Mata Wina yang berkaca-kaca pun perlahan-lahan menyorotkan senyuman. "Dokter Lilia, tolong bantu aku memberi tahu Jihan bahwa aku sudah memaafkannya, tapi aku nggak mungkin kembali ke pelukannya ....""Apa itu karena Ivan?" tanya Lilia sambil mengernyit.Wina menurunkan pandangannya seolah-olah sedang bernostalgia."Dokter Lilia, Dokter tahu nggak gimana caranya aku tumbuh dewasa? Ivan-lah yang bekerja keras untuk menghasilkan uang dan terus membelikankan obatku. Itu sebabnya aku bisa menjadi seperti sekarang. Ivan melakukan itu nggak cuma selama setahun, tapi hampir 20 tahun.""Saat aku sudah besar dan semua orang mencampakkanku, hanya dia dan Sara yang tetap menemaniku. Mereka sampai hidup hemat supaya bisa menjaga kesehatan jantungku. Aku sudah berjanji akan menjaganya selamanya, jadi mana bisa aku mengecewakannya lagi ...."Setelah berkata seperti itu, Wina pun berbalik badan dan berjalan meninggalkan kafe.Gerimis mulai turun, lalu berubah menjadi hujan deras. Wina jadi merasa aga
Hujan yang mengguyur tubuh Jihan makin deras.Rambut hitam Jihan yang tebal dan setelan jasnya yang indah nan rapi menjadi basah kuyup.Air hujan pun bergulir menuruni wajah tampan Jihan ke lehernya yang ramping.Seolah tidak memperhatikan sekeliling, Jihan terus berjalan ke mobilnya.Begitu melihat Jihan kembali, Lilia segera berjalan menghampiri Jihan sambil membawa payung, lalu memayungi pria itu."Maafkan aku, Pak Jihan."Lilia-lah yang datang menemui Wina tanpa seizin Jihan.Awalnya, Lilia mengira Wina mungkin akan berpikir ulang untuk kembali ke pelukan Jihan setelah mengetahui segalanya. Tidak disangka ternyata malah menjadi seperti ini.Air hujan yang membasahi dahi Jihan pun bergulir turun mengenai bulu mata Jihan yang lentik, membuat matanya tampak sedikit berkedip.Jihan menatap Lilia dengan sorot dinginnya yang khas, lalu berujar, "Jangan sebut-sebut namanya di depanku lagi. Kisahku dengannya sudah benar-benar berakhir sampai di sini ...."Lilia hanya diam menatap Jihan, se
Begitu melihat si pengawal mengikuti Wina dengan posisi yang tidak begitu jauh, Daris pun menghela napas pelan.Jelas sekali betapa Jihan mencintai Wina, tetapi Jihan tetap memilih untuk melepaskan Wina. Pasti ini terasa begitu menyakitkan bagi Jihan.Daris berpikir sejenak, lalu mengeluarkan sebungkus rokok dan menyerahkannya kepada Jihan, "Santai dulu, Pak Jihan ...."Jihan menatap bungkus rokok itu dengan cuek, lalu ekspresinya perlahan-lahan kembali terlihat dingin dan mengawang. "Buang saja."Jihan sudah tidak membutuhkan benda itu lagi. Ada beberapa sosok orang yang hanya perlu Jihan kubur dalam lubuk hatinya untuk menemani perjalanan hidupnya ....Daris sama sekali tidak menyangka bahwa Jihan yang selama tiga tahun ini sangat bergantung pada rokok dan alkohol bisa membuang keduanya begitu saja seperti ini.Dia refleks melirik ke arah Jihan. Satu tangannya sedang bertumpu di jendela mobil pandangannya terarah ke samping ke luar jendela. Daris seolah merasa sedang melihat sosok Ji
Selesai bertanya, Sara pun refleks menatap payung hitam yang Wina pegang.Sara melirik payung itu, lalu ke arah Wina yang wajahnya sudah terlihat pucat, tetapi Sara tidak menanyakan apa-apa.Sara meminta pembantunya untuk mengambilkan handuk, lalu dia mengeringkan rambut dan pipi Wina yang basah kuyup terguyur hujan.Setelah itu, Sara berkata dengan lembut kepada Wina, "Wina, kamu mandi air hangat dulu, ya. Aku akan membuatkan teh jahe. Nanti kamu minum setelah mandi."Sara pun mendorong Wina untuk masuk ke kamar mandi. Namun, mata Wina mendadak menjadi berkaca-kaca dan wajahnya yang mungil tiba-tiba terlihat pucat.Sara jadi merasa sangat sedih. Dia pun berujar, "Wina, Jihan habis memberitahumu sesuatu, ya ...."Sara memang tidak tahu apa yang Wina alami setelah Jihan membawanya pergi, tetapi saat ini dia bisa merasakan rasa sakit yang Wina alami.Sara pun merentangkan kedua tangannya sambil berkata dengan lembut, "Wina, pokoknya aku akan selalu menemanimu. Saat kamu lagi merasa nggak
Wina mengiakan dengan patuh, lalu berbalik badan dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah bak mandi diisi dengan air hangat, Wina pun berendam di dalamnya.Begitu air hangat itu menyentuh kulitnya, rasanya fisik dan mental Wina menjadi lebih rileks ....Sara menyiapkan handuk bersih dan piama untuk Wina, lalu pergi ke dapur dan memasak sepanci besar teh jahe.Walaupun Wina sudah mendapatkan transplantasi jantung, tetap saja dia pernah menjalani operasi besar. Daya tahan tubuhnya secara alamiah lebih lemah dibandingkan orang biasa.Setelah diguyur hujan selama itu, bisa saja Wina masuk angin atau flu. Begitu terpikirkan akan hal itu, Sara pun meminta pembantunya untuk mengambil obat flu.Setelah keluar dari kamar mandi, Wina melihat teh jahe dan obat flu yang sudah disediakan di atas di meja kopi. Dia mendadak merasa terharu.Wina duduk di sofa, lalu meminum teh jahe dan obat flu itu. Setelah itu, Sara mengajaknya naik ke lantai dua."Waktu membeli rumah ini, aku bersikeras membuat dua
Setelah selesai memblokir nomor Sara dan menghapus semua catatan panggilan yang ada, Jefri pun melemparkan ponselnya ke sembarang arah.Jihan yang baru berjalan masuk ke rumah pun refleks mengernyit menatap ponsel Jefri yang tergeletak di atas lantai."Oh, Kak Jihan sudah pulang?""Kok basah kuyup begitu, Kak Jihan?" tanya Jefri dengan khawatir sambil bangkit berdiri dari sofa.Jihan tidak menjawab, dia hanya melepaskan jasnya dan mengambil handuk yang dibawakan oleh pelayan.Sambil mengeringkan rambutnya, Jihan pun bertanya pada Jefri, "Ngapain kamu di sini?"Jefri menghela napas, lalu menjawab dengan nada malas, "Aku bosan banget nggak ada kerjaan di akhir pekan begini, jadi aku ke sini buat mengajak Kakak minum-minum."Jihan balas menatap adiknya dengan dingin. "Kalau bosan, sana pergi ke Benua Andila dan ambil alih pekerjaan Jonas."Begitu mendengar "Benua Andila", Jefri sontak bergidik dengan ngeri. "Kak Jihan, Kak Jonas itu memang nggak takut matahari, kulitnya saja kayak kulit b
Saat Wina bangun, hari sudah malam. Karena habis menangis, mata Wina pun tampak sangat merah dan bengkak.Wina mengusap-usap matanya, lalu saat membuka matanya, tiba-tiba pandangannya menjadi buram.Wina pun duduk diam di tepi kasur untuk waktu yang lama hingga pandangannya kembali fokus ....Setelah bisa melihat dengan jelas lagi, barulah Wina mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada George."Dokter George, pandanganku kabur lagi."Karena George tidak kunjung menjawab, Wina meletakkan ponselnya dan menyibakkan selimutnya, lalu turun dari kasur.Wina membuka pintu dan berjalan turun, lalu melihat sosok Alvin yang sedang duduk di ruang tamu sambil menatap Sara.Wina refleks melihat ke arah jam yang tergantung di dinding. Oh, ternyata sudah pukul 22.00. Pantas saja Alvin ada di sini.Wina pun menghela napas. Awalnya, hari ini dia ingin mengajak Sara menemui Ivan. Namun, mereka tidak mungkin bisa pergi karena hari sudah sangat larut.Begitu melihat Wina sudah bangun, Sara pun bangkit
Ekspresi manajer itu langsung terlihat susah hati. Walaupun begitu, dia masih tetap tersenyum sambil berkata, "Tolong tunggu sebentar, Tuan Artha. Biar saya telepon bos saya lagi ...."Manajer itu pun berbalik dan berjalan keluar, senyumannya perlahan-lahan berubah menjadi ekspresi khawat.Tidak ada yang berani berbuat onar semenjak kepemilikan klub ini berubah. Manajer itu tidak menyangka sekelompok pemuda kaya nan berkuasa itu akan datang hari ini.Dia sudah menyuruh setengah stafnya untuk melayani mereka. Dia mengira keuntungan yang akan dia dapatkan malam ini akan berlipat ganda, tetapi tidak menyangka tamu yang dia layani dengan sepenuh hati itu malah datang untuk mencari masalah.Manajer itu menghela napas untuk merutuki kesialannya sendiri, lalu tiba-tiba melihat Sara yang mengenakan gaun hitam dengan model punggung terbuka sedang berjalan mendekat dengan sepatu hak tingginya."Bos, Bos akhirnya datang! Mereka bilang kalau Bos tetap nggak datang, klub ini bakal ditutup!""Jangan