Pak Jihan nggak boleh sampai membunuhnya! Biar aku yang urus!"Si petugas kebersihan itu pun jatuh terduduk ke atas tanah, lalu tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Coba saja bunuh aku kalau kamu memang bisa, Jihan! Kita lihat apakah kamu bisa tetap memimpin Keluarga Lionel dengan dakwaan membunuh!"Sorot mata Jihan langsung menjadi sangat dingin. Dia melepaskan diri dari ada
Jihan menggendong Wina masuk ke panti asuhan, lalu bersama Lilia membaringkan Wina di atas karpet.Lilia langsung meminta seseorang dari panti asuhan untuk membawakan selang. Lilia pun berulang kali membilas asam sulfat yang membasahi punggung Wina dengan air yang banyak.Tubuh Wina refleks gemetar menahan rasa sakit dari lukanya yang dibasuh air.Hati Jihan jadi terasa begitu sakit ....Dia juga jadi merasa bersalah. Jihan pun berlutut di depan Wina lagi.Jarinya menyentuh wajah Wina yang tampak pucat pasi.Kulit Wina terasa begitu dingin.Jantung Jihan sontak seperti berhenti berdetak. Dia jadi teringat betapa panik dan takutnya dia saat tiga tahun lalu kehilangan Wina ....Jihan pun meletakkan jarinya yang gemetar di bawah hidung Wina. Begitu tidak ada embusan napas yang terasa, sekujur tubuh Jihan langsung terasa lemas."Lilia .... Wina, dia ... dia nggak bernapas ...."Begitu mendengar suara Jihan yang gemetar, Lilia langsung berhenti membilas asam sulfat dari punggung Wina. Dia s
Saat Sara, Daris dan yang lainnya tiba di rumah sakit, yang mereka lihat hanyalah sosok Jihan yang seolah tidak bernyawa.Daris pun berjalan menghampiri Jihan. Saat melihat jari-jemari Jihan menghitam, Daris langsung berkata, "Akan kupanggilkan dokter, Pak Jihan."Daris pun langsung memanggil dokter untuk mengobati luka Jihan.Namun, Jihan sama sekali tidak bereaksi. Dia hanya duduk diam di atas lantai dan membiarkan mereka semua melakukan apa pun yang mereka inginkan ....Sara juga tidak memedulikan Jihan. Dia mengatupkan kedua tangannya dengan erat sambil menatap pintu ruang penanganan yang tertutup.Waktu pun berlalu. Akhirnya, pintu ruang penanganan terbuka ....Lilia yang sudah mengenakan pakaian medis pun berjalan keluar dengan peluh membasahi dahinya.Sesosok hitam langsung bergegas melewati Sara dan menghampiri Lilia."Gimana kondisinya?"Tubuh Jihan tampak basah kuyup, poninya juga basah hingga agak meneteskan air.Namun, Jihan sama sekali tidak ambil pusing dengan semua ini.
Selama berada di ruang ICU, dokter harus berulang kali menolong Wina. Ini karena luka bakar pada punggungnya berukuran luas dan berulang kali terinfeksi.Dua minggu kemudian, Wina akhirnya berhasil bertahan. Namun, saat siuman, rasa sakit yang hebat pun membuatnya kehilangan kesadaran lagi.Lilia langsung mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk menyelamatkan nyawa Wina ....Melihat kejadian ini, Jihan yang berdiri menunggu di luar pintu sambil diinfus sontak merasa begitu sakit dan sesak.Lebih baik dia saja yang tersiram asam sulfat itu dan bukannya Wina.Namun, Wina malah melindunginya demi membalas utang budi ....Jihan menatap Wina dari balik kaca dengan matanya yang berkaca-kaca, Wina sudah berulang kali pingsan karena kesakitan. Jihan merasa sangat sedih dan pilu. Seandainya saja dia bisa menggantikan Wina untuk menanggung semua penderitaan ini.Waktu pun berlalu dengan cepat. Lilia menatap hasil EKG dan menghela napas lega saat melihat tidak ada yang aneh dengan detak jantung Win
Setelah selesai, Jihan pun bertanya dengan lembut, "Mau lagi?"Wina menggelengkan kepalanya, lalu menyadari bekas luka bakar pada jari-jemari Jihan.Wina langsung menengadah menatap Jihan. "Tanganmu ...."Jihan refleks menekuk sedikit jemarinya agar Wina tidak bisa melihat lukanya lagi, lalu tangannya yang tidak terluka mengambil handuk bersih dan mengelap bibir Wina.Karena Jihan tidak menjawab, Wina pun tidak bertanya lebih lanjut. Dia menatap sekeliling dengan saksama, lalu bertanya, "Sudah berapa lama aku nggak sadar?"Setelah mengeringkan bibir Wina, Jihan pun menjawab, "Setengah bulan lebih."Wina pikir dia tidak sadarkan diri selama paling beberapa hari, tidak disangka sampai setengah bulan lebih.Di mana Sara dan Ivan? Kenapa yang dia lihat begitu siuman hanyalah Jihan?Wina ingin bertanya kepada Jihan, tetapi dia memperhatikan Jihan yang memegang kedua sisi wajahnya dengan lembut dan mengganti bantal yang Wina gunakan dengan yang baru.Setelah itu, Jihan mengambil perlengkapan
Jihan membuka pintu kamar rawat. Dia menatap Ivan yang duduk di atas kursi roda, lalu berjalan pergi.Ivan tidak bisa mendengar dengan jelas pembicaraan Jihan dengan Wina di dalam sana. Dia pikir Jihan berjalan pergi karena ada urusan mendadak, jadi dia juga tidak begitu ambil pusing.Ivan memandang Wina yang terbaring di atas ranjang rumah sakit, lalu menggerakkan kursi rodanya memasuki kamar rawat ....Wina sedang melamun menatap ke luar jendela dengan kepala yang dimiringkan. Dia baru tersadar dari lamunannya saat ada seseorang yang menghalangi pandangannya."Ivan ...."Wina pun tersenyum kecil. "Kamu datang ...."Ivan balas mengangguk singkat. Saat melihat perban yang menutupi punggung Wina, ekspresi Ivan pun terlihat pilu."Kamu pasti kesakitan ya, Wina ...."Wina sebenarnya ingin menjawab tidak sambil tersenyum, tetapi begitu bergerak sedikit, rasa sakit yang memilukan langsung menghujamnya sampai-sampai keringat dingin muncul.Ivan refleks hendak menyentuh bahu Wina, tetapi tang