Tepat sebelum pisau itu menusuk menembus dada Wina, pergelangan tangannya tiba-tiba dicengkeram oleh seseorang ....Alvin merebut pisau buah itu, lalu berujar sambil tersenyum, "Mana mungkin pisau sekecil ini bisa mencongkel jantung keluar ...."Alvin pun berbalik badan dan berjalan menuju dapur. Dia mengambil pisau dapur, lalu kembali ke ruang tamu dan melemparkan pisau itu ke depan Wina. "Pakai ini."Kali ini, Wina menolak menuruti permintaan Alvin. Dia balas menatap Alvin secara langsung."Jujurlah pada dirimu sendiri, kamu sebenarnya nggak rela melihat aku mencongkel keluar jantung kakakku."Alvin sudah mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkan Wina mati karena sekarang jantung Vera berdetak dalam diri Wina.Apa yang Alvin lakukan saat ini hanyalah sekadar menguji Wina ....Ekspresi Alvin mendadak berubah menjadi serius, dia tidak menyangka Wina berhasil membaca pikirannya. "Apa kamu harus banget pergi?"Wina mengangguk. "Tuan Alvin, aku tahu permintaanku agak berlebihan. Tapi, me
Keesokan paginya, setelah mandi, Wina langsung keluar kamar dan menuju ruang makan.Alvin yang sedang memotong roti pun refleks melirik ke arah Wina saat melihat wanita itu berjalan ke ruang makan."Mobilmu sudah dibawa pulang."Wina sontak tertegun, lalu teringat mobilnya yang masih tertinggal di area parkir bawah tanah klub."Terima kasih, Kakak Ipar ...."Wina memanggil Alvin kakak ipar dengan begitu lancarnya.Ekspresi Alvin tetap terlihat datar, dia fokus melihat peta konstruksi yang terpasang di layar ponselnya.Karena Alvin tidak memberikan tanggapan apa pun, Wina juga tidak berkata apa-apa lagi. Dia menunduk menyantap makanannya dengan patuh.Setelah makan sedikit, Wina pun berpamitan kepada Alvin. Dia mengambil kunci mobil, lalu berjalan keluar rumah.Wina sudah berjanji kepada Ivan untuk menyelesaikan masalahnya dengan Alvin, lalu mengajak Sara menemui Ivan.Saat hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba sebuah mobil putih berhenti di depan Wina.Pintu mobil pun terbuka. Lilia ya
"Pemuda yang waktu itu kamu lihat di gerbang Universitas Aster baru saja mengalami kejadian seperti itu ....""Sebenarnya, sejak kecil Pak Jihan sudah hidup dalam lingkungan yang seperti itu ....""Apa pun yang Pak Jihan sayangi, entah itu orang atau benda, pasti akan ibunya hancurkan dengan segala cara ....""Itu sebabnya sejak kecil Pak Jihan sudah belajar untuk mengendalikan emosinya. Dia nggak pernah mengungkapkan perasaan ataupun pikirannya kepada siapa pun ....""Waktu bertemu denganmu 10 tahun yang lalu dan jatuh cinta padamu, Pak Jihan nggak berani mendekatimu. Dia masih ingat betapa menyakitkannya kehilangan teman masa kecilnya.""Setelah itu, dia bertemu denganmu lagi di depan pintu klub. Walaupun dia tahu dia tidak boleh sampai terbawa perasaan, tetap saja dia nggak bisa mengendalikan dirinya ....""Kakak sepupuku bilang alasan kenapa Pak Jihan nggak segan-segan membelimu justru karena dia sudah jatuh cinta padamu semenjak pertama kali bertemu di gerbang Universitas Aster."
"Kehadiran Rian memperparah perselisihan kalian. Waktu di vila itu kamu memutuskan untuk pergi bersama Rian, Pak Jihan memang berniat melepaskanmu. Tapi, nggak disangka kamu malah mencari masalah dengan Mira gara-gara aku ....""Pak Jihan tahu orang seperti apa Mira itu, dia takut Mira akan langsung membunuhmu. Setelah mendengar penjelasanku melalui telepon, Pak Jihan bergegas ke mal. Dia memang seharusnya bisa langsung membawamu pergi, tapi kalau Pak Jihan melakukan itu, betapa pentingnya kamu untuk Pak Jihan pasti akan ketahuan.""Pak Jihan nggak takut melawan ibunya demi dirimu, tapi dia nggak mau kamu sampai menderita karena terseret ke dalam kekacauan hidupnya. Apalagi, waktu itu Pak Jihan mengira kamu sudah nggak mencintainya lagi, itu sebabnya dia makin nggak ingin membuatmu terlibat ....""Cuma, dia nggak menyangka tamparan itu justru akan membunuhmu ...."Lilia pun berhenti bicara sebentar, lalu melanjutkan lagi dengan suara yang terdengar serak."Nona Wina, waktu kamu berada
Mata Wina yang berkaca-kaca pun perlahan-lahan menyorotkan senyuman. "Dokter Lilia, tolong bantu aku memberi tahu Jihan bahwa aku sudah memaafkannya, tapi aku nggak mungkin kembali ke pelukannya ....""Apa itu karena Ivan?" tanya Lilia sambil mengernyit.Wina menurunkan pandangannya seolah-olah sedang bernostalgia."Dokter Lilia, Dokter tahu nggak gimana caranya aku tumbuh dewasa? Ivan-lah yang bekerja keras untuk menghasilkan uang dan terus membelikankan obatku. Itu sebabnya aku bisa menjadi seperti sekarang. Ivan melakukan itu nggak cuma selama setahun, tapi hampir 20 tahun.""Saat aku sudah besar dan semua orang mencampakkanku, hanya dia dan Sara yang tetap menemaniku. Mereka sampai hidup hemat supaya bisa menjaga kesehatan jantungku. Aku sudah berjanji akan menjaganya selamanya, jadi mana bisa aku mengecewakannya lagi ...."Setelah berkata seperti itu, Wina pun berbalik badan dan berjalan meninggalkan kafe.Gerimis mulai turun, lalu berubah menjadi hujan deras. Wina jadi merasa aga
Hujan yang mengguyur tubuh Jihan makin deras.Rambut hitam Jihan yang tebal dan setelan jasnya yang indah nan rapi menjadi basah kuyup.Air hujan pun bergulir menuruni wajah tampan Jihan ke lehernya yang ramping.Seolah tidak memperhatikan sekeliling, Jihan terus berjalan ke mobilnya.Begitu melihat Jihan kembali, Lilia segera berjalan menghampiri Jihan sambil membawa payung, lalu memayungi pria itu."Maafkan aku, Pak Jihan."Lilia-lah yang datang menemui Wina tanpa seizin Jihan.Awalnya, Lilia mengira Wina mungkin akan berpikir ulang untuk kembali ke pelukan Jihan setelah mengetahui segalanya. Tidak disangka ternyata malah menjadi seperti ini.Air hujan yang membasahi dahi Jihan pun bergulir turun mengenai bulu mata Jihan yang lentik, membuat matanya tampak sedikit berkedip.Jihan menatap Lilia dengan sorot dinginnya yang khas, lalu berujar, "Jangan sebut-sebut namanya di depanku lagi. Kisahku dengannya sudah benar-benar berakhir sampai di sini ...."Lilia hanya diam menatap Jihan, se
Begitu melihat si pengawal mengikuti Wina dengan posisi yang tidak begitu jauh, Daris pun menghela napas pelan.Jelas sekali betapa Jihan mencintai Wina, tetapi Jihan tetap memilih untuk melepaskan Wina. Pasti ini terasa begitu menyakitkan bagi Jihan.Daris berpikir sejenak, lalu mengeluarkan sebungkus rokok dan menyerahkannya kepada Jihan, "Santai dulu, Pak Jihan ...."Jihan menatap bungkus rokok itu dengan cuek, lalu ekspresinya perlahan-lahan kembali terlihat dingin dan mengawang. "Buang saja."Jihan sudah tidak membutuhkan benda itu lagi. Ada beberapa sosok orang yang hanya perlu Jihan kubur dalam lubuk hatinya untuk menemani perjalanan hidupnya ....Daris sama sekali tidak menyangka bahwa Jihan yang selama tiga tahun ini sangat bergantung pada rokok dan alkohol bisa membuang keduanya begitu saja seperti ini.Dia refleks melirik ke arah Jihan. Satu tangannya sedang bertumpu di jendela mobil pandangannya terarah ke samping ke luar jendela. Daris seolah merasa sedang melihat sosok Ji
Selesai bertanya, Sara pun refleks menatap payung hitam yang Wina pegang.Sara melirik payung itu, lalu ke arah Wina yang wajahnya sudah terlihat pucat, tetapi Sara tidak menanyakan apa-apa.Sara meminta pembantunya untuk mengambilkan handuk, lalu dia mengeringkan rambut dan pipi Wina yang basah kuyup terguyur hujan.Setelah itu, Sara berkata dengan lembut kepada Wina, "Wina, kamu mandi air hangat dulu, ya. Aku akan membuatkan teh jahe. Nanti kamu minum setelah mandi."Sara pun mendorong Wina untuk masuk ke kamar mandi. Namun, mata Wina mendadak menjadi berkaca-kaca dan wajahnya yang mungil tiba-tiba terlihat pucat.Sara jadi merasa sangat sedih. Dia pun berujar, "Wina, Jihan habis memberitahumu sesuatu, ya ...."Sara memang tidak tahu apa yang Wina alami setelah Jihan membawanya pergi, tetapi saat ini dia bisa merasakan rasa sakit yang Wina alami.Sara pun merentangkan kedua tangannya sambil berkata dengan lembut, "Wina, pokoknya aku akan selalu menemanimu. Saat kamu lagi merasa nggak